KontraS: Kekerasan oleh TNI Masih Marak, Reformasi Sektor Keamanan Gagal
NU Online · Jumat, 3 Oktober 2025 | 13:00 WIB
Peneliti KontraS Hans Giovanny Yosua ssat memaparkan catatan tentang menguatnya militerisme, di Kantor KontraS, Kwitang, Jakarta Pusat, pada Jumat (3/10/2025). (Foto: NU Online/Mufidah)
Mufidah Adzkia
Kontributor
Jakarta, NU Online
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai praktik kekerasan yang dilakukan prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih marak terjadi. Hal itu menunjukkan kegagalan reformasi sektor keamanan dan semakin menguatnya praktik militerisme di Indonesia.
Pandangan tersebut disampaikan KontraS dalam peluncuran Kertas Kebijakan Hari TNI Ke-80: Kegagalan Reformasi Sektor Keamanan dan Menguatnya Militerisme di Kantor KontraS, Kwitang, Jakarta Pusat, Kamis (3/10/2025).
Peneliti Divisi Riset KontraS Hans Giovanny Yosua menjelaskan bahwa sepanjang Oktober 2024 hingga September 2025, terjadi 85 peristiwa kekerasan dengan 182 korban. Dari jumlah tersebut, sebagian besar kasus terjadi di Tanah Papua.
“Korban tidak hanya warga sipil, tetapi juga aparat kepolisian hingga sesama prajurit TNI. Situasi ini diperparah dengan praktik intervensi militer di ruang sipil, termasuk ruang akademik,” kata Hans.
Menurut KontraS, pelanggaran yang dilakukan prajurit TNI mencakup intimidasi terhadap kelompok mahasiswa yang menggelar diskusi kritis, intervensi ke ruang akademik, hingga pelaporan terhadap pemengaruh menggunakan UU ITE.
“Padahal konstitusi menjamin kebebasan berserikat, berkumpul, dan berpendapat. Intervensi ini jelas bentuk pelanggaran hak asasi manusia,” tegas Hans.
Hans juga menyoroti keterlibatan TNI dalam proyek strategis nasional seperti program food estate, pembentukan Batalion Teritorial Pembangunan, hingga Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Padahal menurut Undang-Undang TNI, tugas pokok militer hanya mencakup operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang yang terkait langsung dengan pertahanan negara.
“Walaupun tujuannya dianggap baik, misalnya membantu petani atau mendukung program makan bergizi, namun hal itu tidak sesuai dengan mandat Undang-Undang TNI. Jika dibiarkan, prajurit TNI justru sibuk mengurusi hal-hal di luar fungsi pokok pertahanan,” ungkap Hans.
Dalam catatannya, KontraS memberikan tiga rekomendasi untuk Tentara Nasional Indonesia:
1. Merekomendasikan Panglima TNI dan jajarannya untuk secara aktif melakukan pengawasan dan untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan, khususnya terhadap warga sipil, serta memberikan sanksi—dalam hal ini sanksi etik maupun sanksi disiplin—kepada prajurit yang melakukan kekerasan dan pelanggaran HAM.
2. Merekomendasikan Panglima TNI dan jajarannya untuk mengevaluasi penempatan dan pengarahan prajurit di beberapa wilayah, khususnya di tanah Papua dan juga di dalam pembentukan beberapa batalion-batalion teritorial, sehingga ada perumusan kebijakan yang berorientasi pada pembangunan manusia dan pembangunan infrastruktur yang sejalan dengan Undang-Undang TNI itu sendiri.
3. Merekomendasikan Panglima TNI dan jajarannya untuk mengevaluasi dan menghentikan pelibatan prajurit TNI di dalam program-program dan proyek-proyek strategis yang tidak sesuai dengan Undang-Undang TNI itu sendiri.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU Hadir Silaturahim di Tebuireng
5
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
6
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
Terkini
Lihat Semua