Nasional

Pembelajaran Coding dan AI Tingkatkan Berpikir Kritis Siswa, Butuh Fasilitas dan Pengajar Memadai

Senin, 13 Januari 2025 | 21:30 WIB

Pembelajaran Coding dan AI Tingkatkan Berpikir Kritis Siswa, Butuh Fasilitas dan Pengajar Memadai

Hasil pembelajaran coding. (Foto: dokumentasi Ahmad Ataka Awwalur Rizqi)

Jakarta, NU Online

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) saat ini sedang mengembangkan strategi pembelajaran yang efektif terkait dengan coding dan kecerdasan buatan (AI) akan dimasukkan ke dalam kurikulum Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada tahun pelajaran 2025-2026.


Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa pembelajaran coding dan AI merupakan upaya pemerintah mempersiapkan generasi muda yang mampu bersaing di kancah global. Menurutnya, dengan perkembangan teknologi digital saat ini seperti coding dan AI akan membantu anak-anak Indonesia untuk menghadapi tantangan zaman dan mewujudkan generasi emas di tahun 2045.


“Seperti yang kita ketahui, banyak negara maju sudah memulai pengajaran teknologi tinggi seperti coding dan AI sejak dini. Kami juga berencana untuk memperkenalkan pembelajaran ini mulai dari sekolah dasar, dengan rencana menjadikannya sebagai mata pelajaran pilihan pada tahun ajaran 2025-2026,” ujar Mu’ti yang dikutip melalui laman Kemendikbud pada Ahad (12/1/2025).


Wakil Mendikdasmen Fajar Riza Ul Haq menyampaikan bahwa mata pelajaran coding dan AI bersifat pilihan dan akan diterapkan di sekolah yang telah siap dari berbagai aspek. “Akan diterapkan di sekolah yang memiliki kesiapan dari segi sarana, infrastruktur, serta kemampuan siswa,” ujarnya  yang di kutip NU Online melalui laman Kemendikbud pada Ahad (12/1/2025).


Pembelajaran coding dan AI sejak dini dinilai dapat meningkatkan keterampilan, kreativitas, berpikir logis, dan memecahkan masalah pada anak-anak.


“Pelajaran coding ini penting untuk anak-anak. Coding ini berkaitan dengan kemampuan berpikir logis matematika. Jadi pelajaran ini sangat perlu dikenalkan tetapi dengan cara yang tepat untuk anak-anak ditingkat dasar,” ujar Prof Muhammad Zuhdi, Guru Besar Ilmu Pengembangan Kurikulum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, kepada NU Online pada Jumat (10/1/2025).


“Bisa membantu anak berpikir logis, bisa berpikir kreatif, bisa memecahkan masalah, bisa melakukan inovasi, bisa mengembangkan diri dengan memahami perkembangan teknologi di masa yang akan datang,” lanjutnya.


Dalam penerapannya, pembelajaran coding dan AI ini, menurutnya, perlu dilakukan secara bertahap pada setiap jenjang pendidikan. Ia menyebut pengenalan coding bisa dilakukan melalui permainan fisik, seperti menyusun benda berdasarkan kategori tertentu.


“Itu kan sudah melatih berpikir logis dan sistematis, seperti permainan yang merangsang anak untuk berpikir logis, misalnya building block, puzzle,” kata Prof Zuhdi.


Menuju ke sana, hal yang perlu diterapkan lagi adalah pengetahuan matematika dasar yang kuat. Sebab, itu merupakan fondasi berpikir logis yang merupakan modal penting dalam coding.


“Kemudian pendidikan intelektualnya, pengetahuan itu salah satunya kemampuan berpikir logis dengan coding yang diawali dengan pengetahuan matematika dasar, berhitung,” tambahnya.


Prof Zuhdi menjabarkan setidaknya ada tiga kriteria yang sekolah perlu siapkan untuk penerapan pembelajaran coding dan AI kepada siswa. Pertama, perbandingan rasio antara guru dan siswa harus sebanding. “Kalau masih ada guru dan siswanya satu berbanding 40 atau 50 di satu kelas, itu sulit karena guru akan tidak bisa mendampingi satu persatu,” ucapnya.


Kedua, fasilitas ruangan belajar yang memadai. Hal ini penting sebagai sarana untuk memperkaya pengetahuan dan pemahaman guru dan siswa. “Fasilitas belajar di sekolah ada ruang yang memadai, perpustakaan yang memadai ada bacaan buat siswa dan buat guru,” katanya.


Hal yang tidak kalah pentingnya adalah fasilitas peraga, seperti komputer, jaringan internet, dan alat permainan untuk merangsang pemahaman coding dan AI. “Kesiapan komputer dengan alat-alatnya, jaringannya, termasuk alat peraga yang diperlukan tentu akan sangat membantu siswa dalam pembelajaran tentang coding ini,” ujar Prof Zuhdi.


Marina dalam artikel Coding as Another Language: a Pedagogical Approach for Teaching Computer Science in Early Childhood di Jurnal Comput Educ (2019) mengatakan bahwa pembelajaran coding dan AI kepada anak usia dini dapat meningkatkan pengetahuan sains, teknologi, rekayasa, dan matematika (Science, Technology, Engineering, and Mathematics atau STEM).


Menurutnya, kurikulum coding dan AI dapat dikenalkan kepada sekolah dasar melalui permainan sederhana menggunakan perangkat komputer, seperti aplikasi Scratchjr dan Kibo yang telah diterapkan di negara Amerika.


Senada, Dosen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Ahmad Ataka Awwalur Rizqi menyampaikan bahwa banyak cara mengenalkan pembelajaran coding dan AI kepada siswa SD maupun SMP. Kurikulum yang dapat diterapkan untuk pengenalan awal kepada siswa berupa permainan sederhana seperti puzzle.


“Kalau orang itu berpikir belajar coding harus langsung ke komputer, itu sebenarnya tidak harus, tetapi bisa menggunakan perangkat problem solving seperti mainan anak-anak puzzle. Itu sebenarnya sudah membantu berpikir kritisnya,” ujarnya kepada NU Online pada Ahad (12/1/2025).


Ataka menyampaikan bahwa kurikulum yang bisa diterapkan untuk pengenalan mata pelajaran coding dan AI dapat melalui block programming (pemrograman berbasis balok).


“Kalau kurikulum yang bisa diterapkan di Indonesia itu, bisa menerapkan block programming, ada banyak tools yang bisa digunakan seperti Scratchjr, itu bisa membuat coding tanpa harus mengetik, itu cuman menggeser saja, seperti blok ini digeser ke mana,” katanya.


“Block programming itu kelihatan bentuknya, alurnya tuh ke sini, itu sesuatu yang lebih mudah karena itu visual jadi anak lebih paham,” tambahnya.


Ia juga menambahkan bahwa kurikulum, sarana, dan prasarana perlu disesuaikan dengan jenjang pendidikan siswa. Menurutnya, untuk siswa SD masih bisa menggunakan barang-barang yang digunakan sehari-hari, tetapi siswa SMP perlu ada peningkatan seperti komputer.


“Kalau di level-level awal (SD) belum perlu menggunakan komputer bahkan bisa menggunakan barang-barang sederhana yang sehari-hari digunakan, tetapi semakin ke sana (SMP) akan semakin butuh tambahan komputer, tools yang cukup banyak,” kata Alumnus Universitas King’s College, London, Inggris.


Ataka menegaskan bahwa sarana dan prasarana yang dibutuhkan akan mengikuti dari kurikulum pembelajarannya.


“Kurikulumnya perlu ada terlebih dahulu oleh Kementerian. Karena kurikulum tentang coding ini dinamis jadi banyak cara untuk mengenalkan coding ini kepada anak-anak,” ucapnya.


Dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menyampaikan bahwa pembelajaran coding dan AI kepada anak-anak akan meningkatkan keterampilan atau yang sering disebut 4C, yaitu critical thinking, creativity, communication, dan collaboration.


“Nah, ini akan mengasah kreativitasnya, communication atau komunikasi ini nanti anak bercerita apa yang mereka buat, dan collaboration itu mereka bekerja sama karena membuat suatu projek itukan bersama-sama,” ujarnya.


Sementara itu, Koordinator Nasional Jaringan Pemantauan Pendidikan Indonesia (Kornas JPPI) Abdullah Ubaid Matraji menolak adanya pembelajaran coding dan ai kepada siswa SD maupun SMP.


“Kalau melihat kondisi yang terjadi di sekolah-sekolah peserta didik kita, itu baca sajakan belum bisa, berhitung saja belum bisa, yang dimaksud belum bisa itu kualitasnya buruk sekali, bahkan kita tertinggal di Asia Tenggara bahkan di dunia. Kalau kemampuan membaca dan berhitungnya tidak bisa, mau belajar coding apa? Mau belajar AI apa?,” ujarnya kepada NU Online pada Rabu (8/1/2025).


Ia mengatakan sebaiknya pemerintah meningkatkan pemahaman membaca, berhitung, sains, dan karakter terlebih dahulu kepada siswa SD maupun SMP sebelum penerapan mata pelajaran coding dan Ai.


“Kalau kemampuan membaca, menghitung, sains, sama karakternya masih buruk itu yang seharusnya dibenahi terlebih dahulu. Perubahan kualitas pendidikan itu harus dimulai dari situ dahulu keempat aspek tadi, kalau itu sudah baik maka yang lain bisa gampang dilakukan adaptasi dan itu harus dilakukan di seluruh sekolah di Indonesia,” ucapnya.


Ubaid menyoroti bahwa kualitas guru dan fasilitas pendukung di Indonesia juga belum sepenuhnya siap untuk mengajarkan mata pelajaran coding dan Ai kepada siswa di tahun ajaran mendatang.


“Yang ngajarin AI dan coding itu siapa? Misalnya guru, emang guru kita bisa? Harus didukung dengan adanya internet, anak-anak mempunyai alat untuk mendukung itu, emang udah siap? Itu pertanyaan mendasar yang bisa menjadi ukuran,” katanya.


"Apakah ini kebijakan yang bagus atau justru terseok-seok karena gurunya saja tidak mengerti Ai dan coding, lah anak-anak mau belajar apa?,” lanjutnya.


Ia menduga dengan adanya pembelajaran coding dan AI kepada siswa SD maupun SMP dapat menimbulkan permasalahan baru seperti diskriminasi kualitas pendidikan di seluruh daerah Indonesia yang tidak merata.


“Ini dapat menimbulkan diskriminasi baru. Jadi anak-anak tidak mempunyai kesempatan yang sama dalam mendapatkan pendidikan yang berkualitas,” pungkasnya.