Libur Ramadhan di Era Gus Dur karena Peralihan Semester
Selasa, 14 Januari 2025 | 12:00 WIB
Rikhul Jannah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Dosen Psikologi Pendidikan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yuli Fajar Susetyo mengatakan bahwa bulan Ramadhan di era Presiden ke-4 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur terjadi pada Desember 1999. Hal tersebut bertepatan ujian sekolah dan libur antar semester ganjil ke genap.
Ia menyampaikan bahwa di era itu, Gus Dur menilai kegiatan pembelajaran di sekolah sudah tidak ada karena telah ujian sekolah semester ganjil.
“Kalau kita lihat di tahun 1999 itu di bulan Desember, pas perpindahan antarsemester yang kebetulan sudah selesai ujian sekolahnya,” ujarnya kepada NU Online pada Ahad (12/1/2025) malam.
Yuli menambahkan bahwa di era tersebut, Gus Dur menilai bahwa anak-anak sudah tidak ada kegiatan pembelajaran akademik formal di sekolah. Karenanya, diadakan kegiatan atau program pesantren kilat kepada anak untuk mengisi waktu luangnya selama bulan Ramadhan.
“Gus Dur waktu itu melihat bahwa tidak ada pembelajaran formal di sekolah. Daripada anak-anak libur tidak ada kegiatan sama sekali, jadi diadakan program pesantren kilat supaya anak mendapat ilmu agama dan meningkatkan ibadah puasa,” ucapnya.
Yuli menyampaikan bahwa masyarakat perlu mengingat kembali kapan bulan Ramadhan datang ketika era Gus Dur. Menurutnya, masyarakat lupa atau hanya mengingat tahunnya saja, sehingga lupa kapan bulan Masehinya.
“Ini yang masyarakat lupa, di era Gus Dur itu kan Ramadhannya pas bulan Desember. Kita juga tahu ya, kalau bulan Desember itu anak-anak liburan sekolah antar semester,” ujar Yuli.
Ia menyampaikan bahwa jika wacana libur satu bulan penuh selama bulan Ramadhan di era Gus Dur kembali dilaksanakan, pemerintah perlu melihat sisi pendidikan formalnya.
“Kalau di era Gus Dur pas bisa dilaksanakan (libur satu bulan penuh selama Ramadhan), karena tidak ada pembelajaran formal. Kalau sekarang? Kita lihat Ramadhan saja bulan Maret. Ini kan Maret bulan aktifnya anak sekolah,” ujar Yuli.
Yuli menyampaikan bahwa dampak libur satu bulan penuh selama Ramadhan tidak ada kegiatan memiliki dampak yang merugi, seperti pencapaian pembelajaran akademik formal yang tertinggal.
“Kalau libur dimaknai sebagai libur ya libur gitu, akan lebih banyak kerugiannya. Apalagi pencapaian pembelajaran akademik di kelas jadi tertinggal, walau pembelajaran akademik aktif cuman satu atau dua minggu, itu kan lumayan,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah harus memberikan makna libur yang jelas kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak salah mengartikan.
“Kita (masyarakat) inikan mengartikan libur di bulan Ramadhan ya libur satu bulan penuh, jadi sebaiknya pemerintah menjelaskan makna libur itu seperti apa? Supaya kita tidak salah mengartikan,” ucapnya.
Terpopuler
1
Pelantikan JATMAN 2025-2030 Digelar di Jakarta, Sehari Sebelum Puncak Harlah Ke-102 NU
2
Kick Off Harlah Ke-102 NU Digelar di Surabaya
3
Respons Gus Yahya soal Wacana Pendanaan Makan Bergizi Gratis Melalui Zakat
4
Presiden Prabowo Sebut Jepang Siap Dukung Program Makan Bergizi Gratis di Indonesia
5
Kebakaran di Los Angeles: Api Tak Kunjung Padam, 24 Orang Meninggal
6
Bolehkah Mencicil Aqiqah?
Terkini
Lihat Semua