Semarang, NU Online
Hingga kini, tidak ada satupun teroris yang berasal dari madrasah dan lembaga pendidikan Ma’arif. Yang justru memprihatinkan adalah benih para penentang negara justru lahir dari sekolah negeri.
Penegasan ini disampaikan Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, H Hudallah Ridwan Naim saat berada di kediaman Rais PWNU Jateng, KH Ubaidillah Shadaqoh, Kamis (13/6) malam.
"Tidak ada satupun sampai hari ini teroris dari madrasah dan sekolah Ma'arif. Dari 3000 sekolah dan madrasah Ma'arif, tidak ada yang melahirkan terorisme. Justru teroris lahir dan banyak di sekolah-sekolah negeri. Mereka dibayar negara tapi justru melahirkan orang yang melawan negara," tegas H Hudallah Ridwan Naim.
Menurutnya, Tahun 2015, hasil survei SETARA Institute for Democracy and Peace (SIDP) yang dilakukan pada siswa SMA Negeri di Bandung dan Jakarta menunjukkan, sekitar 8,5 persen siswa setuju dasar negara diganti dengan agama.
“Dan 9,8 persen siswa mendukung gerakan negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS),” ungkapnya.
Hasil penelitian PPIM UIN Jakarta tahub 2017 yang dilakukan terhadap siswa/mahasiswa dan guru/dosen dari 34 provinsi di Indonesia juga cukup mencengangkan. “Sebanyak 34,3 persen responden memiliki opini intoleransi kepada kelompok agama lain selain Islam,” kata Gus Huda, sapaan akrabnya.
Menurutnya, di Jateng trendnya hampir sama. “Sekolah maupun kampus negeri rentan disusupi paham radikal dan intoleran,” urainya.
Hal itu dapat dilihat dari data yang dirillis BNPT pada 2018 bahwa 7 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) terpapar radikalisme. Mulai dari Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Diponegoro (Undip), hingga Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Brawijaya (UB).
“Banyak program pemerintah yang tidak menyelesaikan masalah di akar rumput khususnya di lembaga pendidikan negeri,” ungkapnya.
PW LP Ma'arif NU Jateng di kediaman Rais PWNU Jateng.
Sementara itu, Rais PWNU Jateng KH Ubaidillah Shodaqoh menceritakan pengalamannya saat awal mengajar di sekolah. “Radikalisme di sekolah negeri memang tersistem dan menjadi lahan empuk penyebaran paham yang bertentangan dengan agama dan nasionalisme,” katanya.
Bahkan, untuk di kampus negeri, adanya organisasi mahasiswa seperti PMII, HMI, dan GMNI tidak bisa melawan pergerakan HTI. "Tadi saya ada tamu yang membahas hal itu. Simpulannya, saat ini PMII, HMI, dan GMNI susah untuk melawan pergerakan perkembangan ideologi HTI yang masih berjalan dan menyusup di kampus-kampus negeri," jelasnya.
Pihaknya berharap, LP Ma'arif yang menaungi ribuan madrasah dan sekolah se- Jateng untuk konsisten mengajarkan Islam rahmat dan toleran dan menjunjung tinggi nasionalisme.
“Sebab, meski NU sendirian, namun tetap konsisten dalam menjaga keutuhan Islam dan NKRI,” katanya.
Sejumlah pesan tersebut disampaikan ketika jajaran Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Pendidikan (LP) Ma'arif Nahdlatul Ulama Jawa Tengah melakukan silaturahim ke kediaman KH Ubaidillah Shodaqoh.
Selain Ketua LP Ma'arif PWNU Jateng, R Andi Irawan bersama jajaran pengurus, dihadiri juga Sekretaris PWNU Jateng KH Hudallah Ridwan Naim. (Ibda/Ibnu Nawawi)