Muhammad Syakir NF
Penulis
Yogyakarta, NU Online
Hujan seolah merahmati dan memberkati perjalanan para pemimpin agama dunia di Yogyakarta dalam agenda Forum Agama G20 atau R20. Tiba di kawasan wisata Candi Prambanan Ahad (11/6/2022), gerimis kecil turun. Panitia bergerak cepat membagikan payung ke peserta.
Lima pemandu menjelaskan sejarah pendirian bangunan yang menjadi warisan budaya Unesco itu. Di sana, bukan saja menikmati kemegahan tempat peribadatan umat Hindu, tetapi para pemimpin agama dunia itu juga turut menyaksikan Ritual Tumpek Landek.
Usai menyaksikan kemegahan Candi Prambanan yang dibangun sekitar 1.100 tahun yang lalu, para pemimpin agama itu mengambil tempat untuk makan malam bersama di kawasan wisata dengan pemandangan Candi Prambanan yang disorot lampu. Kian tampak kemegahan bangunan itu, sekaligus makan malamnya.
Shalawat Jawi Emprak mengawali penampilan untuk menghibur para pemimpin agama itu. Penampilan itu ditunjukkan grup dari Pesantren Kaliopak Yogyakarta yang diasuh oleh KH Jadul Maula, Ketua Lembaga Seni dan Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Dalam sambutannya mewakili PBNU, KH Ulil Abshar Abdalla menyampaikan bahwa keberadaan Prambanan merupakan perwujudan kehidupan harmoni di Indonesia. Keberadaan Candi Prambanan juga menegaskan bahwa Indonesia melestarikan tradisi kebudayaan yang kaya.
Sementara itu, Direktur Bimas Hindu Kementerian Agama Prof I Nengah Dwija menyatakan, pihaknya akan memberikan pengarahan kepada umat Hindu, untuk senantiasa mengelola keragaman Indonesia.
Prof Dwija menegaskan, bahwa keragaman Indonesia tersurat dalam kaki burung Garuda lambang negara, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Garuda juga merupakan simbol kendaraan dewa bagi umat Hindu.
"Sasandi itu digunakan Indonesia dalam perbedaan agama, bahasa, etnis, dan seluruh lainnya," katanya.
Frasa Bhinneka Tunggal Ika itu termaktub dalam Kitab Kakawin Sutasoma yang ditulis oleh pujangga masa lalu, Mpu Tantular.
Sejarah Prambanan
Selain penampilan Shalawat Emprak, ada pula penampilan Tari Roro Jonggrang. Tarian ini bukan sekadar tari, tetapi juga mengandung cerita sejarah pendirian Candi Prambanan.
Roro Jonggrang meminta syarat dibangunkan 1.000 candi dalam satu malam kepada Bandung Bondowoso yang melamarnya. Namun, saat ayam berkokok, candi itu baru jadi 999, kurang satu. Hal ini akibat perintah Roro Jongrang kepada masyarakat untuk menumbuk padi dan membakar gunungan jerami di bagian timur. Dengan begitu, suasana pagi tampak terasa sehingga pembantu Bandung Bondowoso dari kalangan makhluk halus kembali ke tempat asalnya. Akhirnya, lamaran itu ditolak dan Roro Jonggrang dikutuk menjadi satu candi pelengkap.
Karenanya, selain dikenal sebagai Candi Prambanan yang berarti para Brahmana, kawasan ini juga dikenal sebagai Candi Sewu atau candi seribu.
Namun, cerita itu merupakan legenda kisah masa lalu yang kebenarannya masih diragukan. Menurut pemandu, candi di Prambanan aslinya berjumlah 240 buah.
Candi ini dibangun pada abad kesembilan, tepatnya sekitar tahun 856 M. Namun, candi ini roboh akibat gempa bumi yang terjadi pada sekitar tahun 1000-an M. Kemudian, candi ini dibangun ulang sejak abad 19, tepatnya tahun 1889. Sampai sekarang, baru ada 21 candi.
Setelah menyaksikan tari, malam di Prambanan itu ditutup dengan bermain angklung bersama Saung Angklung Udjo dari Bandung, Jawa Barat. Seluruh peserta diberikan satu angklung dengan not yang berbeda-beda.
Dari atas panggung, pemandu memberikan aba-aba not. Para pemuka agama itu pun menggoyangkan angklungnya mengikuti gerakan tangan pemandu. Ada beberapa lagu yang dimainkan, di antaranya lagu We Are The Champions yang ditulis Freddie Mercury dan dipopulerkan Grup Band Queen. Lagu terakhir yang membuat semua pemimpin agama berjoget adalah lagu berjudul Ojo Dibandingke yang populer dinyanyikan Farel Prayoga usai Upacara 17 Agustus di Istana Merdeka.
Semua tampak bergembira bersama. Tak ada ruang sekat yang membuat jarak antaragama. Semuanya menyatu padu dalam keharmonisan.
Forum R20 mengajak para pemimpin agama mengunjungi sejumlah tempat penting yang menunjukkan keharmonisan antarumat beragama di Indonesia. Sebelum ke Prambanan, para pemimpin agama itu diajak untuk mengunjungi Candi Kimpulan yang terdapat di tengah lingkungan Perpustakaan Mohammad Hatta Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Sementara pada Ahad (6/11/2022), para pemimpin agama melihat tempat peribadatan umat Budha di Magelang, Jawa Tengah. Ada dua tempat di sana yang bakal dikunjungi, yaitu Vihara Mendut pimpinan Bhante Sri Pannavaro Mahathera dan Candi Borobudur. Tempat terakhir itu ditemukan pada abad 19 oleh pasukan Inggris pimpinan Thomas Stamford Raffles. Candi itu dibangun di abad 9 M. Selain menjadi tempat wisata, candi tersebut juga masih menjadi tempat peribadatan umat Budha.
Kunjungan itu ditujukan agar para tokoh agama dapat menyerap budaya saling menghormati dan menghargai satu sama lain antara pemeluk agama. Betapa orang Islam yang mayoritas tetap menjaga dan merawat Candi Prambanan yang menjadi tempat peribadatan umat Hindu.
"Perjalanan budaya akan memberikan pengalaman, bukan hanya gambaran, tetapi betul-betul mengalami, hadir di sini berada dalam sebuah komunitas Muslim mayoritas tapi di mana sangat menghargai, sangat memberi ruang hidup terhormat kepada situs-situs dan komunitas non-Muslim," ujar Najib Azca, Juru Bicara Forum R20.
Adapun di hari sebelumnya, Forum R20 melanjutkan diskusi pleno dengan membahas berbagai problem yang sudah dibicarakan di Bali pada 2-3 November 2022. Pembahasan di Hotel Hyatt Regency Yogyakarta berlangsung cukup dinamis. Diskusi yang serius itu juga sesekali diselingi dengan tawa khas Nahdlatul Ulama. Para tokoh itu mengangkat tangan, memohon izin kepada moderator untuk berbicara.
Dalam pembahasan mengenai minoritas, misalnya, Uskup Matthew Hassan Kukah dari Sokoto, Nigeria berbicara mengenai kelompoknya yang ditindas oleh komunitas Islam di sana. Menanggapi pembicaraan soal mayoritas-minoritas, Rabbi Yakov Meir Nagen dari Israel (Directur Ohr Torah Stone's Blickle Institute for Interfaith Dialogue and Beit Midrash for Judaism and Humanity) menegaskan, bahwa seluruh umat beragama harus mendahulukan koneksi ketimbang koreksi. Artinya, hubungan yang baik di antara umat beragama harus lebih diutamakan daripada mengoreksi agama yang lain.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Muhammad Faizin
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua