Nasional

NU Jangan Sampai Terpancing

Sabtu, 6 Oktober 2012 | 22:38 WIB

Semarang, NU Online
Warga NU diminta jangan terpancing dengan tindakan yang dilakukan orang untuk merusak citra jam’iyyah ini. Penyerangan Kantor PWNU Sulsel pada hari Kesaktian Pancasila dan laporan sebuah majalah tentang kekerasan, tidak perlu ditanggapi emosional. 

<>

Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum PBNU H As’ad Said Ali dalam Dialog Tentang Peran Ulama dan Tokoh Masyarakat Se-Jawa Tengah dalam Menegakkan Konstitusi dan Gerakan Anti Korupsi yang di Aula Lantai III Kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jateng, Jalan Dr. Cipto 180 Semarang, Sabtu (6/10). 

“NU jangan sampai terpancing. Semua provokasi dan cercaan sudah biasa dihadapi NU sejak dulu,” ujarnya di hadapan utusan Pengurus Cabang NU se-Jateng, pengurus lajnah, lembaga dan badan otonom serta para kiai pesantren. 

Lebih lanjut As’ad mengatakan, para kiai di pesantren maupun dalam struktur pengurus NU, cenderung mengedepankan akhlak dan semangat perdamaian. Karena hati mereka dijiwai semangat dakwah  alias mengajak kebaikan, maka cara berpikirnya serba husnudhon. Lalu tindakan mereka cenderung mengayomi dan menyayangi. 

Repotnya, kata As'ad, ketika pihak-pihak yang diayomi NU itu diidentifikasi sebagai kelompok sesat golongan jahat, NU dan para kiainya yang disalahkan. Bahkan termasuk oleh warga NU sendiri. Terlebih jika ada di antara yang membenci itu orang yang mengaku sebagai Nahdliyin. 

"Contohnya, kala Gus Dur sebagai representasi NU mengayomi Ahmadiyah, bayank orang ramai-ramai menyalahkan. Saat ada Jaringan Islam Liberal, NU pula yang dituding negatif. Terlebih saat ada kasus kekerasan di Sampang, NU terkena getahnya walaupun sebatas ucapan orang per orang yang menuduh warga NU pelakunya," paparnya. 

“Para  kiai itu selalu husnudhon. Setiap orang dianggap baik dan ingin selalu diajak baik. Namun ulama sering disalahkan ketika pihak yang dibela dan diayomi itu dianggap salah atau sesat,” lanjutnya. 

Komitmen Bernegara  As’ad yang didampingi Ketua tanfidziyah PWNU Jateng M Adnan, ketua Lembaga Perguruan Tinggi NU Dr Noor Ahmad ini menyampaikan, sejak berdiri tahun 1926, NU selalu menjaga NKRI.

Komitmen NU adalah komitmen bernegara, mengayomi seluruh bangsa. Maka tindakan NU selalu dijiwai semangat Bhinneka Tunggal Ika dan menjadikan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai tolok ukur menyikapi problem bangsa dan Negara. 

Ahmadiyah, Syi’ah, JIL, atau apapun namanya, punya hak hidup di negara berdasar Pancasila ini. Para pengikutnya, sebagai warga negara yang sah, berhak diberi perlindungan hokum dan keamanan. Persoalan mereka dianggap keliru dalam aqidah atau syariat atau akhlaknya, itu harus didakwahi dengan cara yang sesuai ajaran Gusti Allah dan tuntunan Rasulullah. 

“Orang tersesat itu mestinya diberi pengertian, ditunjukkan jalan yang lurus. Bukan dimusuhi atau dibasmi. Negara tidak boleh mendiskriminasi mereka,” tegasnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, Munas dan Konbes NU yang digelar di Cirebon 13-17 September lalu meneguhkan komitmen itu, dengan mengusung tema “Kembali Ke Khittah Proklamasi 1945. 

Yang perlu dilakukan saat ini, kata dia, adalah memperkuat persatuan warga bangsa untuk mengatasi masalah berat negeri tercinta. Yaitu soal korupsi yang merajalela dan ancaman disintegrasi yang semakin kentara. 

Lebih khusus dia berpesan kepada warga NU, khususnya para ulama, untuk memperkuat ukhuwah dan kekompakan dalam menghadapi setiap masalah. Umat perlu dibimbing dan dijaga terus, karena selalu ada orang yang mengangkat isu PKI untuk kepentingan politik dan hendak melanggengkan kekuasaan dengan cara yang culas. 

“Kita harus memperkokoh persatuan dan terus membina kekompakan. Persaudaraan antar kita harus terus kita pupuk. Para ulama harus terus membimbing umatnya,” pungkas dia. 

Acara dilanjutkan dengan dialog Ketua KPK Abraham Samad yang didampingi Rais Syuriyah PBNU KH Hasyim Muzadi, setelah diselingi jeda sholat dluhur. 


Kontributor: Ichwan