Jelang Satu Abad NU, Ini Pesan Kiai Said untuk Anak Muda
Ahad, 19 Desember 2021 | 13:50 WIB
Muhamad Abror
Kontributor
Jakarta, NU Online
Menjalang satu abad atau usia ke-100 tahun NU pada tahun 2026 mendatang, Katua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj berpesan untuk anak muda NU agar tetap berpegang teguh para prinsip moderat dan toleran. Menurutnya, dengan demikian anak-anak muda NU tidak akan mudah terseret dalam cara berpikir yang liberal dan sekuler.
Hal itu ia sampaikan saat wawancara eksklusif Lebih Dekat dengan KH Said Aqil Siroj jelang Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama bersama tim dari NU Online yang tayang di YouTube NU Online pada Sabtu (18/12/2021).
“Generasi muda NU, bagaimana pun, alumni mana pun, harus tetap berpegang pada prinsip tawasuth dan tasamuh. Moderat dalam hal apapun. Jangan sampai terdorong untuk berpikir liberal. Kadang-kadang intelektual itu mendorong seseorang untuk berpikir liberal,” papar Kiai Said.
Lebih lanjut kiai kelahiran Cirebon, Jawa Barat itu menjelaskan, agar bisa menjaga cara berpikir moderat, anak-anak muda NU harus selalu berpegang pada prinsip-prinsip yang telah diajarkan oleh pesantren yang bersumber dari kutubut turats. Jika prinsip tersebut sudah kokoh, tinggal dikembangkan dengan bebas dan kontekstual serta tetap di bawah pengawasan kiai.
“Jadi, cara berpikir (anak muda NU) itu dari pesantren, ala kutubut turats. Jangan sampai tertarik dengan rayuan-rayuan liberalisasi ataupun sekularisasi,” imbuh Pengasuh Pesantren Luhur Al-Tsaqafah Ciganjur, Jakarta Selatan itu.
Untuk mengontrol banyaknya anak muda NU sekarang yang memiliki multidisiplin keilmuan, kiai Said mempercayakan kepada salah satu organisasi badan otonom NU, yaitu Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU).
Berikutnya, Kiai Said berpesan kepada kiai-kiai NU agar terus mendorong pendidikan nasional sehingga mampu menghadapi era globalisasi. Dengan catatan, tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang ada sekaligus bisa menghadapi tantangan zaman.
“Memang itu berat, tapi tetap harus NU hadapi. Jadi pesantren didorong agar lebih terbuka, maju, memberi ruang kepada para santri yang intelektual dan berpikir bebas, tetapi tetap dalam pengawasan kiai agar tidak berpikir liberal,” katanya.
Dalam hal ini, Kiai Said mencontohkan Pesantren Lirboyo, Timur dan Sidogiri, Jawa Timur. Menurut dia, kedua pesantren tersebut sudah mampu mengkader para santrinya untuk tetap berpegang pada prinsip dan mampu mengontekstualisasikannya melalui diskusi dan seminar yang diselenggarakan oleh pihak pesantren.
“Insya Allah, kalau demikian, keluar dari pesantren akan menjadi intelektual yang tanggap dalam menghadapi tantangan dunia seperti sekarang ini,” harapnya.
Islam Indonesia
Pada kesempatan itu, Kiai Said juga menyoroti corak Muslim di Indonesia. Menurutnya, menjadi Muslim di Indonesia sangat beruntung karena hidup di negara bangsa, bukan negara Islam. Sebab, hidup di negara bangsa memiliki kebebasan berekspresi sehingga bisa berpikir lebih maju, kreatif, dan inovatif.
“Bagaimana kalau kalau kita, misalkan, hidup di negara Islam seperti di Suriah atau Irak, yang tidak ada kebebasan sama sekali, perang berkelanjutan. Bagaimana mau maju cara berpikirnya?” ujar Kiai Said.
Lebih lanjut Kiai Said menjelaskan, berkat hidup di negara bangsa, umat Muslim Indonesia memiliki banyak cendekiawan yang berwawasan luas dan terbuka seperti KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Nurcholish Madjid (Cak Nur). “Mengenai pro dan kontranya, itu hal biasa”, imbuhnya.
Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua