Nasional

Milad Ke-109 Muhammadiyah, Sekjen PBNU: Terus Hidupkan Moderasi Beragama

Kamis, 18 November 2021 | 03:00 WIB

Milad Ke-109 Muhammadiyah, Sekjen PBNU: Terus Hidupkan Moderasi Beragama

Sekjen PBNU H Ahmad Helmy Faishal Zaini. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Ahmad Helmy Faishal Zaini menyampaikan ucapan selamat Milad ke-109 Muhammadiyah yang jatuh pada Kamis, 18 November 2021. 

 

"Mabruk alfa mabruk. Selamat Milad yang ke-109 bagi Persyarikatan Muhammadiyah. Semoga terus menjadi pilar pemersatu bangsa, terus menghidupkan spirit moderasi dalam beragama, serta senantiasa menjadi pengayom dan pemersatu umat," kata Helmy, di Gedung PBNU Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, Kamis (18/11/2021). 

 

Ia menekankan bahwa NU dan Muhammadiyah merupakan saudara sekandung yang senantiasa menjadi inspirasi besar bagi Indonesia. Kedua organisasi keagamaan dan kemasyarakatan juga terus berperan untuk menciptakan bangsa yang unggul serta menghargai adanya perbedaan. 

 

"(Dan) bangsa yang akan menjadikan suatu teladan dalam peradaban dunia, yaitu peradaban yang saling menghormati antara satu dengan yang lain. Sekali lagi, selamat milad. Hidup-hidupilah organisasi untuk kemudian menghidupi masyarakat dan menjadi pengayom umat," tegas Sekjen PBNU kelahiran Cirebon, Jawa Barat, 49 tahun lalu itu. 

 

Diketahui, Muhammadiyah didirikan oleh KH Muhammad Darwis atau Kiai Ahmad Dahlan pada 18 November 1912 bertepatan dengan 8 Dzulhijjah 1330. Pada milad ke-109 ini, Muhammadiyah mengusung tema ‘Optimis Hadapi Covid-19: Menebar Nilai Utama’. 

 

Kedekatan Kiai Dahlan dengan Kiai Hasyim 
Kiai Dahlan dan Pendiri NU Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari memiliki hubungan erat dalam hal keilmuan. Keduanya sama-sama berguru kepada KH Sholeh Darat Semarang. Saat itu, Kiai Dahlan berusia 16 tahun, sedangkan Kiai Hasyim berumur 14 tahun. 

 

Selama kurang lebih dua tahun, melanjutkan untuk menimba ilmu di Mekkah, Arab Saudi. Setibanya di sana, keduanya memiliki kecenderungan yang berbeda. Kiai Hasyim sangat menggemari hadits, sedangkan Kiai Dahlan lebih tertarik pada pemikiran dan gerakan Islam.

 

Dua tokoh itu kemudian kembali ke tanah air, lantas memberikan ornament baru untuk kemajuan Islam di Indonesia. Sosok Kiai Dahlan dikenal sedikit bekerja dan banyak bekerja. Dalam upaya menjawab persoalan umat, ia bersama orang-orang di sekitar mendirikan sebuah organisasi Islam, yakni Muhammadiyah yang saat ini menjadi ormas besar di Indonesia. 

 

Sementara Kiai Hasyim mendirikan sebuah pesantren di Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Ia lebih fokus pada kajian salafiyah, kitab-kitab kuning. Santri-santrinya banyak berdatangan untuk menimba ilmu. Kemudian ia mendirikan organisasi Islam juga yang diberi nama Nahdlatul Ulama.

 

NU dan Muhammadiyah sama-sama memiliki tujuan untuk menumbuhkan Islam di Indonesia sebagai agama yang moderat, toleran, dan progresif. Meski keduanya memiliki cara pandang yang berbeda, tetapi pada hakikatnya sama-sama ingin mencapai tujuan yang satu yakni ridha Allah dan Islam yang rahmatan lil alamin. 

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan