Nabi Muhammad Teladankan Kepemimpinan yang Peka terhadap Derita Rakyat
NU Online · Kamis, 4 Desember 2025 | 17:30 WIB
Ilustrasi: derita rakyat Tapanulis Selatan, Sumatra Utara saat berupaya membuka akses jalan pasca-tertimpa banjir bandang dan longsor. (Foto: dok Ansor Tapsel)
Achmad Risky Arwani Maulidi
Kontributor
Jakarta, NU Online
Nabi Muhammad merupakan teladan utama dalam model kepemimpinan yang ideal bagi umat Islam. Sifat-sifat kepemimpinan beliau diabadikan dalam Al-Qur’an, salah satunya dalam Surah at-Taubah ayat 128. Dalam ayat tersebut tergambar sejumlah karakter yang dapat dijadikan pedoman bagi para pemimpin, terutama sikap peka terhadap penderitaan rakyat.
Ketua PCNU Kabupaten Pringsewu Lampung, Muhammad Faizin, dalam Maulid Nabi dan 4 Sifat Teladan Rasulullah bagi Para Pemimpin di NU Online, menjelaskan bahwa kandungan lafal ‘azizun ‘alaihimaa ‘anittum menunjukkan empati mendalam Nabi Muhammad terhadap kesulitan umatnya.
"Pemimpin sejati tidak tega melihat rakyatnya menderita. Pemimpin sejati ikut merasakan beban ketika rakyat kesulitan, baik dalam urusan ekonomi, sosial, dan sebagainya," jelas Faizin.
Sifat kedua yang termaktub dalam ayat tersebut adalah harishun ‘alaikum, yang mencerminkan kesungguhan Nabi dalam menjaga keselamatan dan keimanan umat.
"Seorang pemimpin tidak boleh hanya memikirkan kepentingan pribadi atau kelompok, melainkan keselamatan bangsa secara menyeluruh," tegasnya.
Faizin juga menekankan dua sifat lain yang penting diteladani, yakni lemah lembut (ra’ufun) dan penuh kasih sayang (rahimun). Pemimpin yang memiliki sifat ini dinilai tidak akan menzalimi rakyat dengan kekuasaan.
"Pemimpin yang penuh kasih dan sayang akan memutuskan sesuatu dengan mempertimbangkan dampaknya bagi rakyat kecil, kaum lemah, dan mereka yang membutuhkan perlindungan," tandasnya.
Sementara itu, dalam tulisannya di NU Online, Sayyida Naila Nabila menegaskan bahwa keadilan merupakan prinsip mendasar dalam kepemimpinan. Kebijakan yang tidak ditempatkan secara proporsional, menurutnya, dapat memicu ketimpangan sosial.
"Salah satu tantangan terbesar bagi pemimpin adalah menjaga dirinya dari sifat individualisme atau mementingkan kepentingan pribadi," ujarnya, seraya mengutip hadis Nabi yang mengingatkan bahaya kepemimpinan yang individualis.
Ia menegaskan bahwa kepemimpinan merupakan amanah untuk memberikan pelayanan kepada rakyat. Konsekuensinya adalah menempatkan kemaslahatan umum di atas kepentingan politik atau pribadi.
"Jika kebijakan pemimpin hanya menguntungkan bagi lingkup mereka saja dan memberikan kesusahan bagi mayoritas masyarakat, hal tersebut tidak sejalan dengan sikap adil dalam Islam maupun dalam kehidupan sosial-politik," ungkap Pegiat Kajian Keislaman tersebut.
Terpopuler
1
Bedah Hujjah KH Afifuddin Muhajir: Dari Kewajiban Taat AD/ART hingga Pentingnya Bukti Konkret
2
Kelompok Sultan Tunjuk M Nuh sebagai Katib Aam PBNU
3
Kelompok Sultan Gelar Rapat Harian Syuriyah-Tanfidziyah di Gedung PBNU
4
PBNU Kelompok Sultan Targetkan Percepatan Muktamar dan Gelar Harlah 1 Abad NU
5
Gus Yahya Dorong Islah Demi Keutuhan Jamiyah, Serukan Warga NU Tetap Jaga Persatuan
6
Kabar Duka: Prof Ahmad Syafiq, Pengurus Lembaga Kesehatan PBNU Wafat
Terkini
Lihat Semua