Nasional

Komisi III DPR RI Percepat Pembahasan RUU KUHAP, Tekankan Pentingnya Restorative Justice

NU Online  ·  Sabtu, 13 September 2025 | 16:00 WIB

Komisi III DPR RI Percepat Pembahasan RUU KUHAP, Tekankan Pentingnya Restorative Justice

Anggota DPR Komisi III, Hinca Panjaitan (Dok. Istimewa)

Jakarta, NU Online 
Komisi III DPR RI menegaskan komitmennya mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).


Langkah ini dinilai penting agar keberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru pada 2 Januari 2026 memiliki landasan hukum acara yang memadai.

 

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Sari Yuliati menyampaikan bahwa kunjungan kerja ke berbagai daerah, termasuk ke Jambi, bertujuan menyerap aspirasi masyarakat dan aparat penegak hukum. Menurutnya, masukan dari berbagai pihak akan menjadi bahan pembahasan yang konstruktif di DPR.

 

"Komisi III sedang membahas RUU KUHAP sebagai evaluasi dari Undang-Undang KUHAP tahun 1981. Kami berkeliling Indonesia untuk menyerap aspirasi masyarakat dan aparat penegak hukum secara langsung," ujar Sari saat Kunjungan Kerja Spesifik di Jambi, Sabtu (13/9/2025) melalui keterangan yang diterima NU Online.

 

Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan menambahkan bahwa idealnya pengesahan RUU KUHAP dapat dilakukan bersamaan dengan penerapan KUHP baru. Menurutnya, keberadaan KUHAP yang mutakhir akan melengkapi pelaksanaan KUHP yang sudah disahkan pemerintah dan DPR.

 

“Idealnya, KUHP baru, KUHAP-nya juga baru. Tanpa KUHAP baru pun KUHP tetap berjalan, tapi belum komplit. Karena itu kita akan berusaha mengejarnya, mudah-mudahan bisa tercapai,” ujarnya.


Restorative justice dalam KUHAP baru
Hinca juga menyoroti pentingnya memasukkan prinsip restorative justice dalam RUU KUHAP. Ia menilai konsep penyelesaian perkara melalui pendekatan pemulihan sebenarnya telah menjadi bagian dari tradisi masyarakat Indonesia jauh sebelum diberlakukannya hukum pidana kolonial Belanda.

 

"Restorative justice itu sebenarnya sesuai dengan kearifan lokal di Indonesia. Sebelum Belanda datang membawa KUHP kita, tidak ada kebiasaan saling memenjarakan. Semua persoalan diselesaikan dengan salaman," jelasnya.


Menurutnya, KUHAP baru perlu mengakomodasi prinsip restorative justice secara lebih komprehensif agar tidak lagi berjalan terpisah-pisah di berbagai lembaga penegak hukum.

 

"Selama ini aturan soal restorative justice terpisah di Kejaksaan, Kepolisian, hingga Mahkamah Agung. Ke depan semua harus masuk dalam KUHAP agar berlaku secara menyeluruh," pungkasnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang