Menyandingkan Soeharto dengan Gus Dur dan Marsinah sebagai Pahlawan, Bentuk Pengaburan Sejarah
NU Online · Kamis, 6 November 2025 | 07:00 WIB
M Fathur Rohman
Kontributor
Jakarta, NU Online
Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengecam rencana pemerintah yang akan memberi gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto. Ia menyebut langkah itu bukan sekadar kontroversial, tetapi juga berpotensi mengaburkan batas antara kebenaran dan keburukan dalam sejarah bangsa.
“Upaya menyandingkan Soeharto, Gus Dur dan Marsinah sebagai pahlawan nasional adalah suatu bentuk pengaburan nilai-nilai moral dan politik. Mengaburkan apa yang baik dan buruk, yang salah dan benar, yang etik dan tidak, dan yang pahlawan dan pengkhianat,” ujarnya saat dihubungi NU Online Rabu (5/11/2025) malam.
Menurut Usman, penyamaan posisi antara Soeharto yang berkuasa dengan cara represif dengan figur seperti KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Marsinah merupakan bentuk kemunduran moral bangsa. Ia menilai, langkah tersebut menistakan perjuangan rakyat yang selama puluhan tahun menuntut keadilan dan demokrasi.
Usman mengingatkan bila usulan pemberian gelar itu tetap dilanjutkan, maka hal itu bisa menjadi simbol berakhirnya era reformasi. Ia menegaskan bahwa Soeharto justru dijatuhkan karena gelombang protes rakyat yang menuntut perubahan politik.
“Jika usulan ini terus dilanjutkan, reformasi berpotensi berakhir di tangan pemerintahan Prabowo. Soeharto jatuh akibat protes publik yang melahirkan reformasi. Oleh karena itu menganugerahi Soeharto gelar pahlawan nasional bisa dipandang sebagai akhir dari reformasi itu sendiri,” tegasnya.
Bagi Usman usulan yang datang dari Kementerian Sosial itu merupakan langkah sistematis untuk “mencuci dosa” masa lalu rezim Orde Baru yang penuh dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
“Usulan Kementerian Sosial ini jelas terlihat sebagai upaya sistematis untuk mencuci dosa rezim otoriter Soeharto yang marak akan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta pelanggaran hak asasi manusia (HAM),” ujarnya.
Luka Bangsa yang Belum Tertutup
Usman mengingatkan bahwa selama 32 tahun berkuasa, Soeharto memimpin dengan gaya otoriter yang membungkam kritik dan mengekang kebebasan rakyat.
Ia menilai, mengusulkan nama Soeharto sebagai pahlawan sama saja menghapus penderitaan para korban pelanggaran HAM di masa Orde Baru.
“Mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan berarti mengabaikan penderitaan para korban dan keluarga mereka yang hingga kini belum mendapatkan keadilan,” ujarnya.
Usman menyinggung sejumlah peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di bawah kekuasaan Soeharto, seperti pembantaian massal 1965–1966, penembakan misterius (Petrus), Tragedi Tanjung Priok, Talangsari, serta kekerasan di Aceh, Timor Timur, dan Papua.
“Negara telah mengakui peristiwa-peristiwa ini sebagai pelanggaran HAM berat, baik melalui Ketetapan MPR pada awal reformasi maupun pernyataan resmi Presiden Joko Widodo pada Januari 2023. Namun, hingga kini, tidak satu pun aktor utama termasuk Soeharto yang dimintai pertanggungjawaban,” ungkapnya.
Usman menilai, pemerintah seharusnya fokus menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu, bukan justru memberi penghargaan kepada sosok yang bertanggung jawab atas tragedi kemanusiaan itu.
“Pemerintah semestinya memprioritaskan penyelesaian yudisial dan non-yudisial atas pelanggaran HAM berat masa lalu, bukan justru memberi penghargaan kepada pelaku yang bertanggung jawab atas kasus-kasus itu,” katanya.
Ia menegaskan agar pemerintah mencabut usulan gelar untuk Soeharto dan menghentikan segala bentuk rekayasa sejarah yang mengaburkan penderitaan rakyat.
“Kami mengecam dan menolak pengusulan Soeharto sebagai pahlawan. Pemerintah harus mengeluarkan Soeharto dari daftar nama-nama yang diusulkan untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional. Soeharto tidak layak berada di daftar itu, apalagi diberi gelar pahlawan. Hentikan upaya pemutarbalikan sejarah ini,” tuturnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU Hadir Silaturahim di Tebuireng
6
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
Terkini
Lihat Semua