Jakarta, NU Online
Republik Indonesia telah memasuki usia yang ke-74. Di usianya saat ini, berbagai ancaman dan tantangan datang silih berganti. Tak terkecuali ancaman penggantian ideologi yang merongrong dan merusak tatanan bangsa.
Tak ayal, mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan sepenuh sistem dan ideologinya menjadi satu tekad penting yang harus selalu ditanamkan dan diupayakan dalam rangka menjaga keutuhan bangsa.
“Satu tekad, yaitu mempertahankan dan mengisi kemerdekaan RI dengan utamanya menjaga keutuhan bangsa dan Negara Republik Indonesia,” kata Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Mohammad Ma’shum Machfoedz saat menjadi pembina upacara peringatan HUT ke-74 RI di halaman PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Sabtu (17/8).
Meraih kemerdekaan bukanlah perkara mudah. Butuh ratusan tahun menggalang persatuan dan jutaan korban jiwa sampai akhirnya teks Proklamasi dibacakan oleh Presiden Soekarno di Jakarta pada 17 Agustus 1945. “Setelah merdeka, kita menatap masa depan bangsa Indonesia, tentu dengan mengingat muasal kemerdekaan yang penuh tetes darah dan perjuangan itu,” ujarnya.
Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta itu mengungkapkan bahwa kemerdekaan Indonesia bukan atas pemberian ataupun belas kasihan. Akan tetapi, betul-betul atas cucuran keringat dan kucuran darah yang mengalir dari tubuh-tubuh yang penuh kerelaan demi masa depan anak-cucunya kelak.
“Ada satu catatan yang pantas selalu diingat bersama bahwa Indonesia ini merdeka atas jerih payah bangsa Indonesia, para pahlawan yang meneteskan darahnya dengan mengorbankan nyawa dan harta bendanya,” jelasnya.
Tak ayal, jargon yang selalu didengungkan oleh Nahdliyin adalah ‘NKRI Harga Mati’. Hal itu, kata Ma’shum, mengingat apa yang diamanatkan dan diwariskan oleh para leluhur bangsa.
Oleh karena itu, ia mengingatkan kembali bahwa seluruh elemen bangsa harus betul-betul berupaya sekuat tenaga menjaga NKRI dengan segala yang ada di dalamnya.
“Berbicara NKRI Harga Mati tentu dengan segala model pembangunannya, dengan segala kesejahteraan yang dijanjikannya, dengan segala keadilan sosial dan kemanusiaan yang dibangun oleh bangsa ini, untuk kesejahteraan dan kebangsaan ini yang adil dan makmur, baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur,” pungkasnya. (Syakir NF/Musthofa Asrori)