Keadilan untuk Munir Harus Tuntas agar Pelanggaran HAM Tidak Terulang Kembali
NU Online · Sabtu, 11 Oktober 2025 | 10:00 WIB
Bivitri Susanti dalam acara Bedah dan Diskusi Buku berjudul Kami Sudah Lelah dengan Kekerasan yang digelar di Gedung Tempo Media Group, Palmerah, Jakarta Barat, Jumat (10/10/2025). (Foto: NU Online/Mufidah)
Mufidah Adzkia
Kontributor
Jakarta, NU Online
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menekankan bahwa perjuangan menegakkan hak asasi manusia (HAM) tidak pernah mudah dan tidak boleh berhenti meskipun penuh tantangan.
Ia juga menyoroti kasus pembunuhan terhadap aktivis HAM, Munir Said Thalib, harus segera tuntas agar kasus serupa tidak terulang kembali di masa depan.
“HAM itu bukan sesuatu yang bisa didapat dengan mudah, pasti harus diperjuangkan. Ini bukan persoalan kita melawan siapa pun, tetapi soal keadilan untuk keluarga Cak Munir,” ujar Bivitri dalam acara Bedah dan Diskusi Buku berjudul Kami Sudah Lelah dengan Kekerasan yang digelar di Gedung Tempo Media Group, Palmerah, Jakarta Barat, Jumat (10/10/2025).
Baca Juga
Aktivis Ham Munir Meninggal Dunia
Bivitri juga mengingatkan bahwa pembunuhan Munir bukan sekadar kejahatan terhadap individu, tetapi upaya sistematis untuk membungkam pembela HAM dan menebar ketakutan di tengah masyarakat sipil.
“Cak Munir dibunuh agar kerja-kerja pembela HAM berhenti dan agar kita semua takut. Kalau kita gagal, mungkin kita tinggal menunggu siapa lagi yang akan diracun,” ucapnya Sekretaris Jenderal Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) itu.
“Pertanyaannya bukan soal yakin atau tidak yakin, tapi apakah kita akan terus memperjuangkan kasus Munir? Jawabannya iya, ini harus diperjuangkan sampai tuntas,” tegasnya.
Bivitri menambahkan, meski peristiwa itu sudah berlalu 21 tahun, bayang-bayang ketakutan masih terasa di kalangan aktivis.
“Bahkan sekarang masih ada teman yang mengingatkan saya, ‘jangan minum apa pun di pesawat’ itu menunjukkan trauma yang belum sembuh karena kasus ini tak pernah diungkap,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Koordinator Bidang Eksternal KontraS Andrie Yunus menegaskan bahwa penyelesaian kasus Munir bisa menjadi pintu masuk untuk membuka kasus-kasus pelanggaran HAM berat lainnya di masa lalu.
“Kalau ingin menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu, mulailah dari kasus Munir. Karena dari situ bisa terbuka semua kasus yang pernah ia tangani,” kata Andrie.
Andrie menjelaskan bahwa kewenangan penyelidikan kasus Munir kini berada di tangan Komnas HAM.
“Penyelidikan pelanggaran HAM berat tidak memiliki batas waktu. Kasus ini melibatkan institusi negara, mulai dari BUMN hingga sektor keamanan. Jika tidak dibongkar, keberulangan pelanggaran akan terus terjadi,” tambahnya.
Andrie juga menyinggung tindakan aparat kepolisian yang menyita 16 buku milik aktivis Pedro, yang dianggap sebagai bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berpikir.
“Penyitaan buku-buku riset itu menciptakan politik ketakutan. Buku adalah ruang berpikir, bukan barang bukti kejahatan. Pemikiran dijamin oleh HAM secara bebas dan merdeka,” tegasnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU Hadir Silaturahim di Tebuireng
6
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
Terkini
Lihat Semua