Surabaya, NU Online
Bencana alam yang kerap melanda negeri ini memantik Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) dan Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) Jawa Timur mengeluarkan panduan. Tidak semata dalam pandangan fikih, di dalamnya juga terdapat berbagai sudut pandang demi memperkaya pengetahuan dan kesadaran.
“Dalam kondisi terjadi bencana alam, selain problem kebutuhan logistik yang mendesak, juga muncul permasalahan-permasalah keagamaan yang belum terespons secara baik,” kata Ustadz Ahmad Muntaha AM, Sabtu (4/1).
Dalam pandangan Sekretaris PW LBMNU Jatim ini, berbagai persoialan lain juga sangat mendesak untuk memperoleh tanggapan.
“Yang mendesak diperlukan jawabannya saat itu juga adalah terkait dengan akidah, teknis ibadah, maupun muamalah,” jelasnya.
Lebih rinci, alumnus Pesantren Lirboyo, Kediri tersebut menjelaskan terkait sejumlah hal yang kerap menjadi perbincangan saat musibah melanda sebuah kawasan.
“Muncul pertanyaan, apakah musibah yang tengah melanda sebuah wilayah sebagai ujian atau azab?” katanya balik bertanya.
Demikian pula manakala sudah sampai waktu shalat, bolehkah melakukannya dengan pakaian atau di tempat najis lantaran kesulitan yang dihadapi.
Persoalan lain yang juga tidak dapat dihindari adalah cara mentahjiz mayat yang terus-menerus mengeluarkan darah atau bahkan sudah membusuk. Hal ini sebagaimana terjadi pada tragedi tanah longsor, sehingga korban terbenam di tanah dalam waktu lama.
“Saat kondisi seperti itu, juga pastinya banyak pertanyaan terkait menguburkan jenazah Muslim dan non-Muslim dijadikan dalam satu lahat atau satu lingkungan pemakaman,” ungkas alumnus Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya ini.
Dari diskusi yang mengemuka dengan PW LPBINU Jatim dan sejumlah kalangan tersebut juga muncul tentang hukum mengambil harta orang lain dalam kondisi darurat bencana dan bagaimana pertanggungjawabannya.
“Karena itu PWNU Jawa Timur melalui PW LBMNU dan LPBINU berupaya menjawab berbagai permasalahan yang terjadi saat maupun pasca bencana, dengan pembahasan yang kemudian dikenal dengan istilah fikih bencana perspektif Nahdlatul Ulama,” ungkapnya.
Diharapkan dari panduan teknis yang dapat diunduh secara gratis tersebut dapat menjadi referensi alternatif bagi korban terdampak bencana, para relawan seperti LPBINU, Ansor, Banser dan selainnya.
“Dengan demikian pendampingan korban terdampak bencana yang dilakukan tidak hanya dari sisi pemenuhan logistik semata, namun dilakukan secara holistik, termasuk pendampingan ibadah, muamalah bahkan bimbingan akidah,” pungkasnya.
Tim mushahih materi ini adalah KH Arsyad Bushoiri, KH Romadlon Khotib, KH Azizi Hasbulloh. Sedangkan para perumus antara lain Kiai Ahmad Fauzi Hamzah Syam, Kiai Zahro Wardi, Kiai Ahmad Muntaha AM, Kiai Suhairi, Kiai Samsudin, Kiai M Arifuddin, dan Kiai Muhammad Hamim HR.
Pewarta: Ibnu Nawawi
Editor: Aryudi AR