Peneliti Senior: Gus Dur Menjaga Persatuan dalam Keberagaman
Senin, 29 Mei 2023 | 21:00 WIB
Peneliti senior Wahid Foundation sekaligus perumus 9 Nilai Utama Gus Dur Ahmad Suaedy (Foto: Abdul Rahman Ahdori)
Abdul Rahman Ahdori
Kontributor
Jakarta, NU Online
Sosok Presiden Ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid atau dikenal Gus Dur masih mengakar dalam ingatan masyarakat, terkhusus bagi para aktivis lintas agama. Gus Dur dinilai sebagai sosok yang membuat persatuan, nasionalisme dan perbedaan di tengah-tengah masyarakat semakin indah, sehingga kerukunan serta kondusivitas dapat direalisasikan.
Peneliti senior Wahid Foundation sekaligus perumus 9 Nilai Utama Gus Dur Ahmad Suaedy mengatakan, Gus Dur merupakan sosok yang memperjuangkan kesetaraan warga negara. Apa yang diperjuangkan Gus Dur mirip dengan Revolusi Perancis 1789-1799 yang mampu mengubah tatanan kehidupan masyarakat Eropa secara keseluruhan.
Ia menambahkan, sebelum maupun setelah menjadi Presiden, Gus Dur terlibat langsung memperjuangkan kesetaraan warga negara, antara lain yaitu mengatasi konflik Papua dan Aceh serta membela minoritas, aliran kepercayaan dan Konghucu.
Bagi Suaedy, hal yang paling menarik dari sosok Gus Dur adalah ketika mampu menyelesaikan Papua karena status Gus Dur yang tidak hanya sebagai seorang Presiden, tetapi juga sebagai ulama Islam Ahlussunnah wal Jamaah Nahdlatul Ulama.
"Pertanyaan waktu saya menyusun disertasi mengapa Gus Dur selaku tokoh Islam Aswaja kok memikirkan konflik seperti itu? Apa yang dilakukan Gus Dur? Yang dilakukan Gus Dur adalah menyetarakan kewarganegaraan," kata Suaedy, Senin (29/5/2023).
Berdasarkan hasil penelitian disertasinya tersebut, Dekan Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) ini menyebut bahwa Gus Dur mengembalikan istilah negara yang sempat disalahpahami. Era Orde Baru, negara merupakan pihak yang benar, sementara warga negara adalah pihak yang salah dan harus ditundukkan.
"Gus Dur membalik. Kebenaran ada di warga negara, negara harus memperhatikan kemauan warga negara, asasnya adalah kesetaraan," tuturnya.
Oleh karena itu, katanya, yang pertama kali dilakukan Gus Dur kepada orang-orang Papua yakni menawarkan perihal kewarganegaraan. Kemudian mengajak mereka berdialog untuk menyelesaikan titik masalah yang saat itu dipersoalkan. Dalam diskusi bersama warga Papua dan Gerakan Aceh Merdeka, Gus Dur mengakui bahwa kesalahan terletak pada sikap negara, yang hanya melindungi mereka-mereka yang mengakui NKRI, sementara orang-orang Papua dan Aceh yang belum mengakui NKRI dibunuh dan diberangus.
"Gus DUr melihat dalam melihat kasus waktu itu kesalahan ada pada negara karena negara tidak memberikan keadilan kepada mereka, sehingga dengan adanya kesetaraan itu mereka harus diajak negaranya," ujarnya.
Suaedy menegaskan, apa yang dilakukan oleh Gus Dur sebelum dan selama menjadi Presiden, berdampak positif terhadap kerukunan dan solidaritas bangsa Indonesia saat itu. Sosok Gus Dur semakin menegaskan bahwa keberagaman bukan halangan untuk hidup saling berdampingan dan mendapatkan ketentraman menjadi warga negara Indonesia.
Sementara itu, Alissa Qotrunnada Wahid atau bisa disapa Alissa Wahid mengatakan, Gus Dur selama hidupnya bekerja keras agar keberagaman yang dimiliki Indonesia dapat memajukan bangsanya dalam segala aspek. Salah satu kunci dari majunya bangsa Indonesia adalah dengan tidak lagi mempertentangkan keberagaman melalui ajaran agama yang dianut oleh masing-masing individu warga negara.
Menurut Alissa, perbedaan yang ada sudah terpatri di dalam Pancasila, sehingga dalam konteks hidup berbangsa dan bernegara, seluruh masyarakat Indonesia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Artinya, semuanya memiliki komitmen dan tanggung jawab untuk menjaga keutuhan NKRI.
Selain itu, adanya kelompok-kelompok yang masih mempertentangkan Islam dan Pancasila berarti seseorang belum memahami nilai ajaran Islam secara utuh. Sebab, di dalam Pancasila tersebut terilhami oleh nilai-nilai agama termasuk di dalamnya agama Islam.
“Insyaallah itu juga nilai-nilai ilahiah. Makanya ya sama, Pancasila akan baik di setiap zaman dan ruang," ucapnya.
Alissa lantas mengutip pernyataan Gus Dur bahwa Pancasila bukanlah agama dan selamanya tidak akan menggantikan posisi agama. Dengan demikian maka tidak relevan kalau masih ada yang mempertentangkan Islam dan Pancasila.
"Bagi beliau, Pancasila sebagai panduan hidup bersama, itu yang membuat kita harus melihat Indonesia yang kelahirannya sudah beragam. Sedangkan Pancasila adalah yang mengikat keberagaman tersebut. Indonesia itu ada karena keberagaman, kalau tidak beragam jangan ada Indonesia," kata Alissa menirukan pernyataan Gus Dur.
Kontributor: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua