Prof Quraish Shihab Sampaikan Kedudukan Ayah dan Ibu Tidak Berbeda
Kamis, 20 Mei 2021 | 03:00 WIB
"Pada prinsipnya seseorang itu harus hormat kepada orang tua. Semakin dekat orang tua kepada yang bersangkutan, semakin banyak tuntunan anak terhadap orangtua," jelas ProfQuraisySyihab. (Foto: dok istimewa)
Syifa Arrahmah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Cendekiwan Muslim, Profesor Muhammad Quraish Shihab menerangkan bahwa kedudukan antara ayah dan ibu berbeda, tapi tidak berbeda. Meskipun, disebutkan dalam hadits kedudukan ibu tiga tingkat lebih tinggi dari ayah, menurutnya, situasi dan kondisi juga ikut memengaruhi posisi keduanya tatkala kehadirannya lebih dibutuhkan. Misalnya, ketika peran ayah lebih dibutuhkan maka pada saat itu kehadirannya menjadi prioritas.
"Bahwa secara umum memang ibu harus didahulukan kepada ayah, karena ibu lebih lemah fisik daripada ayah. Ibu lebih banyak memberi daripada ayah dalam konteks mendidik anak, ibu mengandung dengan bersusah payah, melahirkan dengan bersusah payah, sampai menyusui," kata Prof Quraish dikutip dalam tayangan Shihab & Shihab, diunggah Rabu (19/5).
Terdapat rumus untuk menyeimbangkan terjemahan hadits perintah bakti kepada ibu agar jangan sampai menghilangkan peran ayah, yaitu dengan mendahulukan siapa yang lebih membutuhkan.
"Pada prinsipnya seseorang itu harus hormat kepada orang tua. Semakin dekat orang tua kepada yang bersangkutan, semakin banyak tuntunan anak terhadap orangtua," jelas ayah dari Najwa Shihab ini.
Terdapat satu riwayat dalam hadits popular 'Surga di bawah telapak kaki ibu'. Makna sebenarnya yang dikatakan Nabi SAW adalah, kata Prof Quraish, perintah untuk menghormati dan berbakti kepada kedua orang tua, walaupun sampai pada tingkat terhina karena itu.
"Wakhfid lahuma janaha thulli minarrahmati. Kembangkanlah sayapmu dengan merendahkan diri kepada kedua orang tuamu yang didasari rasa cinta kasih sehingga tidak segan untuk melakukan sesuatu yang (mungkin) bagi sebagian besar orang memandangnya tidak layak, serta tidak berharap satu pujian pun ketika melakukannya. Karena tidak ada suatu kebaikan kepada kedua orang tua yang mengakibatkan anak merasa terhina," tutur pemilik karya monumental Tafsir Al Misbah ini.
Ayat 23 Surat Al Israa sering diterjemahkan sebagai perintah berbakti kepada orang tua. Padahal, menurutnya, esensi dari ayat tersebut adalah ajakan untuk berbakti bersama orang tua.
"Dalam ayat itu Allah menetapkan bahwa kamu jangan menyembah kecuali pada-Nya dan bersama orangtua hendaklah kamu berbakti," tegas Profesor keturunan Arab Quraisy-Bugis ini.
Jika diumpamakan, kata kepada orang tua jika disematkan pada ayat itu terkesan memberikan jarak seperti, seseorang yang hendak bepergian dari kota A menuju kota B.
"Tetapi kalau dia berkata bersama, maka tidak ada jarak antara anak dan orang tuanya dalam pengertian kebaktian itu. Jadi, semakin dekat anak kepada orang tuanya itu semakin baik bukan hanya kedekatan dalam pikiran dan keinginannya, tapi, juga dekat dalam fisik. Itu sebabnya disebut berbakti bersama orang tua," ungkapnya.
Kemudian, apabila ayat dari QS Al Isra ayat 23, ditafsirkan ketika orang tua memasuki usia senja hendaknya seorang anak terus membersamai agar lebih mudah memenuhi setiap kebutuhannya.
"Meskipun tidak satu rumah dengan (orangtua) mu, berbakti dapat ditunjukkan dengan cara mengunjungi rumahnya sehinga terjalin kedekatan dan mampu mengerti permasalahan yang sedang dirasakan keduanya. Sebab, kata bersama di sini mengisyaratkan seorang anak tak boleh sesaat pun menghilangkan ingatannya kepada orang tua," terang penulis buku Untaian Permata Buat Anakku ini.
Oleh sebab itu, makna berbakti dalam Al-Qur'an adalah suatu kewajiban berperilaku baik tidak sebatas dengan pemenuhan materi. Lebih dari itu kewajiban tersebut harus dilakukan dengan baik dan pantas sehingga mampu memberi kenyamanan dan keamanan.
"Ihsan itu adalah memberi lebih banyak dari yang mesti Anda beri, menuntut lebih sedikit dari yang mesti Anda tuntut," terangnya.
Pasalnya, jikalau sekedar memenuhi kebutuhan dengan memberikan materi, seperti uang bulanan saja itu belum bisa dikategorikan berbakti, karena tuntutan berbakti harus dilakukan melebihi dari apa yang disebut wajib.
"Ketika kehadiran ibu sudah tidak lagi bersama kita maka berbaktilah kepada saudaranya sebagai ganti bakti kepadanya. Karena bentuk bakti kepada orang yang sudah meninggal antara lain, berbakti dengan berbuat baik dan menjalin silaturrahmi dengan kerabat-kerabat ayah dan ibunya," tutup lelaki kelahiran Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan ini.
Kontributor: Syifa Arrahmah
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua