Nasional

INFID Soroti Urgensi Keterlibatan Perempuan dalam Pemilu 2024

Jumat, 31 Maret 2023 | 13:30 WIB

INFID Soroti Urgensi Keterlibatan Perempuan dalam Pemilu 2024

Para narasumber berfoto usai acara talkshow 'Menguak Minimnya Capres dan Cawapres Perempuan', yang diselenggarakan INFID, di Jakarta, Kamis (30/3/2023). (Foto: NU Online/Syifa)

Jakarta, NU Online
Kurangnya representasi perempuan dalam politik dan parlemen di Indonesia semakin relevan menjelang tahun politik 2024. Ini tercermin dari beberapa indikator. Misalnya, wacana bakal calon presiden dan wakil presiden yang didominasi figur laki-laki.

 

Hal tersebut disampaikan Peneliti Perludem Nurul Amalian Salabi dalam talkshow ‘Menguak Minimnya Capres dan Cawapres Perempuan’, di Jakarta, Kamis (31/3/2023).

 

Selan itu, Amel, sapaan akrabnya juga mengatakan bahwa jumlah anggota legislatif DPR RI dari kalangan perempuan belum pernah menyentuh kuota 30 persen, sesuai target UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

 

“Secara nasional, gap representasi perempuan dalam politik dan parlemen masih cukup jauh dari regulasi pemilu,” kata Amel.

 

Berdasarkan hasil pemilu 2019, keterwakilan perempuan di DPR RI hanya 20,8 persen, masih jauh dari ketentuan di UU Pemilu No 7/2017 yang menetapkan angka minimal keterwakilan perempuan di parlemen sebanyak 30 persen.

 

Karenanya, ia menilai partai politik memegang peranan sentral dalam membuka keran keterwakilan perempuan. Salah satunya adalah praktik pencalonan perempuan hanya untuk mengisi kuota.

 

“Kaderisasi yang tidak berjalan. Dalam UU Pemilu itu ada, tetapi hanya satu, mengatur minimal 30 pesen kepengurusan perempuan. Salah satu kajian menunjukkan bahwa ketika partai politik memasukan 30 persen kepemimpinan perempuan dalam DPP itu hanya pada saat menjelang pemilu” ungkapnya.

 

Masalah lain menurut Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M Isnur adalah mekanisme ambang batas presiden 20 persen dalam pencalonan presiden RI juga menjadi halangan besar bagi perempuan untuk mencalonkan diri.

 

“Ada kesalahan besar. Hal ini membuat (parpol) mengerucut pada pasangan-pasangan yang disukai partai”, ujar Isnur.

 

Sementara itu, Betty Epsilon Idroos, selaku penyelenggara pemilu, KPU RI berupaya menciptakan regulasi yang dapat mendorong kandidasi perempuan.

 

“Saat ini sedang disusun, bahwa minimal 1 di antara 3 (calon legislatif) harus berjenis kelamin perempuan. Kita merujuk pada peraturan, agar tidak harus menempatkan perempuan di posisi (nomor urut bontot) seperti 3, 6, dan 9”, jelas anggota KPU RI itu.

 

Sebagai informasi, acara ini diselenggarakan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) dalam momentum International Women’s Day (IWD), dengan mengambil tajuk “International Women’s Day 2023: Menguak Minimnya Capres dan Cawapres Perempuan”.

 

Tujuan dari acara itu sebagai penggerak diskursus publik untuk mendorong perempuan Indonesia dapat berperan lebih signifikan dalam ranah politik.

 

Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Aiz Luthfi