Lombok Barat, NU Online
Hujan deras disertai angin kencang mengguyur kompleks pesantren Darul Qur’an Bengkel Lombok Barat Nusa Tenggara Barat (NTB) Sabtu (25/11). Area penutupan Munas dan Konbes NU 2017 di halaman tengah yang diapit oleh ruang-ruang kelas pesantren itu dipenuhi air yang jatuh dari atap tenda. Sempat ada kekhawatiran akan kekuatan tenda menahan limpahan air yang begitu besar, tapi untungnya semua berlangsung dengan aman.
Acara tetap berlangsung sebagaimana jadwal, hanya saja, suara pelantang (speaker) harus bersaing dengan derasnya curahan air yang membentur atap bangunan pesantren dan tenda tersebut. Untuk bisa menyimak pidato penutupan di ruang media center, konsentrasi harus ditingkatkan.
Di tengah-tengah hujan deras itu, HP milik wakil komandan di Kodim setempat yang sudah cukup senior berdering di ruangan kelas yang untuk sementara difungsikan sebagai media center. Tampaknya dari atasannya karena ia berucap “Siap komandan” beberapa kali. Kamudian, ketika telepon ditutup, ia memerintahkan salah satu anak buahnya untuk menyiapkan payung-payung guna melindungi undangan VVIP yang akan keluar area acara penutupan munas dan konbes. Dengan sigap anak buahnya segera keluar ruangan untuk melaksanakan instruksi tersebut.
Tak berselang berapa lama kemudian, ia sudah muncul kembali dengan sebuah payung berwarna ungu dengan ukuran cukup lebar di tangannya, cukup untuk memayungi dua orang. “Tadi sudah koordinasi siapa akan memayungi siapa. Saya kebagian mendampingi Mbak Yenny Wahid,” katanya dengan raut muka cerah dan mata berbinar. Jika sebelumnya wajah dan geraknya hanya dingin-dingin saja, kini ia terlihat penuh semangat dan sigap mempersiapkan tugasnya. Baginya, tugas ini merupakan sebuah keistimewaan. Jarang-jarang bisa melayani keluarga Gus Dur yang merupakan presiden Indonesia keempat dan tokoh NU yang sangat dihormati.
Wakil Komandan di Kodim setempat ini, di sela-sela mendengarkan pidato, menuturkan lika-liku bagaimana mempersiapkan kunjungan VVIP seperti presiden dan wakil presiden memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa semuanya berjalan lancar. Tak cukup dengan kata-kata “siap”, bahkan harus ditegaskan dengan pernyataan tertulis dengan membubuhkan tanda tangan di atas materai. Toh, semuanya itu dilakukan demi menjalankan tugas negara.
“Asal diniatkan dengan ikhlas, maka semuanya jadi ringan. Jika kita diperintah mengangkat sesuatu yang ringan, tapi tidak ikhlas, jadinya terasa berat. Tapi, kalau kita ikhlas, bangku berat di sebelah itu (sambil menunjuk ke sebuah bangku) akan terasa ringan.”
Ia juga menyampaikan beberapa filosofi hidup yang dijalaninya, salah satunya adalah ojo dumeh, yaitu selagi berkuasa, jangan mentang-mentang kepada para bawahannya dengan memperlakukan mereka dengan semena-mena. Toh, kekuasaan tak akan dipegang salamanya.
Di tengah perbincangan ringan tapi berat materinya itu, tiba-tiba ia mendongokkan kepalanya sambil berbicara lirih. “Mas, yang di sebelah itu putri Gus Dur ya,” kemudian mukanya mengarah ke kiri. Kebetulan, kala itu, Alissa Wahid berada di ruang media center. Dalam kepanitian muktamar ia masuk dalam tim rekomendasi. Sesuai menyampaikan laporan hasil sidang komisi rekomendasi dalam sidang pleno, ia bergabung dengan kru NU Online, yang dari dulu memang sudah akrab dengannya dan beberapa aktivis Gusdurian yang kebetulan di lokasi yang sama.
“Meskipun anaknya tokoh besar, ia mau berbaur dengan semua orang, ia orangnya juga sederhana,” katanya.
Setelah mendapat informasi secukupnya, lalu, ia pun berusaha membuka obrolan dengan Alissa.
“Mbak Alissa kelihatan cantik dan muda, jauh dari umur yang sebenarnya.”
Mendapat pujian seperti itu, Alissa pun terlihat sumringah “Wah, Bapak jangan membuat saya GR.”
Obrolan ringan pun mulai berlangsung dengan gayeng. Dan sebagai pamungkasnya, bapak itu pun meminta foto bersama, yang dengan serta merta diiyakan. “Kalau sekedar foto bersama, itu paling gampang dipenuhi, asal tidak minta uang,” kata Alissa Wahid sambil tertawa.
Yenny Wahid saat ingin keluar dari area penutupan acara, langkahnya juga tertahan oleh banyaknya peserta munas dan konbes yang ingin berfoto bersamanya. (Mukafi Niam)