Kaleidoskop 2019: Germas dan Pencegahan Stunting Jadi Fokus Muslimat NU
Selasa, 31 Desember 2019 | 11:30 WIB
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan, 30,8 persen balita di Indonesia mengalami stunting. Memang, angka ini turun jika dibandingkan data Riskesdas 2013, yakni 37,2 persen.
Meski demikian, angkanya masih jauh dari target WHO yakni 20 persen. Berangkat dari kondisi di atas, Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (PP Muslimat NU) terus menggalang kemitraan dan partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan stunting.
Menggandeng Kementerian Kesehatan dan Dinas terkait, Muslimat NU intens melakukan kegiatan gerakan masyarakat hidup sehat (germas) dan pencegahan stunting di sejumlah daerah.
Program Germas dan Pencegahan Stunting PP Muslimat NU telah dilakukan di sejumlah daerah di antaranya, Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Banjarbaru di Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan di Makassar, Banten di Pandeglang dan Lebak, Jawa Timur di Nganjuk, serta Jawa Tengah di Banyumas.
Ketua IV PP Muslimat NU Hj Aniroh Slamet Effendy Yusuf menjelaskan, sasaran germas adalah pesantren dan majelis taklim yang meningkat ke arah orientasi dan mobilisasi gerakan. Menurutnya, penggalangan kemitraan dan partisipasi masyarakat dalam gerakan untuk mewujudkan hidup sehat dan pencegahan stunting sangatlah penting agar masyarakat menjalani pola hidup dengan gerakan hidup sehat.
Dalam hal ini, Kementerian Kesehatan RI dan Dinas terkait memandang peran strategis Muslimat NU dalam menurunkan angka stunting di Indonesia yang masih cukup tinggi. Hal ini dikarenakan Muslimat NU mempunyai anggota dan kader di seluruh Indonesia dan langsung terkait dengan problem sehari-hari ibu dan anak.
“Dengan kegiatan ini diharapkan masyarakat khususnya Banyumas dan Indonesia sadar akan pentingnya cara hidup sehat dan sadar untuk bersama-sama mencegah stunting untuk menciptakan generasi penerus yang lebih baik dan sehat,” terang Aniroh, Rabu (28/8/2019) saat memberikan sambutan dalam kegiatan germas dan pencegahan stunting di Banyumas, Jawa Tengah.
Ambang batas prevalensi stunting dari WHO mengategorikan angka stunting 20 sampai kurang dari 30 persen sebagai tinggi, dan lebih dari atau sama dengan 30 persen sangat tinggi.
Indonesia tidak sendiri. Ada 44 negara lain dalam kategori angka stunting sangat tinggi. WHO juga mencatat, 60 dari 134 negara masih memiliki tingkat stunting di bawah standar 20 persen. Padahal, stunting adalah indikator kunci kesejahteraan anak secara keseluruhan.
Negara-negara dengan angka stunting tinggi merefleksi ketidaksetaraan sosial di dalamnya. WHO menjadikan stunting sebagai Focus Global Nutrition Targets untuk 2025, juga Sustainable Development Goals untuk 2030. Upaya memberantas stunting tidak hanya harus jadi perhatian pelaku sektor kesehatan.
Sektor ketersediaan pangan, harga pangan terjangkau, dan lapangan kerja guna mencukupi kebutuhan hidup juga perlu diperhatikan. Fokus pada problem remaja perempuan juga harus menjadi perhatian utama dalam upaya pencegahan stunting.
Tidak hanya dari aspek kesehatan, peningkatan peran perempuan dalam ekonomi keluarga dan pengasuhan anak juga penting. Pasalnya, jika perempuan punya posisi ekonomi baik dalam keluarga, daya tawar mereka pun lebih baik.
Dalam sambutannya, Erna mengatakan bahwa kegiatan optimalisasi ini merupakan pelaksanaan program 2017 lalu dengan tiga gerakan yaitu makan buah dan sayur, gerakan fisik, dan cek kesehatan rutin.
Sedangkan di tahun 2018 ditambah gerakan tidak merokok, jamban sehat, dan kebersihan lingkungan (kaling). Pada awal Oktober 2018 ini selanjutnya dilakukan persiapan dan orientasi.
Pewarta: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
250 Santri Ikuti OSN Zona Jateng-DIY di Temanggung Jelang 100 Tahun Pesantren Al-Falah Ploso
Terkini
Lihat Semua