Nasional

Pidato Lengkap Gus Yahya tentang Kembali Berkhidmah kepada NU pada Pelantikan PCNU Rembang

Selasa, 10 September 2024 | 22:00 WIB

Pidato Lengkap Gus Yahya tentang Kembali Berkhidmah kepada NU pada Pelantikan PCNU Rembang

Ketum PBNU Gus Yahya Cholil Staquf saat pidato dalam Pelantikan PCNU Rembang, Ahad (8/9/2024). (Foto: dok. PCNU Rembang)

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menghadiri Pelantikan dan Musyawarah Kerja I Pengurus Cabang NU Kabupaten Rembang masa khidmah 2024-2029 di Gedung Islamic Center Maslahatul Ummat (Gedung Haji), Ahad, 4 Rabiul Awal 1446 H/8 September 2024 M.


Berikut adalah pidato lengkap Gus Yahya dalam kesempatan tersebut:


***

Assalāmualaikum warahmatullāhi wabarakātuh.


Alhamdulillāh wa syukrulillāh, was shalātu was salāmu alā Rasūlillāh Sayyidinā wa Maulānā Muhammad ibni Abdillāh, wa 'alā ālihii wa shahbihi wa man wālāh. Amma ba’ad.


Kembali ke NU

Yang mulia Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Kiai Ahmad Mu’adz Thohir. Beliau ini Abahnya dulu dan Mbahnya itu sebetulnya Masyumi. Tapi lalu alhamdulillah beliau kemudian kembali untuk berkhidmah kepada Nahdlatul Ulama ini, bahkan lebih giat daripada yang anak-anaknya orang NU sendiri.


Saya tahu bahwa ada strategi tersendiri untuk menarik kembali potensi-potensi seperti Kiai Mu’adz Thohir ini ke dalam NU. Dan dulu Gus Dur memang sengaja melaksanakan strategi seperti itu, sehingga ada sejumlah tokoh yang tadinya itu, antara lain, karena ikut Masyumi, lalu agak berjarak dengan NU, alhamdulillah kembali berkhidmah dan memberikan kontribusi-kontribusi yang luar biasa kepada NU.


Dulu ada Kiai Muchit Muzadi yang sejak ayah beliau yaitu Haji Muzadi memang Masyumi, dan Kiai Muchit ini juga Masyumi, tadinya. Karena pada waktu mondok di Tebuireng beliau itu ngenger (bersolidaritas) kepada Kiai Abdul Karim Hasyim. Karena Kiai Abdul Karim Masyumi, maka Kiai Muchit pun juga Masyumi, sampai-sampai adiknya yang bungsu – Kiai Muchit ini sembilan bersaudara, beliau yang sulung, dan karena beliau Masyumi maka adiknya yang bungsu ini – dipondokkan tidak di pondok NU, tapi di pondok Masyumi. Adiknya yang bungsu itu namanya Kiai Hasyim Muzadi, dipondokkan di Pondok Gontor yang Masyumi itu. Tapi alhamdulillah, kemudian Gus Dur memang memikirkan untuk menarik kembali potensi-potensi penting NU ini ke dalam NU, untuk berkontribusi kepada NU. Dan termasuk salah satunya Kiai Mu’adz Thohir ini.


Ini mirip, karena Kiai Abdul Karim itu ketika mondok di Kajen dulu dititipkan kepada Mbahnya Kiai Muadz ini, Kiai Nawawi. Makanya ketika Kiai Karim Masyumi, Masyumi semua. Waktu kampanye NU di mana-mana itu, Kulon Banon memasang bendera Masyumi paling besar se-Indonesia. Alhamdulillah sekarang sudah NU, bahkan lebih mempeng daripada yang bukan anaknya Masyumi. Tapi memang harus melalui proses, ada tahapan-tahapan.


Dulu pada waktu Kiai Mu’adz ini menjadi tim sukses pemenangan Kiai Sahal Mahfudz dalam Muktamar di Makassar, beliau ini ketua tim suksesnya. Saya termasuk di antara yang direkrut. Dan setelah berhasil, rupanya oleh Mbah Sahal beliau tidak langsung ditempatkan di posisi yang terlalu tinggi, cukup di a’wan saja dulu, karena masih ingat sejarah Masyumi tadi itu. Alhamdulillah setelah Muktamar Lampung kemarin, beliau sekarang adalah salah seorang Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.


Ini penting saya sebut, Bapak Ibu sekalian, karena saya dulu pernah diweling (dipesan) secara pribadi dan dengan sangat dalam oleh Kiai Ali Maksum. Pada waktu itu beliau memesankan dua hal.


Yang pertama, beliau katakan, jangan coba-coba menyelisihi sawādul a’dzam minulama-i nahdlatilulama. Pokoknya kalau sawādul a’dzam itu sudah sepakat atas sesuatu, ya sudah, setuju tidak setuju, suka tidak suka, ikut saja, karena sawādul a’dzam ini berbahaya, sudah banyak korbannya.


Yang kedua, jangan bersengaja menjauh dari jam’iyah Nahdlatul Ulama. Berstatemen jam’iyah itu artinya apa? Ya struktur. Jangan menjauh dari struktur Nahdlatul Ulama. Walaupun mungkin tidak mendapatkan jabatan apa-apa, tapi tetap berusaha untuk ikut berkontribusi, ikut berkhidmah, membantu mereka saudara-saudara kita yang ada di dalam struktur kepengurusan Nahdlatul Ulama.


Kata Kiai Maksum, ini jangan dilupakan supaya tidak kehilangan qiyādah. Jadi, risiko menyelisihi sawādul a’dzam dan menjauh dari jam’iyah – dalam pengertian dari struktur organisasi – itu risikonya potensial bisa kehilangan qiyādah. Kehilangan qiyādah itu artinya kemudian tidak memiliki maqam di dalam pergerakan jam’iyah Nadlatul Ulama ini bersama jamaahnya. Wal’iyādzubillāh ini.


Tapi ada ilmu baru dari Gus Dur itu, yaitu strategi mengembalikan qiyādah. Ini ilmu baru. Alhamdulillah saya sempat ngaji kepada Gus Dur soal ini. Sehingga ada sejumlah tokoh, seperti saya ceritakan tadi, yang oleh Gus Dur, dengan strategi beliau, kemudian berhasil dikembalikan ke qiyādah. Kiai Muchit Muzadi itu tadinya sudah tidak ada orang yang menyebut-nyebut di lingkungan Nahdlatul Ulama karena beliau Masyumi. Tapi Gus Dur dengan caranya berhasil mengembalikan beliau, sehingga menjadi salah seorang tokoh Nadlatul ulama. Bahkan adik bungsu beliau yang dipondokkan di pondok Masyumi itu akhirnya malah bisa menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Ini ada ilmunya sendiri.


Yang mulia Rais Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Rembang, Hazim Mabrur.


Syuriyah yang membaiat pengurus NU

Jadi, sampai sekitar sebulan dua bulan yang lalu biasanya yang membaiat dalam pelantikan pengurus itu saya sendiri. Tapi pengurus wilayah. Ini kan sebetulnya cabang minta Ketua Umum datang begini kan tidak level, sebetulnya, karena biasanya saya datang itu pelantikan pengurus-pengurus wilayah, dan biasanya saya sendiri yang membaiat.


Tapi rupanya Rais ‘Aam kita Kiai Miftachul Akhyar ini memang masyaallah, beliau memang waskita. Sekitar sebulan dua bulan yang lalu itu, saya kira, sesudah menandatangani SK PCNU Rembang, lalu ada rapat PBNU. Beliau kemudian meminta saya supaya “Yang membaiat pengurus jangan tanfidziah, tapi syuriah saja,” kata beliau, “khawatirnya kalau yang dibaiat itu nanti ternyata kiainya.” Ini saya kira karena Kiai Miftach ini tahu betul tentang Rembang ini. Setelah tanda tangan Kiai Hazim, “Wah, ini repot kalau yang baiat ketua umum, bisa kualat.” Makanya terus dibuat aturan, sekarang syuriah. Kemarin waktu pelantikan (PWNU) Jawa Tengah juga Rais Syuriah Kiai Aniq Muhammadun. Sekarang di mana-mana ini berlaku.


Yang saya hormati Ketua PWNU (Jawa Tengah) Gus Abdul Ghaffar Rozin beserta jajaranya yang hadir. Yang saya hormati Pak Bupati Rembang beserta jajarannya.


Jadi, dulu itu, saya ingat, saya dengar Kiai Maimoen Zubair bercerita, beliau mengatakan, dulu itu di Lasem ada lurah, namanya Kiai Kholil. “Kiai Kholil iku lurah, tapi pantes dihauli,” katanya, karena ‘alim. Zaman itu sebetulnya tidak umum lurah kok kiai. Itu kan tidak umum zaman itu. “Iki ono lurah tapi pantes dihauli perjuangane.” Nah, ini sekarang alhamdulillah ada Bupati (Rembang) yang pantas jadi syuriah. Ini Alhamdulillah.


Yang saya hormati jajaran Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Rembang. Para tamu undangan, termasuk dari Forkopimda. Para kiai yang hadir, semuanya. Alhamdulillah.


Pentingnya menyimak pidato Ketum PBNU

Seperti yang saya bilang tadi, ini sebetulnya tidak level saya datang ke cabang, karena omongan saya itu kan turun di PW, itu untuk bisa turun lagi ke bawah itu harus ada syarah-nya. Kalau saya sendiri yang ngomong kan saya men-syarah-i sendiri matan saya. Tapi ya gimana lagi, ini kan gara-gara Mukhtar saja yang ngotot. Dia tahu sebetulnya tidak level, karena lalu diakal-akal pelantikannya dibuat tanggalnya pas haul supaya saya terpaksa datang.


Beberapa waktu yang lalu, sesudah pelantikan pengurus wilayah itu, saya bersama jajaran PBNU yang hadir melakukan dialog khusus dengan cabang-cabang se-Jawa Tengah dan tanya jawab. Dan ada yang menanyakan hal tertentu yang sebetulnya sudah saya omongkan dua tahun yang lalu. Itu masih nanya lagi. Saya bilang, “Sekarang gini ya, itu yang sampean tanyakan itu saya sudah pernah ngomong dua tahun yang lalu. “Makanya, sampean itu kalau bisa ya meluangkan waktu nonton Youtube pidato saya,” saya bilang. “Kalau buka Youtube itu jangan cuma lihat Bahar Smith terus. Omongannya Ketua Umum itu tolong, kalau sempat, dilihat.”


Karena banyak hal, dan itu bukan satu dua kali, saya sudah pernah bicara dan cukup panjang lebar, cukup jelas. Tapi kemudian karena teman-teman pengurus ini tidak begitu mengikuti, ya akhirnya nanya lagi, nanya lagi. Padahal ini masalah sudah pernah saya omongkan. Maka saya bilang, saya kira ada gunanya bagi pengurus untuk nonton Youtube tentang pidato saya. Ini bukan soal saya pengin nyari rating atau apa gitu, tidak, karena banyak hal itu adalah hal-hal yang saya sampaikan di dalam kegiatan-kegiatan organisasi.


Membatasi undangan dan pembicaraan

Karena sekarang memang saya membatasi betul bahwa saya hanya akan datang dan bicara hanya mewajibkan datang dan bicara di dalam kegiatan-kegiatan organisasi. Selebihnya saya tidak mau kecuali takut kualat. Orang mengundang pengajian, haul, dan lain-lain, tidak. Ada terpaksa saya datang itu karena takut kualat, kayak Haul Pasuruan, misal, karena takut kualat aja saya, Haul Krapyak Jogja. Selebihnya saya tidak. Karena saya ingin membatasi omongan-omongan saya dan gagasan-gagasan yang saya sampaikan hanya mengenai organisasi.


Buat saya ini adalah pilihan. Karena seperti saya sampaikan sejak awal bahwa saya maju sebagai calon Ketua Umum dulu itu niatnya ngelamar pekerjaan, dan pekerjaannya sudah saya jelaskan sejak awal. Saya ngelamar untuk melakukan pekerjaan ini, ini, ini, ini, maka saya memilih untuk, sudah, sekarang saya akan fokus mengerjakan pekerjaan-pekerjaan itu saja, karena kemampuan energi dan kapasitas saya terbatas, kalau masih ditambahi macam-macam saya enggak kuat. Makanya kalau Bapak Ibu lihat, sekarang semua yang masuk dalam rekaman-rekaman publik itu saya sampaikan dalam forum-forum organisasi, hampir semuanya, setelah saya menjadi Ketua Umum.


Saya bahkan membatasi untuk tidak bicara kepada wartawan, kecuali memang dalam kegiatan publik saya bicara dalam forum publik, atau PBNU sengaja menyelenggarakan konferensi pers, selebihnya saya tidak mau. Ada undangan talk show, ada undangan wawancara ini, itu, ada pertanyaan-pertanyaan lewat WhatsApp, semuanya tidak saya layani. Pokoknya saya hanya mau bicara pada saat NU memang mengharuskan saya bicara, di tempat yang saya seharusnya bicara, selebihnya saya tidak mau.


Maka, pelantikan PCNU Rembang ini sebetulnya agak muhtamal, perlu apa tidak saya bicara di sini. Kalau hal-hal menyangkut organisasi itu sudah terlalu banyak, soal konsolidasi. Mulai dari konsolidasi tata kelola, konsolidasi sumber daya-sumber daya, sampai dengan konsolidasi agenda-agenda, itu sudah banyak saya sampaikan dan semuanya terekam di dalam berbagai macam platform digital di internet. Di Youtube itu ada channel TVNU yang semua pidato saya di-upload di situ. Daripada bolak-balik saya mengulang-ulang, lebih baik pengurus-pengurus ini buka Youtube saja untuk mendengarkan hal-hal yang sudah saya sampaikan.


Inspirasi Perjuangan NU

Kalaupun ada yang mungkin perlu saya tegaskan kembali di sini, saya kira, adalah inspirasi dasar dari semua yang ingin kita perjuangkan. Inspirasi dasar ini saya terima ajarannya dari Allahyarham Syaikhina Kiai Maimoen Zubair, ketika beliau menerangkan bait-bait Diba’, sampai kepada bait: Wa bi āyātil qur-āni ‘unū, fatta-id fīnā akhal wahani. Na’riful bath- wa ta’rifunā, wash-shafā wal baitu ya’lafuna.


Sebagaimana para pembawa pesan agama, para pejuang pembawa pesan Islam yang sejati, ini ditandai dengan tanda-tanda yang sudah dijelaskan di dalam Al-Qur’an, Wa bi āyātil qur-āniunū, maka Nahdlatul Ulama ini ini juga harus hadir dan bisa dikenali berdasarkan tanda-tanda yang juga sudah dijelaskan di dalam Al-Qur'an. Karena Nahdatul Ulama ini adalah organisasi ulama, maka keberadaannya, fungsinya, perannya atsarnya, ini harus juga merupakan atsar dari ulama, sebagaimana yang digambarkan di dalam ayat-ayat Al-Qur’an.


Kalau ini sudah tercapai, maka Nahdlatul Ulama dalam posisi untuk mengajak siapa saja yang sedang kesusahan untuk mendapatkan penguatan di dalam Nahdlatul Ulama. Fatta-id fīnā akhal wahani, siapa pun yang tersandung hajat, siapa pun yang mengalami kesusahan karena nanti akan memperoleh penguatan ketika bergabung di dalam Nahdlatul Ulama.


Strategi untuk itu adalah dengan menghadirkan Nahdlatul Ulama secara nyata di tengah-tengah umat, di tengah-tengah warga, sehingga Na’riful bath- wa ta’rifunā. Kalau dulu para pejuang pembawa agama ini mengenal betul tempat-tempat yang di situ ada umat, di segala penjuru desa-desa, di kampung-kampung, di padang pasir, di mana saja para pejuang Islam, ini mengenal betul mereka, dan mereka juga mengenal para pejuang Islam itu, Na’riful bath- wa ta’rifunā.


Maka kita harus menghadirkan Nahdlatul Ulama ini, sehingga Nahdlatul Ulama ini ta’riful bath- wa ta’rifuhā,” sehingga jam’iyah ini kenal betul dengan warganya, keadaannya bagaimana warga itu, mereka ada di mana, apa yang mereka butuhkan, apa yang mereka susahkan, dikenali betul oleh Nahdlatul Ulama ini, dan berbuat sedemikian rupa, sehingga warga ini pun juga mengenal Nahdlatul Ulama dengan sesungguh-sungguhnya. Ini strateginya.


Dan di samping itu, tentu saja wash-shafā wal baita ya’lafuna ini tidak bisa ditinggalkan. Shafā dan haram ini, Shafā dan Marwah, di antara masyāirillāh yang harus diakrabi. Shafā dan Marwah, serta Baitullāh, itu adalah tonggak-tonggak penanda peradaban Islam, bahwa peradaban Islam dimulai dari tonggak Shafā dan Marwah ini. Karena di situlah Ismail as ditinggalkan bersama ibunya, dan riyadlah untuk menghidupkan tanah mati dimulai oleh Siti Hajar. Dan sesudah itu dibangun tonggak keagamaan yang menandai, yang menjadi simbol dari kehadiran nilai-nilai agama itu sendiri, yaitu Baitullāh.


Di tengah peradaban yang kita hidupi sekarang ini, kalau bisa memang sering-sering haji umrah supaya akrab dengan Shafā dan Bait itu. Tapi di sini pun, di tengah-tengah kita, ini kita hidup di tengah peradaban Islam kita sendiri. Dan kalau kita ingin menghidupi peradaban ini kita harus juga akrab dengan penanda-penanda, dengan tonggak-tonggak penanda. Siapa itu? Yaitu peninggalan dari para pejuang-pejuang pendahulunya. Kalau ini sudah menjadi tradisi kita bersama: ziarah kepada para wali dan orang orang shaleh. Ini adalah mengakrabi tonggak-tonggak peradaban, membuat peringatan-peringatan haul dari orang-orang shaleh pendahulu kita. Itu adalah mengakrabi tonggak-tonggak peradaban.


Ini semua, Bapak Ibu sekalian, adalah inspirasi yang paling dasar mengenai bagaimana kita membangun konstruksi jam’iyah Nahdlatul Ulama. Itu semualah yang kemudian dijabarkan dengan berbagai macam agenda, berbagai macam strategi yang sekarang kita buat.


Penjabaran rencana strategis NU

Kemarin PBNU sudah mengesahkan Rencana Strategis Nasional 2024 sampai 2027, dan sudah dikomunikasikan dengan PWNU Jawa Tengah untuk dijabarkan melalui Raker menjadi Rencana Strategis Wilayah. Kemarin PWNU sudah bicara intens dengan Lakpesedam PBNU yang sekarang kita fungsikan sebagai Badan Perencana Pembangunan NU, dan sudah ada model tentang bagaimana menjabarkan rencana nasional itu menjadi rencana yang khas Jawa Tengah. Khas Jawa Tengah itu artinya sesuai dengan kenyataan-kenyataan di Jawa Tengah, sesuai dengan potensi-potensi yang ada di Jawa Tengah.


Sekarang saya bebankan kepada PCNU Rembang ini untuk menjabarkan kembali menjadi rencana strategis yang khas Rembang, sesuai dengan kenyataan-kenyataan Rembang, sesuai dengan potensi-potensi Rembang.

 
Saya sudah mau datang dalam pelantikan ini, walaupun tidak level, walaupun masih ada yang tidak percaya tadi itu, sampai saya masih disuruh tanda tangan absen segala macam, karena tidak percaya.


Saya minta Mukhtar jangan bikin malu. Awas. Jangan bikin malu. Rembang ini, ya bagaimana lagi, mohon maaf, karena katut-katut (ikut terbawa) gara-gara saya memang orang Rembang. Jadi kalau saya dimaki-maki, itu Rembang ikut dimaki-maki orang. Sekarang itu sudah sampai Leteh-nya ikut dimaki-maki, sekarang, apa boleh buat. Maka saya minta ini bekerja dengan sungguh-sungguh, Mukhtar dengan jajarannya ini, supaya tidak bikin malu. Terima kasih.


Wallāhul muwaffiq ilā aqwāmith tharīq.
Wassalāmualaikum warahmatullāh wabarakātuh.