Nasional

Investasi BPKH Perlu Didorong Lebih Fleksibel

NU Online  ·  Jumat, 19 September 2025 | 20:00 WIB

Investasi BPKH Perlu Didorong Lebih Fleksibel

Gedung Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). (Foto: dok. BPKH )

Jakarta, NU Online

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) didorong agar lebih fleksibel dalam menginvestasikan dananya. Hal ini mengingat dalam UU Nomor 34 tahun 2014 masih terbatas pada investasi syariah yang berdampak pada nilai manfaat yang juga masih terbatas.


"Kalau acuannya adalah untuk BPKH itu hadirkan untuk memberikan maslahat yang seluas-seluasnya kepada jamah haji, kan kira-kira gitu ya, ya tentu lebih fleksibel," kata Mustolih Siradj, Ketua Komnas Haji dan Umrah, sebagaimana dilansir dari kanal Youtube NU Online pada Jumat (19/9/2025).


Terlebih, lanjutnya, BPKH juga ragu untuk melangkah karena ada pasal tanggung renteng, yaitu ketika investasinya rugi itu menjadi tanggung jawab para pimpinannya. 


"Kalau ditelusuri banyak undang-undang, undang-undang asuransi misalnya, di perbankan juga menerapkan hal yang sama. Sepanjang kerugian itu kemudian kalau dengan, kalau sudah dilakukan secara hati-hati, dengan pruden, dengan itikad baik, dan ada namanya business judgment rules gitu ya, itu sebetulnya tidak otomatis menjadi tanggung jawab, tanggung renteng tadi," jelasnya.

 

Tanggung renteng itu bisa diterapkan jika memang investasi dilakukan secara tidak hati-hati, teledor, tidak cermat. Jadi, pasal itu sebetulnya tidak masalah. "Tapi yang sekarang adalah bagaimana kemudian tujuan investasinya itu lebih luas," katanya.


Oleh karena itu, ia menyebut investasi itu bisa juga diterapkan dalam ruang ekonomi yang konvensional. "Ya menurut saya sih mestinya boleh di syariah, boleh juga di konvensional. Hanya nanti dibatasi saja, seperti halnya investasi di penempatan nih, deposito, itu kan dikurangi," ujarnya.


Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2018, investasi juga dibatasi dengan nilai maksimal penempatan pada deposito, emas, dan lainnya.


"Nah mungkin ke depan juga bisa begitu, di-mix," kata dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.


Karenanya, tidak hanya di sektor ekonomi syariah saja, tapi juga di konvensional. Hal ini bisa dilakukan sepanjang dinilai aman. Memang, katanya, jika investasi diharapkan dapat memperoleh pendapatan yang tinggi, tentu risikonya tinggi. Pun jika ingin risiko rendah, perolehannya juga serupa.


"Tapi kalau mau aman-aman saja, return-nya rendah kan begitu. Makanya kan sekarang (nilai manfaat) berkisar di 5, 6, 7 persen, sedangkan tadi inflasi atau segala macam terus naik," katanya.


Hasil daripada nilai manfaat yang didapatkan oleh BPKH, pada akhirnya tergerus. Hal ini terjadi karena berpacu dengan inflasi, berpacu dengan kebijakan Saudi yang juga kadang kalah menaikkan pajak, aftur yang kadang melambung tinggi.


"Nah ini yang dinamika-dinamika seperti ini yang kemudian perlu mitigasi risiko di BPKH," ujarnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang