Malik Ibnu Zaman
Kontributor
Jakarta, NU Online
Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar menjelaskan tentang sifat zahirnya Allah. Di mana zhahirnya Allah itu qabla wujudi syaiin yaitu sebelum wujudnya makhluk.
"Allah bersifat Az-Zhahir, memang Asmaul Husna Az-Zhahir, wa dzahiru wal-bathin. Bahkan zhahirnya Allah qabla wujudi syaiin, sebelum wujudnya semua yang ada, sebelum wujudnya langit bumi, kita. Yang mana zhahirnya Allah azali, dan tidak ada akhirnya. Jadi Allah itu zhahir binafsih, tidak ada pengaruh, tidak ada kekuatan lain yang menjadikan Allah itu zhahir," ujarnya pada Ngaji Syarah Al-Hikam Pertemuan ke-28 Channel YouTube Multimedia KH Miftachul Akhyar diakses NU Online, Senin (20/3/2023).
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa zhahirnya Allah itu azali, yaitu selamanya, tidak ada permulaan, dan tidak ada akhirnya. Menurut Kiai Miftach kita harus mengenal pelajaran-pelajaran ketauhidan, supaya jangan sampai tertipu. Karena sebenarnya apa yang ada di dunia ini ujian.
"Jadi syaitan, makhluk-makhluk yang lain, keindahan-keindahan alam, panorama-panorama yang indah itu sebetulnya ujian bagi kita, tes apakah kita lupa kepada Allah, kepada dzat pencipta. Jangan sampai sekitar kita ini menghalangi kita akan mengenal Allah," terangnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya tersebut menjelaskan hal tersebut bukan berarti dilarang untuk berinteraksi dengan sesama, dilarang untuk ke pasar, bertani, berdagang.
"Itu adalah bentuk sunnatullah itu merupakan sebuah keadaan yang pasti terjadi di kehidupan dunia ini. Kita lakukan tetapi tetap hati-hati. Walaupun itu merupakan sunnatullah yah, tetapi jangan sampai melupakan Allah, dzat yang menciptakan semuanya," imbuhnya.
Kiai Miftach menegaskan kembali bahwa kemaujudan Allah, kezhahiran Allah itu azali, zhahir binafsih dengan sendirinya, tidak ada campur kekuatan-kekuatan, Allah dzat yang mandiri, tidak butuh daripada campur tangan yang lain.
"Demikianlah ketauhidan yang diajarkan. Kita sebagai makhluk yang utama, tentu hal seperti itu tentunya harus menjadi makanan kita sehari-hari. Jadi semua sifat Allah binafsih, sifat kaya Allah, sifat rahman rahim Allah, semuanya binafsih. Allah itu Adzhar. Adzhar itu isim tafdhil yang menunjukkan nilai lebih. Tetapi lebihnya Allah tidak lebih yang berbau sifat manusia, berbau sifat selain Allah," ujarnya.
Lebih lanjut Kiai Miftach menjelaskan melalui contoh Allahu Akbar, Allah Maha Besar. Mahanya Allah itu bukan maha yang seperti kakak dan adik, bukan yang seperti rakyat dan presiden, bukan nisbi.
"Bukan akbar min kabir, akbar min shoghir. Apa yang menjadi sifatnya Allah katakanlah Maha, itu semua artinya Mahanya Allah tidak diserupai. Itulah Allah, karena Allah wujud asli binafsih. Sedangkan wujud kita, wujudnya langit, baru kemarin. Kemarin kapan? Sebelum Allah menciptakannya, semula nggak ada lalu jadi ada," pungkasnya.
Kontributor: Malik Ibnu Zaman
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua