Santri Harus Jadikan Media Digital sebagai Senjata Dakwah
Senin, 29 Agustus 2022 | 09:10 WIB
Literasi digital bertajuk Meningkatkan Kualitas dan Kreativitas Santri Bermedia Sosial di Pesantren Insan Mulia Badung Bali. (Foto: NU Online/Suci Amaliyah)
Suci Amaliyah
Kontributor
Bali, NU Online
Wakil Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Hodri Arief mengatakan, ada dua hal yang mesti diperhatikan dalam menghadapi dunia digital, yakni waspada terhadap dampak negatif dan meng-counter-nya dengan memberikan sumbangsih.
Pertama, penting bagi Nahdliyin, khususnya santri mewaspadai berbagai perkembangan informasi di dunia digital yang tidak hanya menyajikan manfaat tapi juga menawarkan mudarat yang bisa membahayakan pribadi, masyarakat maupun bangsa.
“Saya melihat poin pertama ada ancaman serius ketika kita menjadikan sumber-sumber digital sebagai sumber informasi dan pengetahuan. Yang akan terjadi hanya mendapatkan pengetahuan instan dan ini sangat banyak terjadi,” ujarnya mengisi literasi digital bertajuk Meningkatkan Kualitas dan Kreativitas Santri Bermedia Sosial di Pesantren Insan Mulia Badung Bali, Ahad (28/8/2022).
Baca Juga
Ketika Santri Ditilang Polisi
Dia mencontohkan fenomena masyarakat yang kerap mendapatkan pengetahuan dengan cepat tanpa memeriksa dari mana sumber pengetahuan itu berasal. Hal itu menurutnya berbahaya, tidak hanya dengan kebenaran pengetahuan yang diperoleh secara spesifik, tapi juga menjadi ancaman sosial.
Misalnya seorang ustadz yang kerap muncul dipermukaan dan berani berbicara dalam segala hal padahal ustadz tersebut tak cukup dalam pengetahuan, imbasnya masyarakat akan memperoleh pemahaman yang dangkal, tidak merasuk ke dalam jiwa.
Baca Juga
Literasi Digital untuk Generasi Milenial
“Saya berharap sumber-sumber digital hanya menjadi ensklopedia yang memberikan informasi awal dan harus dilanjutkan untuk mencari informasi yang lebih mendalam pada kitab-kitab yang bisa dipercaya. Ini menjadi penting untuk ditanamkan ke dalam kesadaran belajar kita para santri agar tidak hanya berhenti pada sumber yang ada di internet saja,” ungkapnya.
Kedua, peran serta Nahdliyin, khususnya santri dalam hal ini yakni memberikan sumbangsih yang bermanfaat untuk mendorong terwujudnya harmoni sosial, persatuan bangsa dan perdamaian. Sudah waktunya para santri tidak hanya menjadi konsumen saja.
“Ini kalau kita bayangkan setiap santri setiap minggu menyampaikan pesan-pesan mulia maka akan ada alternatif bacaan bagi masyarakat Indonesia untuk lebih berpihak pada harmoni sosial dan perdamaian. Jika diabaikan maka masyarakat cenderung mendorong permusuhan, kekerasan bahkan menolak kehidupan berbangsa dan bernegara,” jelasnya.
Senada dengan itu, Ketua NU Kota Denpasar Bali KH Pujianto mengatakan saat ini masyarakat tengah dihadapkan pada perang sosial media, jadi saatnya NU menjadikan media digital sebagai senjata dakwah.
“Disrupsi digital begitu dahsyat mengubah pola komunikasi, cara berbisnis, kualitas belajar dan gaya hidup maka sedikit saja pesan yang tidak berkualitas atau mengandung kebencian akan sangat kuat mempengaruhi kehidupan kita baik dalam berbangsa maupun bernegara,” kata Pembina PGN Nusra itu.
Data digital saat ini seperti banjir yang dapat menghanyutkan, banyak hal bisa mengancam sendi-sendi berbangsa dan bernegara. Dalam konteks inilah Nahdliyin atau santri harus bisa memanfaatkan media sosial dengan baik.
“Yang patut dipermasalahkan adalah bagaimana kita menyikapi perubahan tersebut. Di sinilah posisi Nahdliyin,” tandasnya.
Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Syamsul Arifin
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua