Punya Keberagaman Suku, Ketum PBNU Ajak Nahdliyin Pontianak Terus Jaga Kerukunan
Rabu, 10 November 2021 | 04:45 WIB
Punya Keberagaman Suku, Ketum PBNU Ajak Nahdliyin Pontianak Terus Jaga Kerukunan. (Foto: NU Online/Siti Maulida)
Siti Maulida
Kontributor
Pontianak, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj mengatakan, masyarakat Pontianak yang memiliki keberagaman suku dan agama harus dapat menjaga kerukunan. Hal ini agar Kota Pontianak menjadi tempat ternyaman untuk melakukan ibadah bagi segala golongan umat beragama. Pesan tersebut disampaikan Kiai Said saat mengisi Tausiah Kebangsaan pada Pelantikan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Pontianak, Kalimantan Barat di Hotel Mercure Pontianak, Selasa (9/11/2021).
Esensi kerukunan yang ia maksud adalah bagaimana masyarakat Pontianak khususnya masyarakat Muslim dapat menjaga amanah yang sudah dititipkan oleh Allah sejak manusia lahir hingga ke liang lahad, amanah yang paling melekat yang dimaksud adalah Amanah Insaniyah (humanity).
“Manusia itu berasal dari kata Annas, Annis yang memiliki arti harmonis, sedangkan agama Islam berasal dari kata salam, taslim, salamatun, yang artinya selamat, maka umat Islam harus damai, selamat dan menyelamatkan,” jelas Kiai Said.
Ia menceritakan tentang Rasulullah saw saat membawa misi Islam di tengah-tengah masyarakat jahiliah. Cara pertama adalah memperdengarkan masyarakat jahiliah dengan ayat Al-Qur'an. Karena Al-Qur'an merupakan kunci dari segalanya.
“Waktu Rasulullah saw melantunkan ayat Al-Qur'an jelas pada kaget, bagaimana tidak ? Rasulullah saw seorang yang buta huruf namun di kala itu dapat menyampaikan lantunan yang begitu indah, filsafat, alam semesta, fisika semua termakna dalam Al-Qur’an, di saat itu tentu ada yang menerima dan ada yang tidak,” papar Kiai Said.
Menurut Kiai Said, Al-Qur'an adalah kitab suci yang paling mudah dihafal meskipun yang menghafal tidak mengetahui artinya. Ia mengajurkan Muslim Pontianak untuk menambah hafalan dan mengamalkan Al-Qur'an.
Yang kedua, adalah dengan tazkiatunnafs, bagaimana menghilangkan sifat tercela dan menggantinya dengan sifat terpuji. Menurut penjelasan Kiai Said manusia itu memiliki aneka hawa nafsu. Pertama, nafsu ghodobiah yang mencerminkan manusia ingin merasa paling benar, paling menang, dan paling tinggi, nafsu tersebut dapat membawa pengaruh buruk bagi diri dan lingkungan. Oleh karenanya menurutnya nafsu ghodobiah harus diubah menjadi nafsu himmah.
“Nafsu himmah memiliki nilai positif, contohnya keinginan untuk berkuasa di suatu wilayah, seperti menjadi walikota untuk membawa masyarakat dan daerah menjadi lebih baik,”jelasnya.
Nafsu yang kedua adalah nafsu syahwatiyah, yaitu nafsu yang menginginkan hidup enak, rumah banyak, sawah banyak, dan lain sebagainya. Nafsu tersebut menjadikan manusia memiiki sifat tamak dan rakus, sehingga nafsu tersebut harus diubah menjadi nafsu azimah. Seperti Sayidina Umar, memiliki banyak harta namun banyak bersedekah, sedekah Sayyidina Umar berupa 700 bahan makanan yang diangkut 700 unta.
“Waliyullah itu kaya dan dermawan, kekayaan tidak bertentangan jika dimanfaatkan untuk hal baik, lha saat ini kebanyakan orang kaya sudah pamer pelit lagi,” canda Kaiai Said di hadapan Nahdliyin Kota Pontianak.
Ia memaparkan, selama 13 tahun di Makkah Rasulullah saw hanya memiliki 120 pengikut atau yang disebut assabiqunal awwalun, mereka adalah orang yang menerima misi Islam yang dibawa oleh Rasulullah, termasuk yang menerapkan tazkiatunafs. Selanjutnya Rasulullah dan pengikutnya hijrah ke kota Yatrib. Kota Yastrib memiliki penduduk yang beragam termasuk suku dan agama.
“Nah, saat di Yastrib, Rasulullah menebarkan nilai toleransi dan kerukunan, baik pendatang Muslim, orang Yahudi, dan penduduk asli memiliki satu cita-cita dan satu perjuangan, Rasulullah selama 15 tahun berhasil membentuk satu ikatan pribumi non-Muslim, pendatang dan penetap, akhirnya Yastrib disebut negara Madina,” ungkap Kiai Said.
Ia menambahkan, Rasulullah saw tidak pernah mendirikan Negara Islam dan Negara Arab. Namun mendirikan Negara Madinah. Di setiap khutbah Jumat yang kedua Rasulullah selalu berpesan, tidak boleh ada permusuhan antargolongan umat kecuali bagi yang melanggar hukum, seperti bos judi, teroris bandar narkoba, dan koruptor.
“Salam baik-baik, non-Muslim saudara kita, Allah swt menjadikan setiap umat memiliki kebanggaan masing masing, harus kita hormati. Itulah yang diharapkan oleh NU. KH Hasyim Asy'ari mengeluarkan jargon Hubbul Wathan Minal Iman, agar masyarakat Indonesia nasionalis dan beriman,” ucapnya.
Ia menjelaskan bahwa di Timur Tengah belum harmonis hubungan agama dan nasionalis, berkah Mbah Hasyim Asy'ari, selesai hubungan agama dan negara. Menurut Kiai Said jika tempat yang ditinggali memiliki masyarakat berkepribadian baik, harmonis dan rukun, maka segala golongan umat akan merasa nyaman ketika beribadah.
“Maka dari itu, masyarakat Pontianak perlu hidup rukun agar menjadi tempat ternyaman untuk beribadah bagi semua golongan, apalagi penduduknya begitu beragam,”pungkasnya.
Kontributor: Siti Maulida
Editor: Syamsul Arifin
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua