Kesenjangan Nasib Guru Honorer Kemenag dan Kemendikdasmen Kian Lebar
NU Online · Selasa, 25 November 2025 | 14:30 WIB
Achmad Muhtadin (59), Guru Bahasa Arab MTs Nurul Huda Banyuputih, Batang, Jawa Tengah telah 25 Tahun mengabdi tanpa kejelasan nasib. (Foto: M Asrofi/NU Online)
Muhammad Asrofi
Kontributor
Batang, NU Online
Peringatan Hari Guru Nasional 2025 kembali menjadi cermin bagi kondisi riil para pendidik di Indonesia. Terutama guru honorer yang berada dalam naungan Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).
Di tengah berbagai program peningkatan kualitas pendidikan yang digaungkan pemerintah, kesenjangan nasib antarguru di dua kementerian tersebut terasa semakin lebar.
Suara itu menguat dari sejumlah guru honorer di daerah yang telah lama mengabdi namun belum merasakan perhatian dan pemerataan kesempatan yang layak.
25 Tahun Mengabdi, Guru Kemenag Belum Berstatus ASN
Achmad Muhtadin (59), Guru Bahasa Arab MTs Nurul Huda Banyuputih, Batang, Jawa Tengah telah mengabdikan diri lebih dari seperempat abad. Namun hingga menjelang masa pensiunnya, ia belum juga terangkat menjadi ASN maupun PPPK.
“Harapan (kepada pemerintah), untuk guru lebih diperhatikan, karena semakin lama guru menghadapi tugas yang lebih berat khususnya untuk membentuk karakter para murid dalam era modern ini,” ujar Muhtadin kepada NU Online, Selasa (25/11/2025).
Selama 25 tahun mengajar Bahasa Arab, Muhtadin menyaksikan dinamika karakter siswa yang berubah drastis akibat perkembangan teknologi. Menurutnya, guru saat ini menghadapi persoalan yang lebih kompleks dibanding dua dekade lalu.
“Tentunya banyak tantangan maka dari itu untuk guru lebih diperhatikan lagi khususnya untuk memberikan suatu motivasi dalam meningkatkan kualitas pendidikan untuk murid-murid kita,” terangnya.
“Sekarang hambatannya lebih banyak. Pengaruh IT besar sekali. Positif ada, tapi negatif juga banyak. Itu sesuatu yang harus kita hadapi sebagai guru,” tuturnya.
Menjelang usia 60 tahun, ia melihat yang dulu murid justru sudah menjadi PNS, dosen, bahkan sedang menempuh S3. Meski bangga, ia tak menutupi adanya rasa miris.
“Guru-guru yang masih lama untuk mengabdikan diri di dunia pendidikan ini harapannya akan lebih mendapatkan perhatian yang lebih supaya mereka dapat menunaikan tugasnya dengan lebih baik, lebih berkualitas, dan sebagainya,” ujarnya.
Kesenjangan di tubuh Kemenag juga dirasakan Muchsinin (34), Guru Matematika Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama 01 Limpung Kabupaten Batang. Selama 11 tahun mengajar, ia belum sekalipun menerima undangan Pendidikan Profesi Guru (PPG), yang menjadi syarat penting untuk mendapatkan sertifikasi dan peningkatan kesejahteraan.
“Kudune Dinas itu oleh bantuan Smart TV ojo pilih kasih (harusnya Dinas itu dapat bantuan Smart TV jangan pilih kasih). Termasuk pengangkatan PPG. Di dinas, guru 2 tahun langsung undangan PPG. Tapi saya di Kemenag 11 tahun belum masuk. Rasane koyo dianaktirikan (Rasanya seperti dianaktirikan),” keluhnya.
Ia mencontohkan situasi di lingkungan tempat tinggalnya. Menurutnya, guru agama dengan masa kerja kurang dari 11 tahun kini banyak yang sudah mendapatkan kesempatan pengangkatan. Bahkan ada salah satu rekan guru di sebuah SMP swasta yang baru dua tahun mengajar sudah diterima mengikuti PPG.
“Ada teman yang baru dua tahun mengajar tapi langsung lolos PPG. Sayangnya, sebagian guru lain tidak masuk kategori meski beban kerjanya sangat banyak. Kesempatan itu terasa belum merata,” ujarnya.
Muchsinin juga menyoroti turunnya semangat belajar siswa. Beban guru semakin berat, mulai dari menyiapkan media pembelajaran hingga membangkitkan motivasi siswa. Namun perhatian terhadap kondisi mereka disebut tidak seimbang.
Guru di bawah Kemendikdasmen: 3 Tahun Mengajar, Sudah Masuk PPG
Kisah berbeda datang dari guru di bawah naungan Kemendikdasmen. Yayuk Faridah (25), Guru IPS SMP NU 01 Limpung, telah mengabdikan diri hampir tiga tahun. Meski baru beberapa tahun mengajar, ia sudah menerima undangan PPG dan bahkan mendapat jadwal ujian tepat saat Hari Guru Nasional 2025.
“Itu hadiah yang sangat berharga bagi saya. Hari Guru kali ini punya makna yang sangat besar karena saya diterima PPG dan mendapat jadwal ujian tertulis,” ungkapnya.
Yayuk mengakui bahwa perjalanannya sebagai guru pemula penuh proses belajar. Ia belajar memahami karakter, perilaku, dan latar belakang siswa. Namun ia bersyukur dapat terus berkembang melalui kesempatan pendidikan formal yang diberikan pemerintah.
“Saya sebagai guru juga tetap belajar memahami murid sifat, karakter, perilakunya. Alhamdulillah saya bisa sedikit berbagi ilmu,” tuturnya.
Walaupun begitu, ia juga merasakan tantangan karena SMP NU 01 Limpung masih termasuk sekolah baru dengan fasilitas terbatas.
“Tantangan besar karena fasilitas masih kurang. Tapi setelah ikut PPG, banyak cara, media, dan metode pembelajaran yang bisa diterapkan. Yang penting pembelajaran fokus pada peserta didik,” kata Yayuk.
Di sisi lain, ia mengakui pemerintah sudah memberikan bantuan seperti TV digital untuk mempermudah proses mengajar.
“Alhamdulillah pemerintah sudah memberikan bantuan TV digital, sangat mempermudah guru. Harapan saya, kesejahteraan guru harus semakin ditingkatkan,” ujarnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU Hadir Silaturahim di Tebuireng
6
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
Terkini
Lihat Semua