Suara-Suara Kepala Desa soal Tuntutan Masa Jabatan Kades 9 Tahun
Jumat, 20 Januari 2023 | 14:30 WIB
Demo kepala desa dan perangkat desa menuntut perpanjangan masa jabatan kades jadi 9 tahun, Selasa (17/1/2023) di Gedung DPR RI Jakarta. (Foto: Dok. Parlementaria)
Suci Amaliyah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Kepala Desa (Kades) Lengkong, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat Agus Salam Rahmat mengungkapkan alasan kenapa para kades menuntut masa jabatan dari yang tadinya 6 tahun menjadi 9 tahun.
“Sebetulnya 6 tahun atau 9 tahun masa jabatan bukan menjadi sebuah persoalan. Akan tetapi yang menjadi soal adalah setiap kali pemilihan kepala desa (Pilkades) maka disitu terjadi konflik,” kata Agus dihubungi NU Online, Kamis (19/1/2023).
Agus menilai dengan masa jabatan sebagai kades diperpanjang jadi 9 tahun dapat recovery ketegangan atau konflik sosial di akar rumput saat pilkades.
“Bukan persoalan apa pun, bagus juga dengan adanya tuntutan itu meminimalisir terjadinya perpecahan di tingkat masyarakat desa,” kata dia.
Pasalnya, momentum jarak kontestasi pilkades akan lebih lama sehingga akan mengurangi energi konflik sosial warga desa akibat dampak pembelahan pilihan.
“Yang kemarin enam tahun dikalikan tiga artinya dalam 18 tahun terjadi tiga kali konflik. Tapi kalau jabatan kades 9 tahun maka konflik hanya terjadi 2 kali dalam 18 tahun itu,” terangnya.
Agus menuturkan, dalam praktiknya pilkades bisa lebih panas persaingannya daripada pilkada maupun pilpres. Jadi kalau kemarin pilpres ada istilah kampret cebong pilkades lebih dari itu.
“Di desa skupnya lebih kecil, orang-orang tahu siapa dukung siapa. Jadi baik kalah atau menang kalau tidak cerdas demokrasi akan muncul konflik berkepanjangan sampai habis akhir jabatan kades,” jelasnya.
Sementara itu Kepala Desa Kluwut, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah Zainal Arifin berpendapat dengan perpanjangan jabatan 9 tahun dapat meningkatkan kinerja pemerintah desa.
“Kami meminta jabatan ditambah bukan karena untuk kepentingan pribadi. Saya sendiri sebagai kepala desa merasakan betul dengan jabatan 6 tahun untuk melaksanakan amanat belum bisa maksimal,” kata Zainal.
Misalnya dalam mengelola anggaran dana desa untuk pembangunan, sosialisasi kepada masyarakat dalam kurun waktu 6 tahun tidak cukup.
“Apalagi pandemi Covid-19 dua tahun kemarin, kinerja kami mengalami kendala akibat anggaran berkurang. Dana desa semua terpangkas,” selorohnya.
Seperti diketahui, pada Selasa (17/1/2023), sejumlah kades dan perangkat daerah dari berbagai wilayah melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung DPR.
Mereka meminta pemerintah merevisi Undang-Undang (UU) Desa Nomor 6 Tahun 2014 dan meminta jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun dalam 1 periode.
Risiko jabatan kades 9 tahun
Menanggapi tuntutan para kades itu, Peneliti Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta Sunaji Zamroni mengatakan bahwa perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) menjadi sembilan tahun tidak masuk akal.
“Jangankan sembilan tahun, yang enam tahun aja argumentasi dan alasannya belum jelas. Jika sekarang ditarik ke angka sembilan asumsi yang dibangun itu sebenarnya sudah nggak make sense juga,” kata Naji.
Ia menambahkan, masa jabatan seorang pejabat tidak perlu terlalu lama, karena akan merasa lebih berkuasa dan kemungkinan mengundang banyak risiko.
“Yang lima tahun aja terkadang masih menyisakan residu-residu politik di masyarakat desa, bayangkan risikonya kalau sampai ditambah jadi sembilan tahun,” ucap Sunaji.
Menurut dia, jika alasan perpanjangan untuk meminimalisasi anggaran pemilihan dan meredam isu konflik pasca-pemilu kades, maka waktu enam tahun seharusnya cukup untuk dua hal itu. “Alasan anggaran itu kan teknis banget,” ujar Sunaji.
Kemudian, sambung dia, jika tuntutan lain soal mengurus kepentingan masyarakat dan menunaikan janji-janji kampanye, maka enam tahun merupakan waktu yang cukup untuk membangun dan memajukan desa.
“Jika soal jeda waktu agar resolusi kampanye pasca pemilu kades mestinya enam tahun itu cukup,” terang dia.
Pengurus Alterasi Indonesia itu juga menyebut bahwa berapa pun angka jabatan yang diajukan sejatinya hanya kompromi para politikus saja. Sehingga perpanjangan masa jabatan itu tidak perlu.
“Baik enam atau sembilan sebetulnya itu angka-angka kompromi para politikus,” ucapnya.
Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua