Jakarta, NU Online
Sekitar tahun 1960-an, Sastrawan Ahmad Tohari suatu ketika hadir dalam suatu pengajian di dekat rumahnya. Sebelumnya, ia telah menyiapkan panggung sebagai tempat penceramah menyampaikan mauidzah kepada jamaah.
Sosok muda nan gagah dengan baju dan celana putih persis seperti tentara angkatan laut itu tiba. Ia menaiki panggung sebagai penceramahnya. Ialah KH Fuad Hasyim Buntet Pesantren. Saat itu, usia Kiai Fuad masih sekitar 19 tahun.
Pada tahun 2000-an, Kiai Fuad pastinya sudah mengetahui kiprah sastrawan asal Banyumas, Jawa Tengah itu di bidangnya. Karenanya, ia kembali berkunjung ke rumah penulis novel Ronggeng Dukuh Paruk itu dengan membawa seberkas catatan yang ditulisnya. Bentuknya masih berupa lembaran-lembaran kertas.
“Saat itu, beliau sudah pakai krak (alat bantu jalan),” cerita Tohari kepada penulis saat menemuinya di Stasiun Gambir pada Jumat (29/6) malam.
Catatan itulah yang menjadi cikal buku KH Fuad Hasyim yang berjudul Butir-butir Hikmah Sufi. Kiai Fuad menyerahkannya kepada Ahmad Tohari agar dapat dicetak dan disebarluaskan. Buku tersebut diterbitkan pada tahun 2004 oleh Pustaka Pesantren menjadi tiga jilid. Sebelumnya, penulis kumpulan cerpen Senyum Karyamin itu meminta kenalannya, Agus Mu’thi, untuk dapat memindahkan catatan-catatan tersebut ke dalam mesin komputer sehingga memudahkan penerbit mencetaknya.
Buku tersebut memuat kisah-kisah pendek, tetapi mengandung nilai-nilai kebijaksanaan. Kita tidak akan bosan membacanya. Sebab, selain sangat pendek, tulisan-tulisan itu juga memuat lelucon yang bernilai. Membaca buku tersebut tidak dituntut keseriusan. Meskipun demikian, hikmah yang diambil perlu kita terapkan dalam laku keseharian.
Namun sayangnya, buku itu tidak sempat dilihat langsung oleh penulisnya mengingat ia telah berpulang pada 12 Juli 2004. (Syakir NF/Abdullah Alawi)