Muhammad Syakir NF
Penulis
Jakarta, NU Online
Perdebatan mengenai nikah beda agama kembali mencuat. Pasalnya, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 2 Tahun 2023 yang mengikat hakim untuk tidak mengizinkan pencatatan perkawinan antarumat berbeda agama pada 17 Juli 2023 lalu. SE MA ini memperkuat dan menegaskan keberadaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang tidak memperbolehkan pernikahan beda agama.
Perihal nikah beda agama ini pernah dibahas dalam Muktamar ke-28 Nahdlatul Ulama tahun 1989 di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta. Para ulama NU menetapkan bahwa pernikahan antarumat berbeda agama adalah tidak sah. Hal ini menjawab pertanyaan, “Bagaimana hukumnya nikah antara dua orang yang berlainan agama di Indonesia ini?”
Ketetapan ini senada dengan keputusan yang pernah dibuat ulama-ulama NU pada Muktamar NU tahun 1962 dan Muktamar Thariqah Mu’tabarah tahun 1968.
Baca Juga
Hukum Nikah Beda Agama
“Hukum nikah demikian tidak sah, sebagaimana telah diputuskan dalam Muktamar NU tahun 1962 dan Muktamar Thariqah Mu’tabarah tahun 1968,” demikian bunyi keputusan Muktamar Ke-28 NU Tahun 1989 sebagaimana termaktub dalam buku Ahkamul Fuqaha dikutip NU Online, Ahad (23/7/2023).
Para ulama mendasari keputusan hukumnya itu pada pandangan para ulama terdahulu. Di antaranya, Muktamar ini mendasarkan keputusan itu pada kitab Hasyiyah as-Syarqawi karya Syekh Abdullah bin Hijazi bin Ibrahim as-Syarqawi.
Dijelaskan dalam kitab tersebut, bahwa pernikahan seorang Muslim dengan perempuan non-Muslim selain ahli kitab murni adalah batal. Hal ini didasarkan pada Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 221, “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman ...”
Maksud dari ahli kitab murni adalah mereka yang betul-betul pemeluk agama yang berpegangan pada kitab Taurat dan Injil dari sejak leluhurnya tanpa ada satu pun yang tidak meyakininya dan berpindah dari satu agama ke agama lainnya.
Sementara itu, seorang perempuan Muslimah tidak halal bagi laki-laki non-Muslim menurut kesepakatan ulama. Pun perempuan murtad tidak halal bagi siapapun sebagaimana termaktub dalam kitab tersebut.
Pandangan ini diperkuat dengan keterangan yang terdapat dalam kitab Al-Muhadzdzab karya Syekh Abu Ishaq al-Syairazi. Dijelaskan di dalamnya, bahwa pemeluk agama Yahudi dan Nasrani setelah terjadinya perubahan, maka lelaki Muslim tidak boleh menikahi perempuan merdeka mereka dan tidak boleh menyetubuhi budak wanita mereka dengan memilikinya. Sebab mereka telah memeluk agama batil, seperti Muslim yang murtad.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua