Pati, NU Online
Ngaji NgAllah Suluk Maleman kembali digelar pada Sabtu (18/3) hingga Ahad (19/3) dini hari. Pada diskusi kali ini Sabrang Mowo Damar Panuluh atau yang banyak dikenal sebagai Noe Letto turut hadir. Bahkan vokalis grup musik kenamaan Letto itu sempat menyanyikan sejumlah lagu. Seperti halnya Ruang Rindu dan Sebelum Cahaya yang menjadi lagu andalan grup bandnya tersebut.
Lantunan musik dari aransemen Sampak GusUran dan suara merdu Noe Letto itu pun membuat suasana diskusi menjadi kian hangat. Apalagi tema yang dihadirkan juga begitu menarik, yaitu “Yang Sangsai Yang Tergadai”.
Tak hanya menyanyi, Noe pun sempat memberikan sejumlah pandangannya terkait tema tersebut. Dia menyebutkan dalam konteks saat ini banyak masyarakat yang menggunakan pola logika yang hanya mengambil satu ujung lantas melompat ke ujung lainnya, tanpa pernah merunutnya urutannya secara dalam. Hal itulah yang dikatakannya rentan menyebabkan permasalahan.
Pandangan itu turut diamini Anis Sholeh Ba'asyin. Selain enggannya merunut suatu permasalahan, budayawan penggagas Suluk Maleman itu juga menilai di abad komunikasi sekarang ini justru komunikasi antar individu justru terbatas.
“Sekarang ini adalah abad komunikasi. Alat komunikasi sudah sedemikian banyak dan canggihnya. Tapi kenapa komunikasinya justru menjadi sulit,” ujar Anis.
Padahal di zaman lalu, meskipun alat komunikasi sangat terbatas tapi antarulama tetap berkomunikasi dengan baik. Bahkan sekalipun berbeda pendapat tidak menjadikan masalah, tetap rukun dan yang penting tidak pernah membawa masalah itu ke umatnya. Bahkan dua ulama besar, KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan juga tidak pernah berselisih.
“Hal itu justru menunjukkan kalau sekarang ini tekhnologinya maju, namun kualitas manusianya yang turun. Mungkin karena lupa sama Allah,” imbuhnya.
KH Abdul Ghofur Maimoen, putra dari Mbah Maimoen Zubair mengatakan mendapatkan pengalaman yang menarik saat digelarnya musyawarah ulama di Sarang, Rembang, baru-baru ini.
“Melihat ulama bercerita dan bermusyawarah menjadi pengalaman yang asyik,” tambahnya.
Dalam musyawarah itu, KH Maimoen Zubair juga diakuinya sempat mengingatkan agar saat mau menyelesaikan berbagai macam hal sebaiknya tidak dengan situasi yang tegang. Karena hal itu justru menyulitkan.
“Justru yang paling enak itu NU, karena lambangnya sudah jelas, yaitu talinya dibuat kendur,” ujarnya.
Sikap kendur itulah yang dikatakannya harus bisa juga diterapkan dalam kehidupan seperti saat ini. Termasuk dalam musyawarah baru akan berjalan saat masing-masing pihak dalam kondisi kendur tidak tegang atau ngotot.
Pengasuh ponpes Al Anwar III ini juga mengingatkan agar tidak melihat sesuatu dari luarnya saja. Karena menurutnya tidak jarang yang terlihat baik belum tentu menyelesaikan masalah.
“Yang kelihatan baik kadang tidak memahami yang dianggapnya tidak baik. Itu juga menjadi sumber masalah,” tambahnya.
Sabrang Mowo Damar Panuluh juga mengajak ratusan peserta diskusi yang hadir untuk tidak terburu-buru dalam menjalankan segala sesuatu. Noe mengajak untuk mensyukuri nikmatnya perjalanan dalam menemukan diri sendiri. Bahkan harus yakin Tuhan akan memberikan jalan yang paling cepat dan aman.
“Yakinlah Tuhan memberikan segala sesuatu lengkap dengan uborampenya. Karena Tuhan tentu tidak ingin mencelakakan dengan apa yang diberikanNya, termasuk ilmu,” tambahnya. (Red: Abdullah Alawi)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua