Saat Jadi Presiden, Ini Reaksi Gus Dur Hadapi Fitnah dan Hinaan
Kamis, 21 Juli 2022 | 13:30 WIB
Muhammad Syakir NF
Penulis
Jakarta, NU Online
Saat menjadi Presiden keempat Republik Indonesia, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dituduh berbagai macam hal. Mulai dari korupsi, hingga tidur dengan perempuan lain. Belum lagi soal penghinaan dan kritik yang datang silih berganti sejak awal kepemimpinannya hingga berakhir dimakzulkan.
Namun, hal demikian tidak membuatnya bereaksi secara berlebihan dan membuat pelakunya terancam. Gus Dur membiarkan hal tersebut mengalir dalam pemberitaan.
“Hak orang untuk mengkritik. Bagaimana kita bisa meresponsnya,” kata Virdika Rizky Utama, Penulis buku Menjerat Gus Dur, kepada NU Online pada Kamis (21/7/2022).
Gus Dur, lanjut Virdika, tetap menjawab dan merespons tuduhan itu. Namun, ia bisa menjamin penyampai kritik itu tetap aman. Mereka tetap dilindungi, tidak diberangus. “Gus Dur tidak pernah menggunakan pasal karet,” ujarnya.
“Bagito cuma minta maaf. Tidak ada pasal karet. Begitu juga tuduhan selingkuh yang fotonya diedit. Gus Dur tetap biasa saja,” lanjut sejarawan muda itu.
“Tidak ada ancaman terhadap pelaku. Gus Dur tidak membela dengan buzzer,” imbuh alumnus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu.
Virdika juga melihat, Gus Dur memang punya pandangan bahwa demokrasi harus ramai. Hal ini tampak dari sikap Gus Dur di atas, selain memang ceplas-ceplos dan membiarkan orang lain untuk menilai dan membuktikannya.
Mengutip Marsilam Simanjuntak, Virdika mengatakan bahwa sikap Gus Dur yang demikian itu gayanya dalam mengurus pesantren. Namun, ketika itu diterapkan di pemerintahan, menurutnya, jadi kacau. Virdika mengaku sepakat dengan pandangan Marsilam.
Pasalnya, sebagai presiden, tentu Gus Dur memiliki informasi yang cukup untuk dapat membuktikan ucapannya. Namun, hal tersebut tidak dilakukan Gus Dur karena memang itu sikapnya.
Sikap Gus Dur yang demikian ini bukan berarti tidak ada yang membela. Virdika menyebut Harun al-Rasyid, seorang pakar hukum tata negara yang membela Gus Dur.
Melalui opininya, kata Virdika, Harun menyampaikan bahwa pergantian kabinet yang kerap dilakukan Gus Dur merupakan hak prerogatifnya sebagai presiden.
Perihal kontrol parlemen yang berlebihan terhadap eksekutif juga turut menjadi pembicaraannya. Sebab, adanya hak angket, hak interpelasi, hingga memorandum membuat seolah pemerintahan Indonesia masih menggunakan sistem parlementer. Padahal, Indonesia telah menggunakan sistem presidensial.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Musthofa Asrori
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua