Nasional

Sistem Seleksi PPDB Perlu Diperbaiki, Berpotensi Sebabkan Anak Gagal Sekolah

Senin, 12 Juni 2023 | 13:30 WIB

Sistem Seleksi PPDB Perlu Diperbaiki, Berpotensi Sebabkan Anak Gagal Sekolah

Koalisi Kawal Pendidikan Jakarta (Kopaja) saat memberikan keterangan kepada wartawan, Ahad (12/6/2023). (Foto: NU Online/Suci)

Jakarta, NU Online

Koalisi Kawal Pendidikan Jakarta (Kopaja) menilai Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi belum mencapai keadilan yang merata. Sistem seleksi PPDB diminta diperbaiki, karena berpotensi membuat siswa gagal sekolah.


"Yang kita persoalkan kan sistemnya. Karena kita menolak sistem seleksi. Selama ada sistem seleksi, ketidakadilan dan diskriminasi itu ada di situ. Karena yang dibutuhkan anak-anak ini adalah mendapatkan sekolah," ujar Koordinator Kopaja, Abdullah Ubaid Matraji, di Jakarta Pusat, Ahad (11/6/2023).


Ubaid juga menjelaskan daya tampung di sekolah negeri yang hanya setengah dari jumlah peserta didik di Indonesia juga menjadi masalah serius. Ia menegaskan perlu ada perbaikan karena proses PPDB berbuah menjadi proses seleksi. 


"Lebih dari separuh itu gagal masuk negeri karena bangku di sekolah negeri itu sangat minim. Anak-anak yang gagal sekolah karena minimnya daya tampung sekolah negeri terlempar dalam sistem PPDB," ungkapnya.


Sementara itu, Irwan dari Suara Orangtua Peduli menceritakan bahwa sistem seleksi PPDB khususnya di DKI Jakarta sejak 2020 rumit. Masalahnya pada perbedaan konsekuensi wajib belajar dan sistem seleksi yang tidak sesuai.


"Kalau penerimaan masih pakai sistem seleksi tidak memungkinkan wajib belajar 12 tahun dilakukan karena sistem ini melalui sharing, ada yang diterima dan tidak," kata Irwan.


Menurut Irwan, pemerintah harusnya cermat mengenai aturan seleksi penerimaan siswa baru di tingkat SD, SMP dan SMA yang konsepnya wajib belajar 12 tahun.


"Kalau bicara penerimaan mahasiswa baru bisa pakai seleksi berdasarkan prestasi, tes karena tidak ada aturan wajib belajar di Perguruan Tinggi," keluhnya.


Direktur Komite Pemantauan Legislatif Jabodetabek (Kopel), Anwar Razak menyebut ada pemaknaan yang keliru dari 'Wajib Belajar' yang berimplikasi pada regulasi pemerintah daerah terutama pada anggaran pendidikan.


"Berbicara daerah tidak hanya soal duit, tapi juga program kerja dan pelaksanaanya. Di DKI Jakarta Pendapatan Asli Daerah (PAD) angkanya fantastis capai 74,3 triliun namun angka putus sekolah masih tinggi," ujarnya.


Menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), DKI Jakarta memiliki angka putus sekolah murid SD terbanyak di Indonesia, yakni mencapai 0,69 persen.


"Ini mengindikasikan pemerintah daerah memiliki pemaknaan yang keliru terhadap persoalan pendidikan. Ada implikasi melalui proses seleksi PPDB," tandasnya.


Kontributor: Suci Amaliyah

Editor: Fathoni Ahmad