Nasional

Pengamat Sarankan Utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung Tak Bergantung APBN

NU Online  ·  Jumat, 24 Oktober 2025 | 20:00 WIB

Pengamat Sarankan Utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung Tak Bergantung APBN

Ilustrasi kereta cepat. (Foto: Instagram keretacepat_id)

Jakarta, NU Online

 

Pengamat Transportasi Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno menyarankan agar pembiayaan utang Rp2 Triliun per-tahun Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh tidak bergantung kepada APBN semata. Menurutnya, di Indonesia, seluruh beban pembangunan baik infrastruktur maupun fasilitas pendukung, ditanggung oleh pihak operator atau konsorsium.

 

Ia menjelaskan bahwa saat ini sudah ada pemisahan anggaran. Pendanaan bisa menggunakan sumber dari Danantara yang juga memperoleh dividen besar dari BUMN, mencapai sekitar Rp90 triliun. Penggunaan APBN, lanjutnya, justru akan menjadi beban karena uang tersebut merupakan dana publik.

 

"Kalau pakai APBN berat, APBN itu kan uang rakyat dan uang pembangunan bukan hanya di Jawa, di luar Jawa itu juga belum terbangun dengan baik," katanya saat dihubungi NU Online pada Jumat (24/10/2025).

 

Ia menilai bahwa proyek kereta cepat bukanlah hal baru. Sebab sejak penjajahan Belanda pun, sistem konsesi kereta api sudah berlaku dalam jangka waktu yang panjang, bahkan mencapai 100 tahun. Ia membandingkan dengan proyek jalan tol yang masa konsesinya kini hanya sekitar 50 tahun.

 

"Padahal tol hanya bangun jalan. Kereta itu bangun jalan, bangun fasilitasnya juga," jelasnya.

 

Ia juga menyebut bahwa mantan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan sebenarnya pernah menilai proyek kereta cepat belum saatnya dijalankan, mengingat kemampuan daya beli masyarakat dan kondisi ekonomi nasional yang masih terbatas. 

 

Djoko menambahkan, setelah proyek selesai dibangun pun, tantangan baru muncul terkait tarif. Harga tiket yang dianggap ideal untuk menutup biaya operasional berada di kisaran Rp750 ribu per orang, angka yang dinilainya masih terlalu tinggi bagi sebagian besar masyarakat.  

 

Dengan demikian, akan muncul kebutuhan subsidi, namun ia menegaskan bahwa subsidi tersebut tidak seharusnya berasal dari APBN.

 

"Sejak awal sudah disepakati bahwa proyek ini bukan kerja sama G to G (government to government), melainkan B to B (business to business). Untuk skema B to B, semestinya dikelola oleh konsorsium yang terdiri atas PT Kereta Api Indonesia, PTPN, PT Wijaya Karya, dan PT Jasa Marga," katanya.

 

"Masing-masing perusahaan juga telah memberikan kontribusinya, Jasa Marga menyediakan lahan, PTPN memberikan area perkebunan, dan konstruksinya dikerjakan oleh PT Waskita," jelasnya.

 

Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan China terkait restrukturisasi utang proyek KCJB. Purbaya menyambut positif langkah tersebut, meskipun ia menegaskan bahwa Kementerian Keuangan tidak terlibat langsung dalam proses negosiasi dengan pihak pemerintah China.

 

"Saya sebisa mungkin enggak ikut (campur), biar aja mereka selesaikan business to businees. Top!" jelasnya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, pada Kamis (23/10/2025).

 

Lebih jauh, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menanggapi laporan media yang menyebut bahwa Pemerintah Indonesia tengah menegosiasikan restrukturisasi utang dengan China akibat proyek kereta cepat tersebut mengalami kendala keuangan.

 

"Sudah dua tahun sejak kereta cepat Jakarta-Bandung secara resmi beroperasi. Selama dua tahun terakhir, kereta api telah mempertahankan operasi yang aman, tidak terhambat, dan tertib," kata Guo Jiakun dalam konferensi pers reguler, Senin (20/10/2025).

 

Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa Indonesia dan China telah mencapai kesepakatan untuk merestrukturisasi pembiayaan proyek tersebut. Tak hanya itu, Luhut menyebut, skema baru ini bahkan membuka peluang perpanjangan masa pembayaran utang hingga 60 tahun.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang