Nasional

Indonesia Aman dari Ancaman Resesi 2023? Ini Penjelasan Ekonom IPB

Selasa, 27 Desember 2022 | 22:00 WIB

Indonesia Aman dari Ancaman Resesi 2023? Ini Penjelasan Ekonom IPB

Ilustrasi perekonomian Indonesia.

Jakarta, NU Online 
Memasuki tahun 2023, masyarakat dibuat ‘ngeri’ dengan gambaran perekonomian yang penuh dengan ketidakpastian. Presiden Joko Widodo di banyak kesempatan mengingatkan resesi global masih menghantui.

 

Menanggapi itu, Ekonom Institut Pertanian Bogor (IPB), Jaenal Effendi, menilai Indonesia terbilang aman dari ancaman resesi global tahun 2023.

 

“Indonesia tidak masuk dalam kategori negara yang mengalami resesi. Jauh dari fenomena ekonomi yang melanda dunia saat ini,” kata Jaenal kepada NU Online, Selasa (27/12/2022).

 

Hal ini, sambungnya, ditinjau dari fundamental ekonomi Indonesia yang dianggapnya relatif kuat.

 

“Karena apa? Indonesia memiliki fundamental ekonomi yang kuat yang ini ditunjukan oleh adanya banyak demand masyarakat,” tutur Ketua Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) PBNU 2015-2020 itu.

 

Pertumbuhan ekonomi dalam negeri, kata dia, terbilang stabil di mana permintaan masyarakat terhadap produk atau jasa tertentu masih tinggi.

 

“Dan ini mendominasi adanya aktivasi ekonomi di Indonesia yang tentu hal ini memperkuat posisi Indonesia untuk ekonomi growth,” terang doktor lulusan Universitas Gottingen (Georg-August-Universitat Gottingen).

 

Selain pertumbuhan ekonomi, ia juga menyebut inflasi masih terjaga. “Kita masih normal, pertumbuhan ekonomi kita relatif bagus jauh dari inflasi standar-standar saja sebagaimana tahun sebelumnya tentu bahkan bisa terkendali,” tambah Jaenal Effendi.

 

Sementara itu, ia menilai Indonesia diuntungkan oleh sumber daya alam yang melimpah ruah. Ini memperkuat posisi Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang stabil bahkan jauh dari negara lain di beberapa negara tetangga.

 

“Mineral maupun non mineral lainnya. Sawit, emas, nikel, dan yang lainnya,” ucap Jaenal.

 

Ia mengatakan, hal tersebut berbanding terbalik dengan kondisi perekonomian di negara-negara Eropa. Kondisi ini menyulitkan masyarakat karena aktivitas ekonomi yang ‘seret’ lantaran demand produk yang rendah tentu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

 

“Permintaan dalam negeri terhadap banyak hal itu masih minim bahkan kalau kita lihat fenomena di Eropa saya dengar mereka sudah mulai pergi ke luar negeri karena begitu menggunungya pajak di negaranya yang ini dibebankan kepada masyarakat,” pungkasnya.

 

Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Aiz Luthfi