Innalillahi, Abdullah Wong Pengurus Lesbumi PBNU Meninggal Dunia
Sabtu, 22 Juni 2024 | 18:00 WIB
Abdullah Wong saat membacakan cerpen Pengemis dan Shalawat Badar karya Ahmad Thohari dalam acara Orasi Budaya di kantor PBNU pada 2014. (Foto: dok. NU Online)
Suci Amaliyah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Innalillahi wa inna ilaihi raji'un, pengurus Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang juga Seniman Abdullah Imam atau akrab disapa Abdullah Wong (47) meninggal dunia pada Sabtu (22/6/2024) di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta. Kabar tersebut dibenarkan oleh Ketua Lesbumi PBNU, M. Jadul Maula.
"Iya benar, tadi bakda ashar di RS Fatmawati," ucap Jadul Maula melalui pesan singkat kepada NU Online, Sabtu (22/6/2024).
Ia menambahkan, seniman dan budayawan asal Brebes dengan rambut khas gondrongnya tersebut memiliki riwayat penyakit jantung. "Sepertinya sakit jantung," kata Kiai Jadul.
Terkait pemakaman, Jadul Maula mengatakan belum mengetahui kepastiannya. Saat ini almarhum Abdullah Wong disemayamkan di rumah duka di Ciracas, Jakarta Timur.
Sosok Abdullah Wong
Abdullah Wong lahir di Lahir di Desa Jatirokeh, Kecamatan Songgom, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah pada 12 November 1977. Sejak kecil ia mengaji khazanah klasik kepada ulama-ulama di kampungnya. Pendidikan menengah ditempuh di MTs Assyafi'iyyah Jatibarang, Brebes. Setamat MTs, Wong melanjutkan pendidikan ke MAN Babakan Lebaksiu Tegal.
Di Babakan inilah Wong mengaji kepada Kiai Malik bin Isa, Kiai Sya'roni juga Kiai Khowi. Pada tahun 1995 lulus dari MAN Babakan dan melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Kempek Cirebon, Jawa Barat.
Di pesantren yang diasuh oleh Almarhum Kiai Ja'far Shodiq 'Aqiel, kakak kandung dari Kiai Said Aqil Siroj ini, Wong makin mendalami khazanah klasik Islam. Pada tahun 1999, Wong meninggalkan pesantren Kempek untuk merantau dan berkunjung ke sejumlah pesantren di tanah air. Sejak itu Abdullah Wong mulai mengembara baik secara intelektual maupun spiritual. la mengunjungi tokoh ulama, pesantren-pesantren, hingga para seniman.
Tak hanya ulama dari kalangan Muslim, Wong juga mengunjungi tokoh-tokoh lintas agama. Pengembaraannya itu mengantarkan dirinya sampai ke Jakarta.
Di Jakarta ia sempat tercatat kuliah di beberapa universitas. Pertama pada 2001 tercatat kuliah di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dengan jurusan Ilmu Komunikasi.
Tak puas di UMJ, pada tahun 2003 Wong melanjutkan ke Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Jakarta. Di kampus Katolik ini Wong mendalami filsafat Barat. Tak lama kemudian pada tahun 2006 Wong kuliah di Islamic College for Advanced Studies (ICAS) a Branch of London di Jakarta. Di ICAS ini Wong mendalami filsafat dan metafisika Islam.
Selain bergulat di ranah intelektual, di ibu kota inilah Wong mulai menapaki jejak kebudayaan. Menulis sajak, mendirikan grup teater, menulis naskah dan menggelar pentas drama, hingga menulis lirik lagu.
Wong juga dikenal sebagai penulis dan editor lepas di beberapa penerbit. Menulis skenario film dokumenter untuk beberapa stasiun TV lokal dan Negara tetangga. Kontributor kajian religi di sejumlah radio seperti KIS FM, Mustang FM, dan Lite FM. Pemateri tetap dalam Pembibitan Calon Dai Muda Tingkat Nasional di Kementerian Agama sejak 2012 hingga kini.
Di antara karya buku yang pernah ditulis adalah Beyond Motivation (Penerbit Noura Books, 2012); Cinta Gugat (Kumpulan Sajak-2014); Novel MADA (Penerbit Makkatana, 2013); buku Jimat NU (penerbit Ar-Ruz, 2014). Untuk Novel MADA pernah dipentaskan dalam bentuk drama teater kolosal arahan sutradara Bambang Prihadi di Taman Ismail Marzuki (TIM).
Novel MADA juga menginspirasi pameran instalasi MADA arahan Aidil Usman pada 18-24 Oktober 2013 di TIM, Jakarta. Novel Mada juga diikutkan dan dibincangkan dalam Festival Buku dan Apresiasi Sastra pada 23 April sampai 23 Mei di Yogyakarta.
Jejak lain yang pernah ditapaki Abdullah Wong adalah menjadi sutradara Persinggahan, Karya alm. Zainal Arifin Toha di Teater Lingkar, Jakarta (2003); Menulis dan menyutradarai pentas Kematian Kehidupan (2004); Menulis naskah drama Kerudung Kertas (2004); Monolog Malingzt, dipentaskan oleh aktor Mirzan Insani di UIN Jakarta (2009).
Menulis naskah Cermin Bercermin dipentaskan di Bentara Budaya Jakarta pada 28 - 29 Oktober 2011; Riset Kampung Baduy untuk pentas Kubangan (2007); Peracik naskah Kubangan (2008); Riset dan Menyusun buku Orang Pulo di Pulau Karang dalam Hajatan Pulang Babang di Kepulauan Seribu (2011-2012); Narator Opera Verdi II Trovatore pada Festival Schouwburg X bersama Catharina W. Leimena di Gedung Kesenian Jakarta (2012); Penulis dan ide cerita drama MADA yang dipentaskan Lab Teater Ciputat dan Teater Syahid di Hall Student Centar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta (2013).
Menjadi sutradara pentas Suluk Sungai - Sedekah Sungai di Hutan Kota Kali Pesanggrahan dalam program Kota Tenggelam bersama Dewan Kesenian Jakarta di Hutan Kota Pesanggrahan Sangga Buana (2014); Sutradara dan proses Suluk Sungai (Performance Solo dan Kolektif) di Lab Teater (2015).
Karya terbaru Abdullah Wong adalah sebuah novel berjudul Mata Penakluk yang berisi Manaqib KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Menurut penulis, novel ini akan dilanjutkan dengan sekuel berikutnya dengan judul Hati Sang Penakluk.
Abdullah Wong pernah membacakan cerpen Pengemis dan Shalawat Badar karya Ahmad Thohari dalam acara Orasi Budaya di kantor PBNU pada 2014.
Abdullah Wong meninggalkan istrinya Naning Nurhalimah dan kedua buah hatinya, Puisi Wihdah dan Damar Arahat Abdullah.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua