Pakar: Kejahatan Ekologis dan Krisis Lingkungan Jadi Ancaman Masa Depan Bangsa
NU Online · Sabtu, 6 Desember 2025 | 08:30 WIB
Mufidah Adzkia
Kontributor
Jakarta, NU Online
Guru Besar Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Wicipto Setiadi menegaskan bahwa kejahatan ekologis harus dipandang sebagai ancaman serius terhadap masa depan bangsa, bukan hanya pelanggaran administratif.
Menurutnya, oligarki ikut melemahkan regulasi dan penegakan hukum lingkungan, sehingga etika lingkungan menjadi landasan moral yang penting untuk menjaga kelestarian alam.
“Tantangan oligarki harus ditangani melalui penguatan integritas, reformasi regulasi, dan yang terakhir keberanian politik Inilah kuncinya yaitu political will. Dan yang selanjutnya, kejahatan ekologis harus dipandang sebagai ancaman terhadap masa depan bukan sekadar pelanggaran administratif,” tegasnya.
Hal tersebut disampaikan dalam Ngaji Tematik Etika Lingkungan, Oligarki, dan Kejahatan Ekologis yang diselenggarakan Jimly School secara daring, Jumat (5/12/2025).
Wicipto menjelaskan bahwa oligarki muncul ketika kekuasaan ekonomi dan politik terkonsentrasi pada kelompok kecil elit yang memiliki akses besar terhadap kebijakan publik.
“Dampaknya nyata terhadap kebijakan lingkungan. Regulasi lebih sering mengakomodasi eksploitasi ketimbang konservasi. Lemahnya penegakan hukum pun tak lepas dari struktur kekuasaan yang saling melindungi,” ungkapnya.
Wicipto mengingatkan bahwa Pasal 28H dan Pasal 33 UUD 1945 secara tegas menjamin hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta pengelolaan sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat. Karena itu, menurutnya, kejahatan ekologis merupakan bentuk pelanggaran atas mandat konstitusi.
Baca Juga
Membangun Kembali Moral Ekologis
“Dalam environmental ethics (prinsip universal dalam etika lingkungan) terdapat pedoman keadilan lintas generasi, keseimbangan antara ekosentrisme dan antroposentrisme, prinsip kehati-hatian, akuntabilitas, serta kesalingterhubungan antara seluruh elemen ekologis,” paparnya.
Sementara itu, Urban Justice Campaigner Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Wahyu Eka Styawan, mengajak masyarakat untuk mengubah cara pandang terhadap alam. Ia menilai bahwa relasi manusia dan lingkungan mestinya tidak sekadar memanfaatkan, tetapi saling menjaga.
“Manusia adalah bagian dari alam dan memainkan fungsinya dalam rantai kehidupan. Pertanyaannya, apakah alam memiliki nilai intrinsik, atau hanya dipandang penting sejauh ia bermanfaat bagi manusia?” ujarnya.
“Jika demikian, wajar jika hutan dianggap harus dibuka untuk pabrik. Padahal hutan adalah buffer zone, penyimpan air, dan penyerap polutan,” tambahnya.
Wahyu menegaskan bahwa persoalan nilai ini terwujud dalam praktik pemanfaatan ruang. Karena itu, pemanfaatan kawasan hutan harus tetap sejalan dengan upaya menjaga fungsi ekologisnya.
“Etika lingkungan menjadi fondasi moral ketika kita menolak kebijakan yang terlalu pro-ekstraksi,” ucapnya.
Wahyu juga mengingatkan meskipun manusia membutuhkan sumber daya alam, tetapi ada batas yang harus dijaga.
"Pembatasan ruang inilah yang kemudian melahirkan konsep tata ruang, yakni penentuan wilayah mana yang boleh dimanfaatkan dan mana yang harus dilindungi," tegasnya.
Baca Juga
Kenapa Tobat Ekologis Penting?
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
6
Khutbah Jumat: Mencegah Krisis Iklim dengan Langkah Sederhana
Terkini
Lihat Semua