Nasional MUKTAMAR SASTRA 2018

Sastra Pesantren Harus Sapa Kaum Milenial

Rabu, 19 Desember 2018 | 13:05 WIB

Sastra Pesantren Harus Sapa Kaum Milenial

Talkshow Muktamar Sastra Rabu (19/12) petang.

Situbondo, NU Online
Dunia pesantren dan sastra tidak dapat dipisahkan. Jumlah kiai dan ulama pesantren yang memiliki karya sastra juga banyak. Tugas berikutnya adalah menyapa kalangan muda atau kaum milenial agar keberadaan sastra pesantren kian dikenal.

Itulah pandangan dari intelektual muda pesantren, Ulil Abshar Abdalla saat tampil pada talkshow Muktamar Sastra: Menggali Kenusantaraan, Membangun Kebangsaan, Rabu (19/12) petang.

Menurut Gus Ulil, sapaan akrabnya, pesantren memiliki banyak sastrawan. “Namun selama ini yang digeluti masih sastra Arab dan lokal,” katanya di aula Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Banyuputih,  Situbondo, Jawa Timur.

Agar sastra khas pesantren kian dikenal dan digandrungi khalayak yang lebih luas, maka pilihannya adalah harus berbahasa Indonesia.  “Tidak cukup hanya bahasa Arab, serta bahasa daerah seperti Jawa, Sunda maupun Madura,” jelasnya saat tampil bersama Ahmadun Y Herfanda.

Gus Ulil juga mengingatkan bahwa ada segmen yang juga harus disapa sastrawan pesantren yakni generasi milenial. "Harus mulai ada, santrawan pesantren yang menyapa mereka dengan karya yang digemari kalangan muda seperti novel," ungkapnya.

Dalam pandangan Ulil, selama ini sedikit sastrawan santri yang memiliki kemampuan menulis novel. "Padahal novel sangat digandrungi anak milenial," jelasnya.

Pada talkshow yang dipandu Said Hudaini tersebut, Gus Ulil berharap kalangan pesantren bisa mengenalkan sastra dengan bahasa anak muda yakni novel remaja. 

Terkait kategori sastra pesantren, Ulil menegaskan adalah semua karya sastra yang mengenalkan Islam Nusantara, cinta tanah air, serta cinta pengetahuan.

Hal tersebut disetujui Ahmadun Y Herfanda. Menurut  jurnalis dan sastrawan tersebut, karya yang membahas Islam Nusantara, cinta tanah air dan pengetahuan dapat dikategorikan sebagai sastra pesantren. "Meskipun yang menulis bukan seorang santri yang sedang berada di pesantren," ungkapnya. 

Dalam pandangannya, seluruh karya sastra yang memuat nilai kepesantrenan layak dikatakan sebagai sastra pesantren. 

Talkshow ini sebagai mata rangkai dari Muktamar Sastra 2018 yang diselenggarakan sejak Selasa hingga Kamis, 18-20 Desember 2018 di Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo.

Sejumlah sastrawan dari berbagai kota di Indonesia bergabung pada kegiatan ini. Dan muktamar sastra pertama tersebut secara resmi dibuka oleh Menteri Agama Republik Indonesia, H Lukman Hakim Saifuddin. (Ibnu Nawawi/Kendi Setiawan)