Nasional

Halaqah Pesantren, Menag Sampaikan Indonesia Bukan Negara Sekuler atau Negara Agama

Kamis, 15 Desember 2016 | 13:52 WIB

Jambi, NU Online
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa Indonesia bukanlah negara agama. Menurutnya, meski mayoritas penduduknya beragama Islam, para pendiri bangsa tidak memilih Islam sebagai agama negara layaknya Saudi Arabia dan Iran.

Namun demikian, Indonesia juga bukan negara sekuler layaknya Amerika Serikat. Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

"Dalam bangsa kita, agama dan negara bisa dibedakan, namun tak bisa dipisahkan. Agama dan negara seperti dua sisi pada keping mata uang. Bisa dibedakan, namun tak bisa dipisahkan," kata Menag di hadapan 514 pengasuh pesantren peserta Halaqah Pimpinan Pondok Pesantren Se-Provinsi Jambi, Kamis (15/12) seperti dikutip dari laman kemenag.go.id.

Acara yang dihadiri tokoh agama Jambi ini sekaligus sebagai syukuran atas Penempatan Rumah Susun di Ponpes An-Nur Tangkit, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi.

Menag mengatakan, sila-sila pada Pancasila, hakikatnya adalah nilai-nilai agama. UUD 1945 juga sarat dengan nilai-nilai agama. Hal itu salah satunya bisa dilihat pada paragraf ke-4 pembukaan UUD, bahwa kemerdekaan Indonesia diperoleh atas berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa.

Presiden Indonesia, sebelum menjabat disumpah terlebih dahulu berdasarkan agama. Semua penyelenggara negara, pertanggungjawabannya juga tidak hanya pada negara, namun juga pada Tuhan. 

"Hal ini bukti tak terbantahkan, betapa di negara kita, agama sangat merasuk. Di Indonesia juga ada Peradilan Agama, sesuatu yang tidak banyak ada di negara lain," kata Menag.

"Di Indonesia, HAM bisa dibatasi oleh agama. Pernikahan sejenis misalnya, dilarang di Indonesia, karena tidak sesuai dengan agama-agama di Indonesia," tambahnya.

Kenyataan ini menurut Menag patut dijaga dan disyukuri. Pendahulu bangsa telah menempatkan agama pada posisi sentral dalam menata kehidupan bersama. "Karenanya, jika ada pikiran lain yang ingin mengubah Pancasila, UUD, ini adalah sesuatu yang harus kita waspadai," pesannya.

"Jangan buang energi kita dengan mempersoalkan hal yang sudah final. Lebih baik, energi kita, kita pakai untuk memperkuat institusi pendidikan (pesantren) kita," ajaknya.

Terkait itu, Menag menegaskan bahwa salah satu prioritasnya ke depan adalah menjadikan lulusan pondok pesantren sejajar dengan lulusan lembaga pendidikan umum lainnya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui muadalah. Kemenag bahkan telah memberikan pengakuan kepada sejumlah Mahad Aly yang dikembangkan di beberapa pesantren. Kemenag saat ini juga secara serius mempersiapkan pendirian Universitas Islam Internasional Indonesia.

Sebelumnya, Gubernur Jambi, Zumi Zola Zulkifli dalam sambutannya mengatakan, Pemrov Jambi siap memberikan beasiswa kepada para santri yang membutuhkan dan berprestasi. Hal ini karena Gubernur melihat, posisi ponpes sangat penting untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia, baik secara individu maupun sosial.

"Harapan saya, rawatlah rusunawa ini, agar bangunan ini terus dapat dimanfaatkan dan dipakai sebagai sarana prasarana proses belajar mengajar," tandas Gubernur.
Sebelumnya, Kakanwil Provisi Jambi M Thahir mengatakan, Halaqah ini rutin diselenggarakan setiap tahun. Menurutnya, saat ini ada 514 pondok peseantren di Provinsi Jambi yang terdaftar di Kanwil Kemenag Jambi. 

Halaqah ini bertujuan mengembangkan lembaga pesantren dan untuk berbagi informasi tentang banyak hal, utamanya beberapa tantangan dan masa pesantren terang Kakanwil.

Selain 514 pengasuh dan pimpinan ponpes, Gubernur dan Kakanwil, hadir pula dalam kesempatan tersebut, Sekda Kabupaten Muaro Jambi, serta para Kepala Kankemenag Kabupaten/Kota se-Jambi. Hadir juga Staf Khusus Menag Ali Zawawi, Direktur Diktis Amsal Bachtiar, dan Sesmen Khoirul Huda Basyir. Red: Mukafi Niam