Jakarta, NU Online
Di era media sosial, beradaptasi dengan medsos merupa niscaya. Apalagi kini revolusinya sudah mencapai 4.0. Oleh karena itu, masifnya medsos perlu dimanfaatkan untuk menyampaikan gagasan dan ide-ide brilian kepada masyarakat Indonesia khususnya dan warga dunia umumnya.
Kepala Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang Diklat Kemenag, Prof Dr Amsal Bakhtiar, mengatakan hal tersebut kepada
NU Online di sela gelaran diskusi akhir pekan yang digelar di Lantai 18 Gedung Kementerian Agama Jl MH Thamrin No 6 Jakarta, Jumat (12/10) sore.
“Live Streaming namanya. Ini bisa ditonton warga dunia secara langsung. Hal ini kita tangkap sebagai momen penting. Jadi, live streaming yang diinisiasi Puslitbang Penda ini hendak menyampaikan pesan-pesan Kemenag kepada para pendidik dan para siswa di seluruh Nusantara. Selain biayanya murah, juga efektif dan efisien,” ujar Amsal.
Jika kita mengunjungi satu per satu dari Sabang sampai Merauke, lanjut dia, tentu lama selesainya. Sudah tentu, dana yang dikeluarkan besar sekali. “Tapi, dengan begini bisa menjangkau secara simultan. Hasilnya juga bisa jadi rekaman yang masih bisa dilihat kapan saja. Misalnya mereka tidak sempat karena sibuk, bisa nonton nanti kalau sedang luang, atau saat macet di jalan,” paparnya.
Live streaming ini, kata Amsal, tentu menambah wawasan mereka. Agar diskusinya hidup, pihaknya sengaja memilih narasumber yang kompeten dan profesional. Umpamanya tema 'Cerdas Bertoleransi' untuk pekan depan, Puslitbang Penda mengundang tokoh yang memiliki kompetensi hebat di bidangnya seperti Prof Dr Komaruddin Hidayat, Guru Besar Psikologi UIN Jakarta.
Pekan lalu, program tersebut diluncurkan Menag Lukman Hakim Saifuddin didampingi Kepala Balitbang Diklat H Abdurrahman Mas’ud. “Temanya tentang Cerdas Bergawai. Tentu Pak Menteri memiliki kunci-kunci dan pesan-pesan khusus kepada siswa bagaimana menggunakan gawai secara bijak dan etika menggunakannya di era kekinian,” tandas Guru Besar Ushuluddin UIN Jakarta ini.
Menurut Amsal, gagasan itulah yang kemudian mendasari mengapa live streaming ini menjadi penting diselenggarakan. Tanggung jawab Puslitbang Penda menyebarluaskan ide-ide tersebut kepada khalayak ramai yang selama ini kita lakukan secara manual.
“Artinya, kita datangi kelompok guru di daerah Jogja, misalnya, lalu ceramah, diskusi. Ini terbatas sekali. Hanya orang Jogja saja yang mendengarkan dan menikmati,” ungkap bapak tiga anak ini.
Sedangkan guru-guru yang ada di Papua, Aceh, Kalimantan, bahkan ada di Sulawesi, Miangas hingga Pulau Rote. Ini program inovatif untuk memberikan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat. Menurut dia, karena baru dua kali dilakukan sehingga belum banyak yang tahu, asumsinya bahwa keluarga besar Kemenag seluruh Indonesia tak kurang dari 15 juta.
“Siswa saja 9 juta. Sebagian besar pegang smartphone (telepon pintar). Santri ada 4 juta. Belum lagi guru, ustadz, dosen, mahasiswa, serta pegawai di pusat dan daerah. Sepuluh persen saja mereka pegang gawai, itu sudah 1,5 juta. Nah, sepuluh persen dari ini saja mau nonton langsung siaran kami, itu sudah 150 ribu orang. Jangankan 1 persen dari total, dari yang terakhir aja sudah 15 ribu. Sudah signifikan, sudah viral,” tandasnya.
Pihaknya mengatakan tinggal mengkapitalisasi kekuatan tersebut. Amsal berharap program baru tersebut diikuti mitra, user, dan stakeholders di lingkungan Kemenag. Sebab, pihaknya akan terus mengundang pihak-pihak terkait untuk berbicara misalnya tentang toleransi beragama versi seluruh agama.
“Jadi, isu toleransi saja bisa dipecah-pecah atau dirinci. Karena setiap agama membawa kedamaian dan prinsip toleransi berdasar kitab suci masing-masing. Ini rencananya ini diagendakan tiap akhir pekan supaya masyarakat sadar bahwa Indonesia ini sangat heterogen," pungkas Amsal. (Musthofa Asrori/Kendi Setiawan)