Maskulinitas dan Perilaku Patriarki Batasi Ruang Ekspresi Perempuan di Dunia Digital
NU Online · Selasa, 7 Oktober 2025 | 23:00 WIB
Suasana diskusi dalam acara Mimbar Rakyat Terbuka bertema Literasi Digital Perempuan dan Demokrasi yang digelar oleh Suara Ibu Indonesia di Plaza Promenade, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025). (Foto: NU Online/Mufidah)
Mufidah Adzkia
Kontributor
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Siberkreasi Donny BU menyatakan bahwa ranah digital di Indonesia saat ini masih didominasi oleh unsur maskulinitas, yang diperburuk oleh perilaku patriarki. Kondisi ini secara struktural membatasi ruang ekspresi dan demokrasi bagi perempuan di dunia digital.
Hal itu disampaikan dalam kegiatan Mimbar Rakyat Terbuka bertema Literasi Digital Perempuan dan Demokrasi yang digelar oleh Suara Ibu Indonesia di Plaza Promenade, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025).
Menurut Donny, meski tidak ada satu pun regulasi yang secara langsung menghambat perempuan untuk berekspresi di internet, budaya maskulinisme dan perilaku misoginis (membenci wanita) telah menciptakan barrier yang kuat.
"Secara teori, teknologi adalah perpanjangan pancaindra manusia, yang ceritanya dulu dikembangkan oleh laki-laki untuk berburu dan itu terus berkembang sampai sekarang, semua teknologi bersifat maskulin," ujar Donny.
"Posisi ruang gerak, ruang ekspresi, ruang demokrasi perempuan di digital itu menjadi sempit. Kalau perempuan bersuara, itu lebih mudah dikuliti di online dan rentan kena doxing," tegasnya.
Donny juga menyampaikan perlunya kolaborasi lintas organisasi untuk mewujudkan ruang digital yang inklusif, yakni ketika perempuan tidak sekadar hadir sebagai pelengkap, tetapi benar-benar berperan aktif, dan memiliki ruang yang setara dalam proses transformasi digital.
“Kadang acara semua laki-laki, lalu ada satu perempuan dijadikan moderator supaya kelihatan seimbang. Padahal yang dibutuhkan adalah keterlibatan yang bermakna dan berdampak,” jelas Donny.
“Perempuan harus dilibatkan secara meaningful dan impactful. Kalau perempuan berdaya secara digital, keluarga akan lebih tangguh, masyarakat lebih kritis, dan demokrasi kita lebih sehat,” tambahnya.
Selain itu, Donny menyoroti tantangan baru, yaitu kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Ia khawatir jika implementasi AI tidak didampingi dengan kerangka AI Etik dan pembahasan serius mengenai privasi, maka isu kerentanan perempuan akan semakin parah dan berpotensi menimbulkan bencana baru.
"Ini satu platform digital yang menurut saya masih yang agak, kalau sekarang begitu ada AI, saya bilang platform digitalnya primitif nih. Begitu ada AI, terus enggak ada yang ngomongin etik nih. Siap-siap nih, ambrol lagi nih yang berikutnya," paparnya.
“Kita bisa ajarkan cara bikin prompt AI, tapi harus dibarengi pemahaman etik yang kuat. Tanpa etika, teknologi bisa berubah jadi alat kekerasan,” pungkasnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
6
Khutbah Jumat: Mencegah Krisis Iklim dengan Langkah Sederhana
Terkini
Lihat Semua