Brebes, NU Online
Akhir-akhir ini bangsa Indonesia dilanda perpecahan sebagaimana yang terjadi di Papua dan lain sebagainya. Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftahul Achyar mengingatkan, dalam menjalani kehidupan, sebagaimana yang dipesankan oleh KH Maimoen Zubair, sebisa mungkin kita berusaha untuk menjadi orang pintar yang benar.
"Minimal, apabila ingin meniru orang dahulu, walaupun mereka tidak terlalu pintar, yang penting jadi orang benar, sehingga hidup tenteram, tidak menjadi orang berseumbu pendek, mudah marah," tegasnya.
Demikian disampaikan Kiai Miftah pada acara Haul ke-8 KH Masruri Mughni di Masjid An-Nur, komplek Pesantren Al-Hikmah 2, Benda, Sirampog, Brebes, Ahad (1/9)
Selain itu, Pengasuh Pesantren Miftahus Sunnah tersebut menekankan kepada masyarakat supaya tidak hanyut dalam arus gelombang hoaks yang membanjiri bumi Indonesia saat ini.
“Ada berita jelek dari pemimpin ini, langsung disebarkan. Kalau ada berita, isu yang tidak jelas, tabayyun dulu, jangan dipercaya dulu. Ini kelemahan kita.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang fasiq, klarifikasilah kalian.” (QS Al-Hujurat: 6)
Sejak zaman Rasulullah ﷺ, umat Islam mengalami kekalahan disebabkan berita-berita hoaks. Contohnya adalah waktu hijrah pertama ke Habasyah, orang-orang kafir Makkah menyebarkan hoaks yang menjelaskan bahwa orang kafir Makah sudah pada masuk Islam semua.
"Kabar ini tentu menjadikan umat muslim yang sudah hijrah di Habasyah merasa bahwa orang Makkah sudah berubah menjadi teman semua. Akhirnya mereka kembali lagi ke Makkah. Ternyata, ketika mereka benar-benar sampai di Makkah, umat muslim ditangkap dan dianiaya," tandas Kiai Miftah.
Begitu pula dalam perang Uhud. Pada saat Sahabat Mush’ab bin Umair terbunuh, berita yang disebarkan oleh orang kafir, yang gugur adalah Rasulullah ﷺ. Informasi ini menjadikan pasukan muslimin kocar-kacir karena mentalnya sudah down. Padahal yang terbunuh adalah shahabat Mush’ab.
"Atas infomasi sesat ini menjadikan salah satu faktor pasukan muslim terbunuh sangat banyak termasuk di antaranya adalah paman Rasulullah ﷺ sendiri yang bernama Hamzah," bebernya.
Masih menurut Kiai Miftah, di antara orang yang menjadi korban hoaks di masa Nabi adalah salah satu istri Rasulullah yang bernama Aisyah. Ia dituduh berlaku tidak senonoh dengan sahabat yang kemudian turun haditsul ifki.
Kiai yang pernah menjabat menjadi Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur dua periode ini mengajak masyarakat untuk tidak gegabah dalam menerima dan meneruskan berita dari siapapun dan ke manapun.
“Mari kita, tentang (berita) apa-apa, tentang kiai kita, pemimpin kita, harus ada tabayyun (klarifikasi). Ini senjata yang ampuh, maka kemenangan dan kenikmatan akan kita raih,” pesannya.
Di depan ribuan warga yang hadir di majelis Haul tersebut, Pengasuh Pesantren Al-Hikmah 2 yang diwakili KH Izzuddin menjelaskan, rangkaian upacara haul sudah dilaksanakan mulai usai shalat subuh dengan sima’atul Qur'an oleh santri dan Jamiyyatul Qura wal Hufadz (JQH) NU, pertemuan alumni di Gelanggang Olah Raga (GOR), dan berbagai macam lomba.
Tahlil untuk Kiai Masruri dipimpin Habib Abdullah Mohammad Haddun dari Tegal dan pembacaan Yasin dipimpin KH Athoillah dari Pruwatan Bumiayu.
Tampak hadir pada kesempatan itu cucu pendiri NU KH Hasib Wahab Chasbullah, Ketua PWNU Jawa Tengah HM Muzammil dan Sekretris KH Hudallah Ridwan Naim, Sekretaris Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang KH Muhyiddin, Pengurus Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Nasima Semarang, para habaib, dan Pengasuh pesantren se-Jateng.
KH Masruri Mughni adalah Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah yang lahir di Benda, Sirampog, 23 Juli 1943 dan wafat di Kota Suci Madinah 20 November 2011.
Menurut KH Miftahul Akhyar, Kiai Masruri adalah sosok yang pantas menjadi Rais Aam PBNU. “Kiai Masruri itu, kalau ada orang mau mengadukan masalah, belum sampai ketemu, masalahnya bisa selesai. Andai Kiai Masruri Mughni masih hidup, beliau lah yang akan menduduki posisi Rais Aam PBNU, tapi takdir mengatakan lain.” pungkasnya.
Kontributor: Ahmad Mundzir
Editor: Muiz