Nasional

Menghitung Lailatul Qadar Ramadhan 1442 H dengan Rumus Imam al-Ghazali

Sabtu, 1 Mei 2021 | 04:30 WIB

Menghitung Lailatul Qadar Ramadhan 1442 H dengan Rumus Imam al-Ghazali

Rumus ini teruji dari kebiasaan para ulama yang telah menemui Lailatul Qadar.

Ramadhan 1442 Hijriah telah melewati lebih dari separuh perjalanan dan akan memasuki sepuluh hari terakhir. Lazimnya umat Islam bakal kian giat beribadah pada sepuluh hari terakhir, terutama pada tanggal ganjil. Mereka mendambakan dan memburu malam spesial bernama Lailatul Qadar.

 

Semangat ini bukan tanpa dasar. Lailatul Qadar disebut dalam Al-Qur’an sebagai malam yang lebih baik dari serbu malam. Artinya, suatu amal kebaikan berlipat-lipat nilainya bila dilakukan di malam istimewa ini dibanding malam-malam biasa.

 

 

Meski begitu, tak ada kepastian tentang kapan persisnya Lailatul Qadar tiba. Al-Qur’an dan hadits pun tak menjelaskan tentang hal itu. Hakikat hari atau tanggal terjadinya Lailatul Qadar tetaplah menjadi misteri. Kondisi ini menyimpan hikmah, salah satunya agar semua orang tekun beribadah sepanjang Ramadhan tanpa mesti terikat waktu tertentu.

 

Namun demikian, Rasulullah memberi semacam kisi-kisi tentang kapan datangnya Lailatul Qadar. Pesan itu tampak dari hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim yang memerintahkan umat Islam berburu Lailatul Qadar pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Rasulullah sendiri meningkatkan intensitas ibadah malam hari pada sepuluh hari terakhir itu, bahkan tak segan membangunkan keluarganya.

 

Hadits lain yang diriwayatkan Imam al-Bukhari dari Aisyah radliyallahu ‘anha mengatakan, “Carilah Lailatul Qadar itu pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan).

 

Lailatul Qadar sebagai pengalaman spiritual juga pernah dirasakan oleh para sahabat Nabi. Ibnu Umar mengaku bermimpi sebagaimana mimpi-mimpi sahabat lain bahwa Lailatul Qadar terjadi pada tujuh hari terakhir.

 

Kaidah Imam al-Ghazali

Berdasar dari sumber-sumber di atas, para ulama kemudian berusaha meneliti pengalaman mereka dalam menemukan Lailatul Qadar. Demikian dijelaskan dalam artikel NU Online berjudul Kaidah Menandai Lailatul Qadar Menurut Al-Ghazali.

 

Menurut keterangan Fathul Qarib, Hasyiah Al-Bajury, dan Fathul Muin beserta 'Ianatut Thalibin, Imam Syafii menyatakan bahwa Lailatul Qadar itu ada pada sepuluh akhir Ramadhan, lebih-lebih pada malam ganjilnya, dan yang paling diharapkan adalah pada malam 21, atau 23 Ramadhan.

 

Sebagian ulama berpendapat tak ada kaidah baku tentang kapan Lailatul Qadar. Sebagian lagi berpendapat sebaliknya. Di antara ulama yang menyatakan bahwa ada kaidah atau formula untuk mengetahui itu adalah Imam Abu Hamid Al-Ghazali (450 H- 505 H) dan Imam Abul Hasan as Syadzili. Bahkan dinyatakan bahwa Syekh Abu Hasan semenjak baligh selalu mendapatkan Lailatul Qadar dan menyesuai dengan kaidah ini.

 

Tentang kaidah menandai Lailatul Qadar ala Imam al-Ghazali ini, setidaknya ada dua versi penjelasan. Namun, keduanya mengajukan teori yang sama bahwa Lailatul Qadar bisa diterka dari hari pertama bulan Ramadhan. Versi pertama tercatat dalam kitab I’anatuth Thalibin dan Hasyiyah al-Jamal, sementara versi kedua bisa dijumpai keterangannya dalam Hasyiyah al-Bajuri.

 

Versi Pertama

Jika awal Ramadhan jatuh pada hari Ahad atau Rabu maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-29. Jika awalnya jatuh pada hari Senin maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-21. Jika awalnya jatuh pada hari Selasa atau Jumat maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-27. Jika awalnya jatuh pada hari Kamis maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-25. Jika awalnya jatuh pada hari Sabtu maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-23.

 

Kaidah ini mendapat testimoni dari Syekh Abul Hasan As-Syadzili. Ia mengatakan, “Semenjak saya menginjak usia dewasa Lailatul Qadar tidak pernah meleset dari jadwal atau kaidah tersebut."

 

Versi Kedua

Jika awal puasanya Jumat maka pada malam ke-29. Jika awal puasanya Sabtu maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-21. Jika Ahad maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-27. Jika Senin maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-29. Jika Selasa maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-25. Jika Rabu maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-27. Jika Kamis maka Lailatul Qadar jatuh pada sepuluh akhir malam-malam ganjil.

 

 

Kita tahu, awal Ramadhan 1442 Hijriah jatuh pada hari Selasa, 13 April 2021, berdasar ikhbar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ataupun ketetapan Pemerintah melalui Kementerian Agama RI. Meski dalam aturan penghitungan kalender qamariyah, 1 Ramadhan sudah masuk sejak Senin malam, umat Islam di Tanah Air memulai puasa pada fajar Selasa esok harinya.

 

Bila mengacu pada kaidah Imam al-Ghazali ini dalam menerka jatuhnya Lailatul Qadar maka kita akan jumpai dua kesimpulan yang berbeda, tergantung rujukan mana yang kita gunakan. Dengan demikian Lailatul Qadar pada bulan Ramadhan 1442 Hijriah ini jatuh pada:

 

  • Malam ke-27 atau Sabtu malam, 8 Mei 2021, merujuk pada kaidah Imam al-Ghazali versi pertama sebagaimana dijelaskan kitab I’anatuth Thalibin dan Hasyiyah al-Jamal.

 

  • Malam ke-25 atau Kamis malam, 6 Mei 2021, merujuk pada kaidah kedua sebagaimana dialami sebagian kalangan tasawuf dijelaskan kitab Hasyiyah al-Bajuri.

 

Kaidah ini tercantum dalam kitab-kitab para ulama termasuk dalam kitab-kitab fiqih bermazhab Syafi’i (fiqh Syafi’iyyah). Rumus ini teruji dari kebiasaan para ulama yang telah menemui Lailatul Qadar. Karena kaidah tersebut merupakan sebuah ijtihad dan pengalaman spiritual pribadi-pribadi, sangat wajar bila ulama lain memiliki versi hitungan yang berbeda. Tentang hakikat kepastian kebenarannya, jawaban terbaiknya adalah wallahu a’lam (hanya Allah yang paling tahu).

 

Karena itu, walaupun titik pusat konsentrasi qiyam ramadhan dan ibadah kita boleh diarahkan sesuai dengan kaidah tersebut, para ulama menyarankan untuk terus mencari malam yang penuh kemuliaan itu di malam atau tanggal apa saja, dan terutama pada malam ganjil, dan terutama pada malam-malam sepuluh akhir, dan terutama lagi pada malam ganjil di sepuluh akhir.

 

Amalan Lailatul Qadar

Seperti disinggung di awal, Rasulullah pun member teladan bagaimana giatnya beliau dalam beribadah, menyambut Lailatul Qadar. Ragam ibadah tentu sangat luas, mulai dari shalat malam, baca Al-Qur’an, aktif di majelis ilmu, dzikir, hingga membaca doa-doa tertentu.

 

Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar menjelaskan ada bacaan dzikir yang sangat dianjurkan di malam Lailatul Qadar. Ia meriwayatkan dari sanad yang shahih dalam kitab al-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan lain-lain bahwa Sayyidah Aisyah pernah berkata,

 

“Wahai Rasulullah, andaikan aku mengetahui Lailatul Qadar, apa yang bagus aku baca?”

 

Rasulullah menjawab, “Bacalah:

 

اللَّهُمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ العَفْوَ فاعْفُ عَنِّي

 

Allâhumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa‘fu ‘anni’

(Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, menyukai orang yang minta ampunan, ampunilah aku).”

 

Dalam pandangan Imam As-Syafi’i, amalan ini sebaiknya tidak hanya dilakukan di malam hari saja, tapi juga diperbanyak siang hari. Pasalnya, ia sendiri sangat menyukai melakukan amalan ini di siang hari, sebagaimana kesungguhannya di malam hari.

 

 

Editor: Mahbib Khoiron

 


Naskah ini terbit pertama kali di NU Online pada 12 Mei 2020, pukul 20.30 WIB. Redaksi menayangkannya kembali pada Ramadhan kali ini dengan penyuntingan seperlunya.