Nasional

Perkembangan Bahasa di Pesantren menurut Pakar Linguistik

Jumat, 28 Oktober 2022 | 19:30 WIB

Perkembangan Bahasa di Pesantren menurut Pakar Linguistik

Pesantren masih dan akan terus mempertahankan penggunaan bahasa daerah karena faktor tradisi. (Foto: NU Online/Romzi)

Jakarta, NU Online

Perkembangan bahasa salah satunya yang disebabkan oleh kontak bahasa sebagaimana yang terjadi di pondok pesantren merupakan sesuatu yang sangat positif. Pasalnya, kondisi penggunaan bahasa di pesantren memang terbilang unik.


"Bahasa daerah, asing, dan Indonesia berbaur dan bergulat serta digunakan sesuai dengan kebutuhan dan porsinya masing-masing," kata Fariz Alnizar, pakar linguistik, kepasa NU Online pada Kamis (27/10/2022). 


"Hemat saya, ini merupakan sebuah fenomena menarik dan positif," lanjut Wakil Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta itu.


Fariz menjelaskan, bahwa memang akan selalu ada kontak bahasa di setiap kebudayaan. Hal tersebut merupakan hal yang wajar dan lumrah. Bahasa Arab dan Inggris, misalnya, yang cenderung dominan dan saling memengaruhi kala berkontak dengan bahasa Indonesia.


"Ada bahasa yang memang memiliki watak dominan seperti Arab atau Inggris. Kedua bahasa Ini banyak berkontak dengan bahasa Indonesia. Saling memengaruhi," ujarnya.


Pun demikian pula, lanjutnya, bahasa Indonesia ketika berkontak dengan bahasa daerah. Artinya, bahasa Indonesia cenderung dominan terhadap bahasa daerah, walaupun saling memengaruhi.


"Ini menjadikan bahasa kita berwarna dan tentu kita harus memandangnya secara positif," terang akademisi yang mendapat gelar doktor linguistik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.


Fariz menegaskan, bahwa bahasa nasional dan regional tak perlu dibedakan dalam konteks, yang nasional –bahasa Indonesia, media massa, pemerintah, sistem pendidikan– dianggap menyatukan negeri ini dan apa yang regional –loyalitas lokal, bahasa lokal, adat lokal, musik lokal– dianggap berpotensi memecah belahnya. 


"Apakah benar menjadi nasional, menjadi Indonesia, haruslah menanggalkan kedirian, adat istiadat, dan segala bentuk kebudayaan yang sudah melekat dalam diri kita?" ungkap Fariz.


"Misalnya, apakah untuk mengejar status “manusia nasional” kita harus meninggalkan kedaerahan kita? Sebetulnya di bagian manakah dari Merauke sampai Sabang ini yang disebut paling nasional atau bahkan paling Indonesia?" imbuh dia.


"Saya tegas mengatakan bahwa kondisi saling memengaruhi ini memperkaya bahasa kita," kata Fariz.


Tak ayal, pesantren masih dan akan terus mempertahankan penggunaan bahasa daerah karena faktor tradisi. "Ini bukan peristiwa yang dibangun dalam waktu 1-2 hari. Peristiwa ini (pemilihan bahasa daerah) memiliki akar yang kuat, sehingga kokoh hingga kini," katanya.


Pewarta: Syakir NF

Editor: Fathoni Ahmad