KUHAP Dinilai Berpotensi Menggerus Hak Sipil Warga Negara
NU Online · Sabtu, 22 November 2025 | 21:30 WIB
M Fathur Rohman
Kontributor
Jakarta, NU Online
Koalisi Masyarakat Sipil menilai UU KUHAP yang mulai akan berlaku 2 Januari 2026 berpotensi menjadi ancaman serius bagi hak-hak sipil warga negara.
Direktur LBH Jakarta Muhammad Fadhil Alfathan menegaskan bahwa sejumlah pasal dalam KUHAP baru justru membuka ruang impunitas, mempermudah tindakan sewenang-wenang aparat, dan melemahkan akses masyarakat terhadap bantuan hukum.
Fadhil mengatakan, sejak awal pembacaan draf, ia justru bingung membedakan apakah ini KUHAP atau “Undang-Undang Polri” karena sejumlah ketentuan memberi kewenangan sangat besar kepada penyidik dan penyelidik tanpa mekanisme kontrol yang memadai.
“Saya pribadi bingung ini Undang-Undang Polri yang baru atau KUHAP,” ujar Fadhil di Kantor YLBHI, Jakarta, Sabtu (22/11/2025).
“Banyak sekali substansi yang memberikan perluasan keuntungan kepada penyidik, tapi tidak dibarengi dengan mekanisme akuntabilitas," tambahnya.
Fadhil menyoroti tiga pasal Pasal 5 huruf e, Pasal 7 huruf o, dan Pasal 16 huruf k yang memberi ruang bagi penyidik dan penyelidik melakukan “tindakan lain” tanpa definisi yang jelas.
Menurutnya, frasa ini dapat menjadi dasar pembenaran berbagai operasi ilegal, mulai dari razia tanpa dasar hingga tindakan intimidatif terhadap warga sipil.
Ia menyinggung kasus operasi “Bersinar DWP” yang pernah mencoreng nama Indonesia di mata internasional, sebagai contoh nyata risiko penyalahgunaan wewenang yang berpotensi terjadi dalam ruang hukum baru ini.
“Kalau ‘tindakan lain’ itu dimaknai seperti razia yang berujung pemerasan atau reality show polisi geledah HP warga, itu jelas membahayakan kehidupan sipil kita,” tegasnya.
Menurut Fadhil, KUHAP membuat penangkapan dan penahanan jauh lebih mudah dilakukan tanpa kontrol yudisial. Ketentuan baru tidak menyediakan mekanisme judicial scrutiny yang selama ini diperjuangkan kelompok masyarakat sipil agar pengadilan dapat menilai apakah penangkapan benar-benar diperlukan.
“Penangkapan dan penahanan di KUHAP baru ini tidak memiliki mekanisme kontrol. Ini membuka ruang pelanggaran hak asasi manusia yang sangat besar,” ujarnya.
KUHAP justru memberikan penyidik Polri kewenangan untuk “mengawasi” penangkapan dan penahanan yang dilakukan PPNS suatu ketentuan yang ia nilai kontradiktif dan membahayakan.
Fadhil juga menyoroti ketentuan bantuan hukum yang menurutnya tidak melindungi warga secara maksimal. Pasal 154 ayat (4) membuka celah bagi penyidik untuk membuat tersangka “menolak pendampingan” lewat intimidasi, iming-iming, atau tekanan.
“Dalam praktik kami, penolakan itu hampir selalu disertai tindakan melawan hukum. KUHAP baru justru melegalkan praktik buruk itu,” kata Fadhil.
Ketentuan bahwa bantuan hukum wajib hanya bagi tersangka kasus dengan ancaman pidana lima tahun ke atas juga dinilainya bermasalah. Banyak kasus pelanggaran hak sipil, termasuk pencemaran nama baik, memiliki ancaman di bawah lima tahun.
“Dengan ketentuan ini, ribuan warga bisa kehilangan hak pendampingan hanya karena ancaman pidananya empat tahun,” jelasnya.
Ketua YLBHI Muhammad Isnur menambahkan bahwa kombinasi kewenangan besar, minimnya kontrol, serta lemahnya jaminan bantuan hukum akan membawa Indonesia pada krisis penegakan hukum yang memukul hak-hak dasar warga negara.
“Ini bukan hanya cacat prosedur, tapi berpotensi menjadi bencana bagi hak sipil masyarakat,” kata Isnur.
“Diperlukan langkah politik, termasuk penerbitan Perpu, untuk menghentikan pemberlakuan KUHAP baru dan membuka ruang pembahasan ulang," tambahnya.
Isnur mencontohkan preseden Perpu Pilkada era Presiden SBY sebagai bukti bahwa pemerintah dapat dan pernah mengambil langkah korektif serupa ketika undang-undang dinilai membahayakan demokrasi.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
6
Khutbah Jumat: Mencegah Krisis Iklim dengan Langkah Sederhana
Terkini
Lihat Semua