Nasional

LBM PBNU Siap Kirim Rekomendasi terkait Karbon, Netralitas ASN, hingga Perhajian

Jumat, 4 Oktober 2024 | 16:30 WIB

LBM PBNU Siap Kirim Rekomendasi terkait Karbon, Netralitas ASN, hingga Perhajian

Ketua LBM PBNU KH Mahbub Ma'afi. (Foto: istimewa.

Jakarta, NU Online

Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bakal memberikan rekomendasi terkait perdagangan karbon, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), dan persoalan peningkatan mutu penyelenggaraan haji.


"Nanti rekomendasi ini kami kirimkan kepada lembaga-lembaga terkait untuk menjadikan putusan LBM sebagai pedoman bagi masyarakat luas," kata Ketua LBM PBNU KH Mahbub Maafi kepada NU Online, Jum'at (4/10/2024).


Rekomendasi tersebut merupakan hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) bersama 32 LBM PWNU se-Indonesia di Hotel Grand Marcure, Cikini, Jakarta Pusat pada Jum'at hingga Ahad (27-29/9/2024) lalu. 


Kiai Mahbub juga menuntut adanya percepatan untuk merealisasikan pembahasan yang sudah dibahas LBM. Dengan begitu, masyarakat mendapatkan pedoman dalam berlaku khususnya yang meliputi tiga tema tersebut.


Perdagangan karbon

Sementara itu, Ketua PBNU KH Ulil Abshar Abdalla atau Gus Ulil mengatakan bahwa salah satu isu yang penting dibahas pada acara tersebut adalah perdagangan karbon. Hal ini dibahas dalam rangka pelestarian lingkungan di masa yang akan datang karena berhubungan langsung dengan perubahan iklim.


"Perubahan iklim ini sebagai konsensus (Kesepakatan) internasional, jadi semua negara di bawah PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) bersepakat bahwa climated change itu merupakan isu yang dihadapi oleh seluruh manusia, seluruh umat manusia. Karena kalau tidak akan terjadi bahaya besar di masa depan," katanya saat membuka acara tersebut.


Menurut Gus Ulil, meskipun perubahan iklim tidak hanya disebabkan oleh emisi karbon yang dibuang ke atmosfer, akan tetapi karbon sendiri menjadi penyumbang perubahan ikilm.


"Karbon ini sumbernya dari terutama bahan bakar fosil yang paling banyak adalah minyak (dan) batu bara yang digunakan untuk pembangkit listrik yang paling banyak dipakai termasuk di Indonesia," katanya.


"Karena itu karbon ini dianggap sebagai ancaman dan karena itu perlu dikurangi jumlah karbon yang perlu dibuang oleh manusia ke atmosfer itu," tambahnya.


Gus Ulil menjelaskan bahwa dalam kesepakatan internasioanl sendiri untuk mengurangi jumlah keseluruhan dari korban emisi adalah dengan cara negara bagian pertama atau negara maju membeli karbon yang dihasilkan oleh negara bagian ketiga seperti negara berkembang dan negara-negara dibagian selatan, sehingga cara ini dinilai lebih menguntungkan.


"Oleh karena itu ada kesepakatan internasional untuk mengurangi jumlah keseluruhan dari atmosfer sampai ke titik nol pada tahun 2050. Salah satu langkah-langkah untuk mengurangi karbon adalah perdagangan karbon (carbon trade)," jelasnya.


Manfaat Perdagangan Karbon

Menurut Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) Group https://www.icdx.co.id/news-detail/publication/apa-yang-dimaksud-dengan-perdagangan-karbon Manfaat perdagangan karbon dari sudut pandang pemerintah dan regulasi adalah bahwa sistem ini lebih mudah diimplementasikan dibandingkan dengan kebijakan yang secara langsung membatasi atau mengenakan pajak pada emisi karbon. Kebijakan langsung biasanya memerlukan biaya yang lebih tinggi dan dapat membatasi pertumbuhan ekonomi yang dipicu oleh industri.


Dengan perdagangan karbon, pemerintah dapat lebih terstruktur dalam memantau emisi karbon yang dihasilkan di negara mereka. Emisi dan potensi penyerapan dapat diukur menggunakan standar yang telah ditetapkan, sehingga jumlah kredit karbon yang beredar di pasar dapat membantu mengontrol emisi yang dilepaskan ke atmosfer.


Selain itu, perdagangan karbon juga menciptakan peluang ekonomi baru bagi negara-negara yang terlibat. Indonesia, sebagai salah satu paru-paru dunia, diperkirakan dapat menyumbang 75-80% kredit karbon global. Dengan demikian, perdagangan karbon ini dapat memberikan kontribusi lebih dari USD150 miliar bagi perekonomian Indonesia.