Gus Yahya: NU Potensial Jadi Pelopor Peradaban Islam Global
Selasa, 19 September 2023 | 11:30 WIB
Bedah buku Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) karya KH Yahya Cholil Staquf di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Selasa (19/9/2023). (Foto: NU Online/Suwitno)
Muhammad Syakir NF
Penulis
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menegaskan bahwa NU potensial memelopori peradaban baru di tingkat internasional.
"NU berpotensi sebagai pelopor peradaban Islam global," kata Gus Yahya saat bedah buku Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) karyanya di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Selasa (19/9/2023).
Pandangannya ini didasari atas pengamatannya bahwa para kiai NU bukan sekadar berbicara mengenai keagamaan, tetapi juga memberikan pendampingan kepada masyarakat.
"Jamiyah ini dibangun dengan karakter itu. Ada intelektual, tapi ada tanggung jawab total kepada masyarakat," katanya.
Gus Yahya menjelaskan bahwa NU memiliki karakter intelektual independen yang melakukan kontak dan hubungan langsung dengan masyarakat. Namun, tidak berhenti di situ, para ulama NU juga menjadikan gal itu sebagai tanggung jawab dengan tujuan kemaslahatan umat.
"Karakter jamiyah ini karakter intelektual independen yang melakukan engagement langsung dengan masyarakat dengan menginternalisasi tanggung jawab yang bertujuan terhadap kemaslahatan umat," ujarnya.
Selain itu, para ulama NU juga terjun langsung ke tengah masyarakat dan berkhidmah melakukan pengasuhan kepada mereka.
"Ulama kita sebetulnya tumbuh di dalam tradisi yang bukan hanya nunggu berkhidmah pada NU, tapi melakukan riayah, pengasuhan, pengelolaan terhadap umat," ujarnya.
Hal tersebut merupakan konstruksi alami di Nusantara. Pasalnya, sejak dulu terdapat Ki Gede di beberapa daerah yang menjadi teladan atau panutan di dalam komunitas yang lebih kecil dan memberikan penghormatan terhadap raja yang berkuasa di wilayahnya.
"Karena kiai-kiai kita riayatul ummah, sehari-hari melalakukan fungsi government terhadap komunitasnya," ujar Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.
Para kiai NU itu juga memberikan keputusan dan bertanggung jawab menjalankannya. Sementara di tempat lain, fungsi riayahnya terdapat pada sultan, sedangkan ulama hanya pada bidang keagamaan saja. Pun pandangannya dipasrahkan kepada sultan sehingga ia sudah bebas tanggung jawab.
"Di Indonesia, ulama itu sendiri yang harus mengeksekusi pandangannya," ujar kiai kelahiran Rembang 57 tahun lalu itu.
Ulama yang menjalankan fungsi intelektual sekaligus eksekutor dalam pengambilan keputusan serta bertanggung jawab menjalankannya itu hanya ada di Indonesia. Selama berkeliling ke berbagai penjuru dunia, Gus Yahya mengaku tidak menemukan hal serupa seperti apa yang dilakukan NU.
Bedah buku yang dipandu Jurnalis NU Online Ahmad Naufa ini menghadirkan dua narasumber lain, yakni Ketua PBNU KH Ulil Abshar Abdalla dan Direktur Utama NU Online sekaligus Sekretaris Lembaga Ta'lif wan Nasyr (LTN) PBNU H Hamzah Sahal.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 4 Maksiat Hati yang Bisa Hapus Pahala Amal Ibadah
2
Khutbah Jumat: Jangan Golput, Ayo Gunakan Hak Pilih dalam Pilkada!
3
Poligami Nabi Muhammad yang Sering Disalahpahami
4
Peserta Konferensi Internasional Humanitarian Islam Disambut Barongsai di Klenteng Sam Poo Kong Semarang
5
Kunjungi Masjid Menara Kudus, Akademisi Internasional Saksikan Akulturasi Islam dan Budaya Lokal
6
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Bahaya Arak keur Kahirupan Manusa
Terkini
Lihat Semua