Nasional

Respons Istana soal Wamen Rangkap Jabatan Komisaris BUMN: Proses Pembenahan di Danantara

NU Online  ·  Sabtu, 20 September 2025 | 12:00 WIB

Respons Istana soal Wamen Rangkap Jabatan Komisaris BUMN: Proses Pembenahan di Danantara

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi. (Foto: Kemensesneg)

Jakarta, NU Online

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi merespons soal wakil menteri (wamen) yang sudah dilarang untuk merangkap jabatan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lewat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 128/PUU-XXIII/2025. 


"Sebagaimana yang sudah saya sampaikan di beberapa kesempatan bahwa sedang melakukan proses pembenahan di Danantara termasuk salah satunya dalam rangka menindak lanjuti menjadi putusan Mahkamah Konstitusi," katanya di Istana Merdeka, Jakarta, pada Jumat (19/9/2025) malam.


Prasetyo juga menyebutkan bahwa pemerintah diberikan waktu dua tahun untuk menyesuaikan jabatan yang masih diampu oleh para wamen. "Itu kan memang memberi waktu kepada pemerintah," jelasnya.


Diketahui, pemerintah dengan sengaja kembali menempatkan tiga wakil menteri (wamen) sebagai komisaris utama (komut) dan komisaris di PT Telkom Indonesia (Persero) usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Telkom Indonesia pada Selasa (16/9/2025).


Pertama, Angga Raka Prabowo, Wakil Menteri Komunikasi Digital, sebagai Komisaris Utama. Kedua, Silmy Karim, Wakil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, sebagai Komisaris. Ketiga, Ossy Dermawan, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN, sebagai Komisaris.


Kepada NU Online, Pemohon dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 128/PUU-XXIII/2025, Viktor Tandiasa, menyayangkan langkah pemerintah atas kejadian tersebut.


"Saya selaku pemohon menilai, nampaknya political will dari pemerintah sangat buruk, karena memanfaatkan lain dari apa yang di maksud MK dalam memberikan waktu dua tahun bagi pemerintah untuk berbenah," katanya kepada NU Online pada Rabu (17/9/2025). 

 

Viktor juga menuding pemerintah menyalahgunakan waktu yang diberikan oleh MK sebagai kesempatan untuk memperbanyak rangkap jabatan hingga batas akhir masa transisi.


"Ini tentunya sangat ironis dan menggambarkan mental pejabat Indonesia yang suka melanggar hukum," katanya.


Lebih jauh,Hakim Konstitusi Eny Nurbaningsih dalam pertimbangan hukumnya menjelaskan bahwa MK perlu menegaskan larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri, termasuk menjadi komisaris, sebagaimana halnya ketentuan bagi menteri. Hal ini dimaksudkan agar keduanya dapat fokus menjalankan tugas kementeriannya.


"Sementara itu, untuk menjalankan jabatan sebagai komisaris pun memerlukan konsentrasi waktu, dalam kaitan ini tanpa Mahkamah bermaksud menilai legalitas Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia Nomor PER-3/MBU/03/2023," jelasnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang