Nasional

Marzuki Wahid: Pribumisasi Islam Bentuk Relasi Islam dan Budaya

Jumat, 30 April 2021 | 20:00 WIB

Marzuki Wahid: Pribumisasi Islam Bentuk Relasi Islam dan Budaya

"Pribumisasi diartikan sebagai kontekstualisasi terhadap multikuktural, lingkungan hidup, keadilan gender, demokrasi, dan keadilan ekonomi," kata Sekretaris Lakpesdam PBNU Marzuki Wahid. (Foto: istimewa).

Yogyakarta, NU Online

Sekretaris Lakpesdam PBNU, Marzuki Wahid mengatakan pribumisasi Islam sebagai bentuk relasi antara Islam dan budaya. KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), kata Marzuki, juga mengungkapkan Islam dan budaya adalah suatu entitas yang independen, keduanya seperti filsafat dan ilmu pengetahuan. 

 

"Nggak mungkin orang berfilsafat tanpa ilmu pengetahuan dan nggak mungkin ilmu pengetahuan lahir tanpa filsafat. Tetapi filsafat itu bukan ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan bukan filsafat. Itu dua hal yang berbeda dan masing-masing independen. Tapi antara keduanya ada titik temu, begitu pula dengan Islam dan budaya," kata Marzuki saat Bedah Buku Pribumisasi Islam dan Berbagai Isu Mutakhir pada Jumat (30/4) sore secara virtual.

 

Lebih lanjut, Marzuki Wahid menyampaikan bahwa dalam buku yang tengah didiskusikan, pribumisasi diartikan sebagai kontekstualisasi terhadap multikuktural, lingkungan hidup, keadilan gender, demokrasi, dan keadilan ekonomi. Tujuannya, tentu saja agar islam mampu hadir dalam ruang peradaban dan merespon isu-isu aktual. 

 

 

Ketua Fatayat NU DI Yogyakarta, Khotimatul Husna, narasumber lainnya mengawali diskusi dengan pemaparan menarik terkait 9 Nilai Keutamaan Gus Dur. Kesembilan nilai adalah nilai ketauhidan, kemanusiaan, kesetaraan, pembebasan, kesederhanaan, persaudaraan, keksatriaan, dan kearifan lokal. Lebih lanjut, Khotimatul Husna berupaya menyoroti buku ini menggunakan perspektif gender.

 

Ia mengungkapkan bahwa warisan-warisan Gus Dur tentang kesetaran gender itu luar biasa. Salah satunya dibuktikan dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) nomor 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender. "Gus Dur itu yang pertama kali mengeluarkan Inpres soal pengarusutamaan gender," ujarnya. 

 

Selain melalui Inpres nomor 9 tahun 2000, Gus Dur juga memberikan dukungan terhadap kesetaraan gender melalui keputusannya terkait kedudukan perempuan dalam Islam dan juga ruang publik. Tak hanya itu, Khotimatul menegaskan perlunya keterlibatan laki-laki dalam setiap gerakan perempuan. 

 

"Gus Dur juga menyampaikan bahwa sebaiknya gerakan-gerakan perempuan itu melibatkan laki-laki agar tidak ada resistensi," pungkas Khotimatul Husna dalam diskusi yang diadakan oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Humaniora Park UIN Sunan Kalijaga. 

 

 

Kontributor: Natasyha Destata
​​​​​​​Editor: Kendi Setiawan