Hadapi Impunitas, Masyarakat Sipil Perlu Pendidikan Hukum Kritis dan Bangun Jaringan Paralegal
NU Online · Sabtu, 11 Oktober 2025 | 11:00 WIB
Bivitri Susanti dalam acara Bedah dan Diskusi Buku berjudul Kami Sudah Lelah dengan Kekerasan yang digelar di Gedung Tempo Media Group, Palmerah, Jakarta Barat, Jumat (10/10/2025). (Foto: NU Online/Mufidah)
Mufidah Adzkia
Kontributor
Jakarta, NU Online
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menekankan pentingnya memperkuat kesadaran hukum masyarakat sipil melalui pelatihan paralegal dan pendidikan hukum kritis.
Upaya ini, menurutnya, menjadi langkah penting dalam menghadapi maraknya impunitas dan lemahnya perlindungan hukum terhadap warga maupun aktivis di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Bivitri dalam acara Bedah dan Diskusi Buku berjudul Kami Sudah Lelah dengan Kekerasan yang digelar di Gedung Tempo Media Group, Palmerah, Jakarta Barat, Jumat (10/10/2025).
Bivitri menyoroti praktik impunitas yang masih menjadi akar dari berulangnya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Ia memberikan contoh sejumlah kasus yang memperlihatkan lemahnya penegakan hukum dan absennya tanggung jawab negara.
“Lihat saja sekarang, ada tiga tambahan orang yang melindas cuma disuruh minta maaf. Belum ada pidananya. Kasus Kanjuruhan juga sama, yang kena lagi-lagi hanya orang-orang di bawah,” ujarnya.
Bivitri menyarankan agar masyarakat sipil, terutama kelompok muda dan komunitas aktivis di daerah, membangun jaringan paralegal untuk menghadirkan bantuan hukum dasar di wilayah yang jauh dari kota besar maupun lembaga hukum formal.
“Saran saya waktu itu, kenapa kalian enggak bikin pelatihan paralegal aja dulu? Bikin jaringannya sendiri. Paralegal bisa terkoneksi dengan LBH-LBH yang sudah ada,” tuturnya.
Ia menjelaskan bahwa paralegal berperan sebagai jembatan awal bagi masyarakat dalam memahami hak-haknya dan menghadapi situasi darurat hukum, meskipun tidak memiliki wewenang formal seperti advokat.
Menurutnya, dengan adanya pelatihan paralegal di tingkat lokal, warga dapat bertindak cepat dan tepat ketika menghadapi ancaman hukum, setidaknya sampai pendampingan resmi dari lembaga bantuan hukum (LBH) bisa dilakukan.
“Paling tidak orang-orang tahu dulu haknya. Satu jam kemudian baru sempat telepon LBH, itu bisa ditindaklanjuti secara hukum,” jelasnya.
“Kalau ditangkap, catat namanya, waktu, dan alasan kenapa ditangkap. Hal-hal kecil tapi bisa sangat membantu,” tegasnya.
Selain pelatihan paralegal, Bivitri juga menekankan pentingnya pendidikan hukum kritis bagi para aktivis dan masyarakat sipil. Pemahaman hukum yang memadai menjadi fondasi penting agar masyarakat mengetahui batasan dan hak-hak mereka di hadapan aparat penegak hukum.
“Hal-hal kecil saja, misalnya waktu kantor Pedro digeledah dan buku-bukunya disita. Mahasiswa saya sempat mencatat semua barang yang diambil, bahkan sampai kartu BPJS. Polisi akhirnya malah pinjam catatan itu,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa tanpa pendidikan hukum kritis, masyarakat sering kali tunduk begitu saja terhadap tindakan aparat yang sebenarnya melanggar prosedur hukum.
“Kalau belum punya pendidikan hukum kritis, ibaratnya kita diapakan saja mau. Padahal, mengambil HP tanpa dasar tindak pidana itu sebenarnya tidak boleh,” tegasnya.
Lebih lanjut, Bivitri mengingatkan bahwa rasa takut merupakan hal yang wajar, namun harus dikelola dengan baik melalui langkah-langkah mitigasi.
“Rasa takut itu yang membuat manusia bisa bertahan ketimbang dinosaurus. Jadi, tidak apa-apa untuk takut, tapi harus dimitigasi. Misalnya dengan memastikan CCTV selalu menyala dan ada cadangan, karena biasanya dirusak,” ujarnya.
Selain mitigasi teknis, ia juga menyoroti pentingnya dukungan emosional dan kesehatan mental bagi para aktivis. Salah satu langkah yang disarankan adalah membentuk support group atau lingkar berbagi di antara sesama aktivis.
“Daripada pura-pura tidak takut, tapi saat mau tidur stres, lebih baik membuat lingkaran untuk kesehatan mental. Itu penting sekali,” jelasnya.
“Kita semua ini sebenarnya saling terkoneksi. Kalau telepon satu saja, entah ke LBH, ke teman di Jakarta, atau ke Andrie (KontraS), pasti langsung bergerak semua,” tambahnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU Hadir Silaturahim di Tebuireng
6
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
Terkini
Lihat Semua