Aru Lego Triono
Kontributor
Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Kesehatan dr Syahrizal Syarif berpesan kepada para kiai dan pengasuh pesantren yang sudah sepuh berusia di atas 70 tahun, tidak perlu ragu-ragu terhadap vaksinasi.
“Vaksin Covid-19 (produksi) Sinovac tidak diragukan. Sudah aman sekali. Bahkan di Brasil, penerima vaksin pertamanya adalah seorang nenek-nenek berusia 102 tahun, namanya Fransisca Alves Xavier. Jadi maksud saya, kiai-kiai yang berusia di atas 70 tahun itu tidak usah ragu terhadap vaksinasi,” ungkap Syahrizal, kepada NU Online, Kamis (18/2).
Berdasarkan riset ilmiah, lanjutnya, rentang waktu vaksinasi untuk kalangan lanjut usia dari dosis pertama ke dosis kedua adalah 28 hari. Berbeda dengan kelompok berusia 18-59 tahun yang berjarak selama 14 hari.
Ahli Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) ini juga berharap agar semua pesantren, baik pengasuh maupun guru-gurunya, tidak menolak terhadap vaksinasi Covid-19.
Sebab, proses vaksin sejak awal berbasis ilmiah. Sudah dinyatakan aman oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Bio Farma, serta dinyatakan halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Menurut Syahrizal, vaksinasi untuk para kiai dan nyai sepuh di pesantren bukan hanya bertujuan untuk melindungi warga pesantren, tetapi juga dapat memberikan perlindungan kepada warga sekitar pesantren dari wabah Covid-19.
“Guru-guru pesantren itu masuk ke dalam kategori pelayan publik. Jadi pemberian vaksinasi ini kepada semua pengajar yang ada di pesantren serta kepada kiai-kiai, nyai, dan kelompok lansia yang ada di pesantren,” tuturnya.
Ia merasa sangat yakin, jika vaksinasi Covid-19 dilakukan di pesantren dan diberikan kepada pengasuhnya yang sudah berusia di atas 70 tahun, maka akan terjadi penurunan angka kematian atau kasus Covid-19 dengan gejala berat dan kritis.
Kemudian, Syahrizal memberikan apresiasi kepada Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin yang pada Rabu lalu memberikan contoh untuk bersedia menerima suntikan vaksin. Menurut Syahrizal, para tokoh agama di pesantren mesti meniru Wapres.
“Kemarin (Rabu) baru dicontohkan, saya kira bagus sekali, vaksinasi terhadap wakil presiden yang berusia 77 tahun, seorang mantan Rais Aam PBNU. Saya kira ini contoh baik yang harus ditiru di pesantren,” tegasnya.
Saat ini, Syahrizal menuturkan, angka kematian di kalangan kiai, nyai, dan warga pesantren sangat tinggi dibandingkan dengan angka normal kematian sebelum Covid-19. Karena itu, ia berharap kepada pemerintah untuk memberikan perhatian khusus kepada pesantren, soal vaksinasi Covid-19 yang harus disegerakan.
“Saya berharap pemerintah memberikan perhatian khusus memprioritaskan dan mempersiapkan pelaksanaan vaksinasi kepada kelompok lansia di pesantren. Mudah-mudahan vaksin bisa dilaksanakan secara luas, secara merata, dan dilaksanakan dalam waktu secepatnya,” tutur Syahrizal.
Target vaksinasi
Pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan, menargetkan vaksinasi Covid-19 ini akan selesai selama 15 bulan, dimulai sejak Januari 2021 hingga Maret 2022. Syahrizal memprediksi, proses vaksinasi akan lebih cepat dari target, jika kelompok lansia juga divaksin.
“Targetnya kan 15 bulan. Tapi kelihatannya akan lebih cepat dari target,” ungkap Syahrizal, yakin.
Namun demikian, terdapat beberapa problem yang harus dihadapi. Pemerintah Indonesia menargetkan agar 181 juta penduduknya divaksin dan dicapai dalam waktu 15 bulan dengan berbagai sumber vaksin.
“Nah kita sampai hari ini baru ada Sinovac, walaupun ada tujuh vaksin lain yang terdapat di daftar. Salah satunya vaksin dari Astrazeneca yang pabrik industrinya ada di India itu besar sekali. Jadi mudah-mudahan, selain Sinovac, kita bisa mendapatkan Astrazeneca itu,” ujar Syahrizal.
Ia mengaku lebih berharap kepada vaksin Astrazeneca daripada Pfizer. Sebab, negara-negara maju di dunia membeli vaksin Pfizer dengan jumlah yang sangat besar, sehingga produksinya tidak bisa memenuhi.
Vaksin Astrazenecca segera berizin di Indonesia
Pemerintah Indonesia berhasil mengamankan puluhan juta dosis vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh Astrazeneca. Hal tersebut didapat karena menjalin kerja sama multilateral dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui program Fasilitas COVAX.
Dikutip dari laman Indonesia Baik, Fasilitas COVAX adalah program bersama untuk mendukung akses penanggulangan Covid-19 melalui kolaborasi dengan mempercepat penelitian, produksi, dan akses yang setara atas vaksin Covid-19.
Pengelola kerja sama tersebut adalah GAVI, WHO, dan Koalisi Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI). Per 10 Oktober 2020, partisipan di dalam kerja sama ini terdiri dari 171 negara, salah satunya adalah Indonesia. Targetnya menyediakan 2 miliar vaksin hingga akhir April 2021 dengan estimasi investasi mencapai 38 miliar dolar AS.
Terkait vaksin Astrazeneca, Kepala BPOM RI Penny Kusumastuti Lukito dalam konferensi pers pada Selasa (16/2) lalu menyatakan bakal segera mengeluarkan izin penggunaan darurat pada vaksin Astrazeneca di Indonesia.
“Kami mendapatkan informasi emergency use authorization listing dari WHO untuk vaksin Astrazeneca yang akan didistribusikan melalui kerja sama multilateral sudah dikeluarkan. Tugas BPOM mengeluarkan emergency use authorization (izin penggunaan darurat),” katanya.
Ia merincikan bahwa sebanyak 13,7 sampai 23 juta dosis vaksin Astrazeneca diperkirakan akan diterima Indonesia dengan rincian kuartal I sebanyak 25-35 persen dan kuartal II sejumlah 65-75 persen dari alokasi tahap awal.
Di kesempatan yang lain, Penny juga menyebutkan bahwa dalam waktu dekat ini sedang melangsungkan proses agar vaksin Astrazeneca bisa segera masuk ke Indonesia. “Insyaallah dalam waktu dekat ini sedang berproses untuk segera bisa masuk vaksin Astrazeneca yang multilateral,” katanya dalam webinar bersama Fakultas Kedokteran UI, Jumat (19/2) pagi.
Ia menjelaskan, meski sudah mendapatkan daftar penggunaan darurat (EUL) dari WHO, vaksin Astrazeneca tetap membutuhkan izin penggunaan darurat dari otoritas obat masing-masing negara.
“Saat ini EUA (izin penggunaan darurat) untuk vaksin Astrazeneca tersebut sedang diproses secara bertahap oleh BPOM dan mungkin bisa selesai dalam waktu dekat. Tahapan sekarang adalah EUL sudah keluar dari WHO tapi tetap membutuhkan EUA dari otoritas obat masing-masing, dalam hal ini BPOM, sedang berproses,” terang Penny.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua