Nasional

Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar Jelaskan Beda Ulama dan Pakar Ilmu

Sabtu, 13 Februari 2021 | 04:30 WIB

Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar Jelaskan Beda Ulama dan Pakar Ilmu

Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar. (Foto: dok NU Online)

Jombang. NU Online
Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar menjelaskan maksud ulama dalam ayat 'innama yakhsyallaha minibadihil 'ulama’ yang artinya sungguh yang takut kepada Allah, di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah para ulama.
 
Penjelasan tersebut disampaikannya saat mengisi ceramah agama dalam Haul ke-42 KH Bisri Syansuri dan hari lahir (Harlah) ke-106 Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
 
“Kiai Bisri adalah ulama. Apa itu Ulama Seseorang yang mendapatkan gelar ulama yang didampingi sifat khauf (takut Allah) serta mengagungkan-Nya. Atau ulama itu adalah yang tahu kedudukan Allah,” jelasnya, Jumat malam (12/2).
 
Lebih lanjut Kiai Miftachul Ahyar, maksud ayat yang termaktub dalam surat Alfathir ayat 28 itu adalah batasan antara ulama dan pakar ilmu. Sehingga sangat mungkin ada seseorang yang disebut ulama oleh masyarakat tapi bukan ulama hakikatnya. Karena tidak memiliki sifat takut kepada Allah.
 
Dalam hal lain, Kiai Miftachul Akhyar mencontohkan ada orang yang memiliki gelar akademik cukup banyak atau pakar ilmu tapi tidak bisa dikatakan ulama. Dalam kehidupan sehari-hari, ulama adalah orang yang memiliki ilmu luas dan memiliki ketakwaan pada Allah.
 
“Ini membatasi bahwa ulama itu adalah orang yang takut kepada Allah. Jika tidak memiliki sifat ini maka tidak bisa dikatakan ulama. Ulama asal katanya sama dengan ilmu. Ada orang yang gelar akademiknya banyak tapi tidak bisa dikatakan ulama, bisanya dikatakan ulama secara majaz” bebernya.
 
Kiai Miftach juga mengutip pendapat Syekh Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Atha'illah As-Sakandari tentang maksud kata yakhsyallaha. Pendapat tersebut bahwa yakhsyallaha itu adalah ilmu yang bermanfaat. Ilmu yang menyinari hati dan membuka sesuatu yang awalnya tidak tahu menjadi tahu. Ilmu bermanfaat itu menghasilkan buah dan kemanfaatan.
 
Lebih jelasnya, ulama adalah pewaris nabi dalam hal iman, ilmu, dan amal. Nabi melakukan tabligh dan ta'lim kepada umat. Begitu pula ulama. Nabi adalah pembela dan pengayom umat (murobbi). Begitu pula ulama.
 
“Imam Ibnu Askandari menerjemahkan yakhsaallah adalah ilmu yang bermanfaat. Sifat ilmu ini tetap dan tidak berubah,” tutup tokoh agama yang juga ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini.
 
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syamsul Arifin